-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 4 Chapter 6 Part 3


〇Seorang Pria Bernama Tsukishiro


3


Setelah pukul 10:00 pagi di hari terakhir, aku—— Horikita Suzune sedang menuju utara di perbatasan antara I4 dan I3, dengan I2 tujuanku. Hanya di hari terakhir ujian khusus ini, saat aku akan mencurahkan energiku yang terakhir. Untungnya, hingga menjelang pukul 24.00 malam kemarin, tidak ada nama-nama siswa kelas D tahun kedua yang tercantum di 10 grup terbawah.

Lima grup terbawah dalam rentang pengusiran, semuanya adalah grup tahun ketiga.

Meski begitu aku tidak bisa benar-benar lega. Pada akhirnya, jika kelima grup ini bekerja sama dengan grup lain, niscaya skor mereka akan naik, sehingga ada risiko peringkat akan berubah. Tidak bisa dihindari mereka akan digantikan oleh grup yang berada dekat dengan peringkat ke-6 dan ke-7. Paling ekstrim, jika semua 10 grup terendah digabungkan dengan grup teratas, semua 10 grup itu dapat keluar dari grup terendah.

Tablet menunjukan area yang ditunjuk untukku adalah I7. Ini kebalikan dari tujuanku ke I2.

Tindakan yang dapat dilihat sebagai tindakan sembrono dengan mengabaikan area yang ditunjuk untuk dikunjungi. Jawaban kenapa aku melakukan ini ada di selembar kertas yang aku pegang di tangan kananku. Kertas yang dilipat menjadi ukuran kecil yang diselipkan ketika aku bangun di tendaku pagi ini.

Ketika aku membuka kertas itu, ada empat kata [siang], [KA], [dikeluarkan dari sekolah], dan [I2], yang ditulis secara tidak teratur.

Ada dua hal yang pertama kali aku pikirkan saat melihat ini.

Pertama adalah orang yang menulis ini tulisannya sangat cantik dan rasanya ingin ku jadikan model.

Dan yang kedua adalah kertas dan pena tidak termasuk dalam persediaan gratis.

“Berapa banyak poin yang digunakan untuk buku catatan dan pena ini, ya...”

Aku samar-samar mengingat apa yang disebutkan di manual pulau tak berpenghuni, tapi aku tidak ingat detail harga poinnya karena kupikir itu tidak berguna. Kau mungkin akan memerlukan catatan jika tabletmu kehabisan baterai atau rusak karena terburu-buru. Yang jelas, seseorang yang aneh telah membeli buku catatan, dan mengirimiku sandi kecil ini.

“Tidak, terlalu mudah untuk menyebutnya sandi.”

I2 merupakan area di pulau tak berpenghuni, dan siang hari adalah waktunya. Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu di sini hari ini pada hari ke-14, karena pengiriman catatan ini adalah di hari terakhir. Jika ini hanyalah lelucon, aku akan mengabaikannya. Tapi, dari dua kata lainnya, sepertinya tidak demikian.

Dikeluarkan dari sekolah dan KA. Kesampingkan dulu dikeluarkan dari sekolah, yang jadi masalah adalah KA ini.

Bahkan jika siswa lain melihat catatan ini, pasti mereka tidak akan mengerti maksudnya.

Begitu aku melihat ini, aku langsung mengerti maksudnya. Ini adalah inisial dari Ayanokouji Kiyotaka.

“Jika aku memaknainya apa adanya, Ayanokouji-kun akan dikeluarkan dari sekolah di I2 siang hari ini...”

Aku pikir ini adalah lelucon.

Jadi ketika area yang ditunjuk pada pukul 07:00 pagi diumumkan, aku akan mengabaikannya.

Tapi aku sedikit khawatir mengetahui bahwa GPS Ayanokouji-kun ada di E3.

Namun seiring berjalannya waktu, jika dia semakin mendekati I2, ini mungkin bukan hanya lelucon.

Dengan pemikiran itu, aku memutuskan untuk menggunakan pencarian GPS setelah beberapa saat. Jika ini adalah jebakan dari seseorang agar aku menyia-nyiakan poin, maka dia berhasil menjebakku.

Hasil———Ayanokouji-kun sedang dalam perjalanan dari F3 ke G3.

Jika dia pergi ke I2 seperti ini...

Didorong oleh firasat seperti itu, aku memutuskan untuk pergi ke utara untuk memastikannya.

Dia adalah target dari hadiah uang. Kemungkinan petunjuk itu juga tidak bisa dibuang.

Masih ada waktu sampai siang hari, tapi entah sudah seberapa jauh Ayanokouji-kun pergi.

Tentu saja, bisa saja ini hanya kebetulan dan dia sedang menuju ke area lain.

Aku merasa ingin melakukan pencarian GPS, tapi aku bisa menahannya. Skorku ini sudah cukup bisa untuk berada di 50% teratas. Tapi, jika aku membuang area yang ditunjuk dan tugas dari sini dan bahkan menggunakan pencarian, aku juga tidak akan tahu apa yang akan terjadi. Jika jalan manapun akan membuatku boros, lebih baik aku pergi ke I2.

“Aa! Akhirnya tersusul! Tunggu aku, Horikita!”

Ketika ujung penglihatanku terbuka dan sungai akan segera terlihat, aku mendengar suara seperti itu dari belakang.

“...kenapa kamu ada di sini?”

Ibuki-san yang memelototiku sambil mengatur nafasnya, muncul.

Rasanya tidak seperti ini terjadi secara kebetulan, jadi sepertinya dia repot-repot mengejarku dengan pencarian GPS.

“Skor, tunjukkan skormu.”

“Tunggu sebentar. Apa yang sedang kau bicarakan?”

Ini adalah tindakan yang sulit untuk dimengerti dengan tiba-tiba muncul dan memintaku untuk menunjukkan skorku kepada musuhku.

“Bukankah sudah kubilang? Ujian khusus ini, aku tidak akan kalah darimu.”

Bitto, dia mengarahkan jari telunjuknya di depan mataku dengan kuat.

“Tidak perlu memastikannya sekarang. Apa kau tidak mau menunggu sampai semuanya selesai?”

“Tidak ada jaminan bahwa skor dari semua grup akan diumumkan setelah ujian khusus selesai.”

“Kau benar, bisa jadi seperti itu. Karena yang terpenting adalah grup teratas dan terbawah.”

Tidak ada jaminan bahwa semua siswa akan bisa segera melihat peringkat banyak grup.

Tentu saja, ada kemungkinan akan dipublikasikan seperti biasa.

“Jadi biar aku periksa di sini sekarang.”

Di hari terakhir, dia ingin memperjelas hitam dan putih untuk melihat siapa yang mendapatkan skor terbanyak, ya.

“Itu pernyataan yang terlalu bodoh dan tidak bisa dipercaya, tapi... sampai repot-repot datang ke sini, serius sekali kamu ini, ya. Berapa kali kamu menggunakan pencarian GPS?”

“...tiga kali. Kupikir hanya karena kamu ada di dekat ku makanya sekaranglah waktunya.”

Semakin jauh kalian, semakin sulit untuk bertemu dengan orang yang ingin kamu temui.

Berarti Ibuki-san telah sampai pada titik ini dengan menggunakan pencarian GPS tiga kali.

“Selamat atas kerja kerasmu.”

“Aku tidak butuh ucapan selamat seperti itu, beri tahu saja aku skormu. Skorku 131 poin!”

Dia mengumumkan skornya dengan keras seolah mengatakan “kau lihat itu?”.

“Terima kasih sudah memberi tahuku meskipun aku tidak memintanya. Tapi ada dua hal yang ingin aku katakan. Pertama, tidak ada jaminan bahwa kau mengatakan skormu yang sebenarnya.”

“Hah? Kalau begitu kau bisa melihatnya sendiri.”

Aku menghentikan Ibuki-san yang akan mengeluarkan tablet dari ranselnya.

“Kedua, bahkan jika kau mengungkapkan skormu yang sebenarnya, aku tidak akan memberi tahumu skorku.”

“Ha? Apa katamu? Apa kau mengatakan hal yang sama seperti yang orang itu katakan?”

Orang itu...? Aku sedikit penasaran, tapi aku terus berbicara.

“Bahkan jika kita sama-sama tahun kedua, kita adalah musuh. Aku tidak ingin mengambil risiko mengungkapkan informasi.”

Pada titik ini aku tidak berpikir aku termasuk dalam 10 terbawah.

Namun, skor akan terus berubah sampai akhir.

Bahkan di hari terakhir, kemungkinan direbut oleh informasi yang diberikan kepada Ibuki-san tidaklah nol.

“Aku mengerti. Kamu takut setelah mendengar skorku, ya? Kamu kalah, ‘kan?.”

“Aku tidak berniat menjawabnya entah itu menang atau kalah.”

Ibuki-san berkomentar dengan penasaran, meskipun aku sudah berkali-kali berkata bahwa aku tidak berniat memberikan informasi apa pun.

“Bagaimana kalau akui saja dengan jujur? Kalau kau tidak bisa mengalahkan skorku.”

“Terserah kamu sajalah, jadi kembalilah ke ujian.”

Jika dia sudah puas dengan itu, aku meminta Ibuki-san untuk pergi.

“...menyebalkan. Ayolah, tunjukkan skormu sebenarnya.”

“Tidak bisakah kamu menerima kekalahanku?”

“Aku ingin tahu skormu yang sebenarnya. Aku juga ingin tahu seberapa besar selisihnya saat aku mengalahkanmu.”

“Sungguh tidak penting...”

“Ini penting bagiku.”

“Maaf, tapi aku sedang terburu-buru.”

“Mau melarikan diri?”

“Aku sedang menuju area yang ditunjuk. Aneh rasanya menggambarkannya sebagai melarikan diri.”

Aku segera bergegas ke I2.

Mungkin dia mengira aku telah melarikan diri, Ibuki-san mengikutiku dari belakang.

“Apa area yang ditunjuk untukmu ada di utara? Atau apa kau hanya mengejarku?”

“Yang ingin aku ketahui sekarang adalah skormu. Jika aku mengetahuinya, aku akan kembali ke area yang ditunjuk.”

Itu artinya dia hanya peduli padaku mau sampai kapan pun atau dimana pun.

Sejujurnya, aku malas jika harus terjebak di sini.

Aku tidak ingin membuang waktuku meskipun aku sudah diombang-ambingkan oleh selembar kertas.

“...aku kalah.”

“Hah, kau mengakuinya? Akhirnya kau mengakui kekalahanmu, ya?”

“Bukan begitu. Maksudku aku kalah dari sesuatu seperti kegigihanmu itu. Aku sudah mengumpulkan skor 145 poin. Padahal kamu sudah tinggal sedikit lagi, tapi akulah pemenangnya.”

Aku mengungkapkan informasi yang seharusnya disembunyikan.

Itulah alasan dari deklarasi kekalahanku.

“Kau menang dariku? Kalau kau memang menang, tunjukkan padaku buktinya, buktinya.”

Tentu saja akan jadi seperti ini, ya.

Tapi, aku tidak ingin berhenti berjalan lagi.

Aku ingin menginar I2 secepat mungkin untuk memastikan keselamatannya.

“———Iya deh.”

Agar efisien, tidak, menurutku itu bukan jawaban yang benar.

Jika Ibuki-san mengetahui skor yang kudapatkan pada hari terakhir ujian ini, itu tidak akan berdampak besar. Satu menit dan satu detik sekarang sangat berharga.

Aku menurunkan ranselku dan mengambil tablet yang ada di dalamnya yang kutempatkan di tengah.

Ibuki-san menunggu jawaban berapa skor yang kumiliki, tanpa kehilangan tatapan tegasnya.

Saat aku mengeluarkan tabletku dan hendak menekan tombol daya. Hampir pada saat yang sama, aku dan Ibuki-san mengangkat wajah, merasakan kehadiran yang kuat dari depan yang bahkan tidak berusaha untuk disembunyikan.

“Ke~temu.”

Suara yang polos, seperti saat seorang anak bertemu dengan teman bermainnya.

“Hallo, Horikita-senpai.”

Melihat siswi yang muncul tanpa dia sadari, Ibuki-san mengungkapkan ketidaksenangannya tanpa berusaha menyembunyikannya.

“...siapa?”

“Amasawa Ichika-san dari kelas A tahun pertama.”

Ada kemungkinan dia kebetulan muncul di tempat yang sama, tapi entah bagaimana perilakunya aneh.

Aku menoleh ke arah Amasawa-san dengan tablet di tanganku sambil tetap menjaga kewaspadaanku.

Yang menulis di kertas pagi ini mengenai hadiah uang tahun pertama———apa mungkin itu dia?

“Tidak usah pedulikan aku, lanjutkan saja urusan kalian, oke?”

“Tidak bisa begitu. Karena kami sedang membicarakan banyak hal pribadi.”

Ibuki-san sangat mengerti bahwa aku sangat tidak ingin memberitahukan skorku. Dia juga mungkin mengerti kalau aku tidak ingin menunjukkan skor di tabletku di sini dan memutuskan menang atau kalah.

Aku bermaksud mendorongnya untuk pergi dengan lembut, tapi Amasawa-san tidak bergerak.

Mungkin Ibuki-san sudah tidak tahan setelah melihatnya, dia berkata dengan frustasi.

“Kau itu menghalangi.”

“Bagaimana kabar Sudou-senpai? Horikita-senpai.”

“Ha? Mengabaikanku?”

Pertanyaan Ibuki-san tidak mungkin tidak dia dengar, tapi Amasawa-san mengabaikannya. Mungkin dia tidak akan langsung pergi, dia melepas ranselnya dan membalikkan bahunya.

“...ya. Aku bersyukur, karena berkat kamu dia terselamatkan.”

Tidak ada yang namanya permintaan maaf padaku karena senyum mengejeknya itu.

Apa dia pikir dia tidak perlu meminta maaf padaku atas sikap dan tindakannya terhadap Ayanokouji-kun?

Atau apa dia pikir tindakannya itu salah sebagai premis utamanya?

(Tln: Melakukan perbuatan yang salah dengan kesadaran diri penuh)

“Sudah kubilang kau itu menghalangi. Aku ada urusan dengannya, pergilah ke suatu tempat.”

“Urusan? Bukankah hanya Ibuki-senpai saja yang memaksakannya sendiri?”

Seolah-olah dia sudah mendengarkan percakapan kami sejak awal.

Mungkin memang benar begitu.

“Kalaupun begitu, kau tidak ada hubungannya, ‘kan? pergi sana.”

Nadanya menjadi lebih kuat saat menyuruhnya untuk pergi karena mengahalangi.

Jika ini terus berlanjut, Ibuki-san benar-benar bisa mengangkat tangannya.

Meski dengan ancaman seperti itu, Amasawa-san hanya tertawa seolah melihat sesuatu yang menarik.

“Apa sebenarnya tujuanmu, Amasawa-san”

Setelah meninggalkan Ibuki-san sejenak, aku mengalihkan perhatianku ke Amasawa-san.

Aku tidak ingin menghabiskan lebih banyak waktu, tapi apa boleh buat.

“Cih.”

Ibuki-san frustasi dengan itu, tapi dia menunggu dengan perasaan apa boleh buat.

“Sebenarnya aku ingin menanyakan satu hal, Horikita-senpai mau pergi kemana setelah ini?”

“Aku sedang berbicara dengan Ibuki-san sekarang, tapi begitu itu selesai, aku akan bergegas menuju ke area F3.”

Tentu saja bohong. Aku berniat meninggalkan area yang ditunjuk untukku.

Tapi tidak ada gunanya memberitahu Amasawa-san hal seperti itu.

Dia berkolusi dengan siswa tahun pertama lainnya dan berencana membuat Ayanokouji-kun dikeluarkan dari sekolah untuk mendapatkan hadiah uang.

Lebih aman untuk tidak membicarakan hal-hal yang tidak perlu tentang Ayanokouji-kun.

Itulah penilaianku, tapi aku segera menyadari bahwa itu adalah kesalahan.

“Horikita-senpai suka berbohong, ya. Area yang ditunjuk untuk Horikita-senpai bukan ke sana, ‘kan?”

“Apa maksudmu? Apa kau mencoba menjebakku dengan trik aneh?”

“Percuma saja bermain bodoh. Aslinya area yang ditunjuk yang harus dituju Horikita-senpai adalah I7. Benar, ‘kan?”

Area yang ditunjuk dari jawaban cepat Amasawa-san adalah tempat yang harus aku tuju selanjutnya.

Dia tidak bisa menebak dengan kebetulan belaka.

Dari ekspresi wajahnya, aku hanya bisa berpikir bahwa dia memulai dari awal dengan niat untuk mengungkapkannya.

“Kami siswa tahun kedua memiliki cara bertarung tahun kedua. Tidak semuanya bisa kukatakan yang sebenarnya.”

Setelah mengatakan itu, aku segera melanjutkan dengan berkata begini.

“Aku pikir ini adalah tindakan yang tak terelakkan untuk mewaspadai orang yang mencoba menjebak Ayanokouji-kun.”

Di sini, aku mengalihkan alur pembicaraan dengan mulus.

Karena siswa tahun pertama adalah musuh, tidak perlu menunjukan sikap segan.

“Fuun. Yah, itu mungkin ada benarnya.”

Sambil berkata begitu, aku tidak berpikir seolah-olah kata-kataku sudah mencapai telinganya.

Aku tidak merasa sikapnya seperti dia sudah ada di sini dengan sebuah kesimpulan.

“Mau pergi kemana kamu, Horikita-senpai? Jangan bilang... kamu mau ke I2, ya?”

Ternyata, pikiranku itu menuju ke arah yang salah.

“Kau sudah memprediksi banyak hal, ya. Tapi, aku memutuskan untuk pergi ke I2 baru pagi ini. Kau cukup pandai dalam menebak, ya?”

Bahkan jika dia menggunakan pencarian GPS untuk menunjukkan posisiku secara akurat, tidak akan mudah untuk mendahuluiku seperti ini.

Jika demikian, patut dipertimbangkan bahwa Amasawa-san juga terlibat dalam selembar kertas yang kudapat hari ini.

Saat aku bertanya-tanya perlukah menanyakannya, Ibuki-san maju ke depan.

“Hei, mau sampai kapan kalian bicara panjang lebar?”

Dia merasa sangat frustrasi, akupun juga sama.

Lebih dari waktu yang kuhabiskan untuk Ibuki-san, kalau terus begini, Amasawa-san akan dipaksa untuk menghadapinya.

“Ibuki-san.”

Aku memutuskan untuk membuka tablet dan menunjukkan layar skor pada Ibuki-san dengan kesiapan akan kebocoran informasi. Dengan segala cara, dia dapat melihat keberadaan 3 slot tambahan grup yang aku dapatkan, tapi karena aku tidak harus menggunakannya sampai akhir, hampir tidak ada kerugian yang nyata.

Baginya, tidak peduli berapa banyak jumlah grup yang kumiliki.

Saat melihat skorku, Ibuki-san sedikit mendecakkan lidahnya.

Kemudian, dia menggaruk kepalanya dan mengungkapkan rasa frustrasinya dengan kata-kata.

“Haaah? Serius? Hah? Menyebalkan.”

Itu jawaban yang agak kejam atas kerja kerasanya selama dua minggu terakhir.

Namun, aku pikir Ibuki-san juga sudah melakukan yang terbaik.

Itu hasil yang cukup bagus jika melihat kembali kemampuan akademiknya yang rendah untuk mengumpulkan skor sampai dia bersaing denganku.

“Kalau kau sudah selesai, pergilah ke area yang ditunjuk. Di hari terakhir ini, skornya akan digandakan, jadi masih ada peluang untuk membalikan keadaan.”

“Yah, kau ada benarnya... Kau sendiri kenapa membuang area yang ditunjuk?”

Dia bertanya padaku tentang kata-kata Amasawa-san tadi mungkin karena dia penasaran.

“Ini adalah kesempatanmu, Ibuki-san. Aku dalam keadaan di mana aku tidak bisa mengumpulkan skor sekarang karena suatu alasan.”

Aku tidak harus menjelaskan semuanya dari awal agar kau bisa mengerti, bukan? Aku memberikan keluhan dengan mataku.

“Memang benar, pertarungan ini akan berlangsung sampai akhir dari ujian di pulau tak berpenghuni ini. Jika kau memang ingin berhenti, aku tidak akan ragu untuk menyalipmu.”

Sambil heran, Ibuki-san membalikan punggung dan mulai berjalan seolah dia sudah menerimanya.

Dengan ini, aku berhasil berpisah dengan Ibuki-san untuk sementara waktu.

Sambil menyimpan tablet ke ranselku, aku akan fokus berurusan dengan Amasawa-san.

“Aku akan pergi ke I2 setelah ini, apa yang akan kamu lakukan?”

“Kenapa kamu membuang area yang ditunjuk dan pergi ke I2 yang tak ada hubungannya dengan ujian? Tidak ada tugas juga. Bukan itu yang harus kamu lakukan selama ujian khusus, bukan?”

“Bukankah kamu yang paling tahu alasannya?”

“Apa maksudmu?”

“Jangan pura-pura tidak tahu, kau melempar kertas ini ke tendaku saat aku sedang tidur. Apa tujuanmu?”

Aku memegang selembar kertas terlipat di antara ibu jari kiri dan jari telunjukku dan menunjukannya.

“...kertas? Kalau tidak keberatan, bolehkah aku melihatnya?”

Bertingkah seolah melakukan akting yang buruk, ya. Yah, tidak ada gunanya lagi kertas ini.

Aku mengembalikan kertas itu ke Amasawa-san, yang tampaknya adalah pemilik aslinya.

Setelah menerimanya, Amasawa-san membuka kertas tersebut dan mengecek isinya.

“Huruf yang disusun secara tidak teratur... [siang], [KA], [dikeluarkan], dan [I2].”

Dia membacakannya, lalu menutup matanya sekali.

“Ya ampun... seberapa sukanya sih kamu bermain game...”

“Game? Apa yang kamu rencanakan dengan melibatkan aku dan Ayanokouji-kun?”

“Itu aku tidak tahu. Karena aku juga hanya salah satu peserta, sama seperti senpai.”

“Jangan berlagak bodoh. Kemunculanmu di depanku adalah bukti dari pemilik kertas itu.”

Amasawa-san tertawa seolah-olah sedang dalam masalah, dia merobek kertas itu dan membuangnya.

Merobeknya 7 atau 8 kali dan melemparkannya sebagai potongan-potongan kecil.

“Apa kamu merasakan sesuatu yang mengganggu saat melihat 4 kata-kata ini?”

“Ayanokouji-kun mungkin akan dikeluarkan dari sekolah. Tidak sulit untuk membacanya seperti itu.”

“Fuun.”

Dia melanjutkan cara bicaranya itu seolah-olah dia lebih tahu akan situasinya daripada aku.

Pokonya, buang-buang waktu saja untuk meladeni dia dengan permainan kata-kata lebih dari ini.

Aku meletakkan ranselku lagi di punggung dan berjalan ke arahnya.

“Rasanya tidak menyenangkan. Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang Ayanokouji-senpai, makanya aku penasaran apa kau berpura-pura menjadi rekannya hanya karena dia teman sekelasmu.”

Saat aku sampai disebelahnya, Amasawa-san melontarkan kata-kata seperti itu.

“Horikita-senpai tidak tahu apa-apa tentang Ayanokouji-senpai, bukan?”

Entah bagaimana aku tidak menyukainya dan aku berhenti.

“Kalau begitu, apa itu berarti kau tahu lebih banyak tentang dia daripada aku?”

Saat aku hanya meliriknya, dia dengan paksa membalas tatapanku dan tertawa seolah-olah dia telah menang banyak.

“Tentu saja. Aku, saaangat mengenal Ayanokouji-senpai. Kenapa dia begitu keren, pintar... dan lebih kuat daripada orang lain.”

Aku tidak berpikir siswa tahun pertama yang baru masuk sekolah bisa tahu banyak tentang Ayanokouji-kun.

Dengan kata lain, apakah dia mengenalnya dari sebelum SMP?

Seperti aku dan Kushida-san yang satu SMP?

Amasawa-san melanjutkan perkataannya, tanpa peduli.

“Jadi, apa yang kau tahu, Horikita-senpai?”

Apa yang aku tahu?

Dia... sejak aku masuk ke sekolah ini, Ayanokouji-kun adalah... teman pertamaku.

Ya, aku bisa menyebutnya sebagai teman untuk saat ini.

Karena tempat duduk kami kebetulan bersebelahan, kami jadi banyak mengobrol...

Awalnya aku mengira dia adalah siswa biasa, tapi pada kenyataannya dia jauh lebih pintar dari yang aku bayangkan.

Dia adalah orang yang paling cepat diakui oleh Niisan, dia juga mahir dalam seni bela diri.

Namun, dia adalah seseorang yang biasanya menyembunyikan dirinya yang seperti itu dan ingin menjalani kehidupan sekolah yang tenang.

Hanya sedikit orang yang tahu kemampuannya, tapi selain itu, informasi yang aku miliki dengan yang dimiliki oleh orang lain mungkin tidak jauh berbeda.

“Itu benar, memang aku mungkin tidak tahu apa-apa tentang dia, aku tidak bisa menyangkalnya.”

Saat aku memikirkan tentang Ayanokouji-kun lagi, aku tidak bisa tidak sampai pada kesimpulan itu.

Amasawa-san mungkin sudah mengetahui hal itu dengan baik.

Amasawa-san tertawa senang mendengar kata-kata yang bisa dianggap sebagai pernyataan kekalahan.

“Tapi———”

“Tapi?”

Aku yakin bukan itu yang terpenting.

Bukan tentang seberapa banyak yang aku tahu tentang dia sekarang.

“Aku ingin terus mengenalnya mulai sekarang sampai kami lulus. Sebagai teman sekelas... sebagai sahabat, lebih banyak darimu yang sekarang.”

Itu adalah keinginanku sekarang, dan itu adalah perasaan tanpa ada dusta.

Dia tidak pernah berkhianat, tidak sekali atau dua kali.

Tapi, dia adalah orang yang sangat diperlukan untuk kelas dan rekan penting yang tidak boleh sampai hilang.

Jika dia dalam situasi yang berbahaya sekarang, aku tidak bisa untuk tidak menolongnya.

Itulah alasan kenapa aku pergi, sampai-sampai harus membuang area yang ditunjuk.

Sekarang aku bisa menegaskan kembali apa yang aku coba lakukan.

Pilihan ini sama sekali tidak salah.

Jika ini ternyata hanya kecemasan yang tidak perlu, maka akan lebih baik seperti itu.

“Apa kau pikir orang sepertimu bisa membantu? Horikita-senpai.”

“Aku mungkin tidak cukup kuat sekarang. Tapi aku akan bisa menolongnya saat dia dalam masalah.”

Karena kehidupan di sekolah ini baru saja akan kembali.

Percakapan yang dapat dianggap hanya membuang-buang waktu ini mungkin memiliki makna yang besar.

Aku harus berterima kasih padanya karena telah membuatku menyadarinya.

Tangan kanan Amasawa-san dibentangkan di depan ku saat aku hendak berjalan.

Aku melihat kembali wajahnya, senyumnya telah menghilang dan dia menatapku dengan niat membunuh yang kuat.

“Setelah aku berbicara denganmu ada satu hal yang kutahu. Bahwa sesuatu benar-benar akan terjadi di I2. Jika tidak, kau tidak perlu berusaha keras untuk menghentikanku.”

Aku tidak bisa membuang-buang waktuku lagi di sini.

“Mau pergi kemana?”

“Apa kau tidak mengerti juga? Aku akan pergi ke I2 dan menolong Ayanokouji-kun.”

Persis seperti yang kukatakan sebelumnya, sebuah langkah untuk menjadi orang yang dapat menolongnya saat dia dalam kesulitan.

“Jangan membuatku tertawa. Ayanokouji-senpai tidak meminta pertolongan dari Horikita-senpai, bukan?”

Dia mengatakan itu hanya untuk mengoreksi.

“Setidaknya untuk sekarang.”

“Apakah akan berbeda di masa depan?”

Mengangguk, aku melihat ke belakang lagi.

“Lalu aku mengetahui satu hal lagi. Kau benar-benar tidak ingin aku pergi ke I2. Dengan kata lain, kau bukanlah pengirim kertas ini.”

Saat aku hendak menghindari tangan kanannya, Amasawa-san berdiri di depanku lagi.

“Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Horikita-senpai.”

“Semakin kau mencoba menghentikanku, semakin aku merasa harus pergi ke I2. Dari cara bicaramu itu, dia sekarang sedang dalam masalah, bukan?”

Tidak peduli seberapa banyak yang aku tahu.

Jelas, aku yakin ada sesuatu yang terjadi di tempat Ayanokouji-kun sekarang.

“Apa kau pikir kau bisa melewatiku?”

“Tentu, kurasa aku bisa melewatimu.”

Bahkan jika aku harus dengan paksa menghilangkan hadangan yang berdiri di depanku.

“Fuun, hanya tekadmu yang terkirimkan padaku. Aku hanya akan menunggumu untuk meletakkan barang bawaanmu.”

Itu berarti dia akan menahanku bahkan dengan paksa.

Aku tidak boleh hanya menganggapnya sebagai kata-kata ancaman.

Aku menerima sarannya itu dengan patuh dan perlahan-lahan menurunkan ranselku di kakiku.

“Aku akan memberitahumu sebelumnya, aku adalah seorang seniman bela diri yang berpengalaman.”

“Aku tahu.”

“...oh. Kau ternyata cukup tahu banyak, ya.”

(Tln: rawnya Jouhoudouri = berpengetahuan luas)

Aku ingin tahu apakah dia tidak hanya mengenal Ayanokouji-kun tapi juga aku.

“Aku juga akan memberitahumu sebelumnya, aku ini sangat kuat, jadi lebih baik kau mengingatnya.”

Sejak saat dia menunjukan kemarahannya, aku merasa dia bukan anak yang normal.

Aku yakin ini bukan sesuatu seperti mengandalkan kekuatan penuhnya.

Secara alami, rasa lelah akibat ujian di pulau tak berpenghuni akan semakin menumpuk.

Tapi itu sama dengan Amasawa-san yang ada di depanku.

Tidak ada masalah dengan kondisi fisikku, jadi jika menyangkut status, kami setara satu sama lain.

Dalam hal ini, aku juga tidak akan kalah dengan mudah.

Aku perlahan mengambil kuda-kuda dan mengamati gerakan Amasawa-san di depanku.

Dia sepertinya tidak mengambil kata khusus, dia hanya terlihat menakutkan.

(Tln: ‘kata’ di sana dalam seni bela diri/karate)

“Kalau kau ingin menemui Ayanokouji-senpai, aku akan menghentikanmu, jadi bagaimana kalau kita bersenang-senang sebentar?”

Amasawa-san di depanku melangkahkan kaki kirinya———

“H!?”

Padahal aku sudah sangat waspada, segera setelah melihat gerakan itu, aku merasakan bahaya dan melarikan diri seolah-olah melompat ke belakang. Tangan yang terentang tidak berisi kuat, jadi apa dia mencoba menangkapku?

Bagaimanapun, aku sudah menghindari serangan pertama, begitulah kupikir, saat berikutnya aku sadar, dia sudah mencengkram bajuku di bagian dada dan tangan kananku.

“Tidak mungkin———”

Sementara aku menggumamkan kata-kata yang bukan kata-kata seperti itu, bidang penglihatanku berputar-putar.

Setelah rasa sakit di punggungku, faktanya datang kemudian bahwa aku sudah terlempar dan mendarat dengan punggungku.

“Ippon, ya?”

(Tln: adalah skor tertinggi yang bisa dicapai seorang petarung dalam kontes seni bela diri ippon-wazari Jepang, biasanya kendo, judo, karate atau jujitsu.)

“Khg!”

Aku tidak bisa bernapas dan aku menghembuskan napas yang menyakitkan.

“Jangan sampai lengah loh. Oke, kita ulangi dari awal, jadi ayo berdiri berdiri.”

Amasawa-san tersenyum dengan senyum jahat sambil melihatku ke bawah.

Tak perlu dikatakan betapa memalukannya itu.

Aku sudah cukup mengerti hanya dengan sekali kontak dengannya. Kemampuan Amasawa-san memang luar biasa.

Selama kami adalah sesama wanita, aku pikir bahkan jika ada perbedaan dalam kemampuan, itu akan kecil.

Kecerdikan, kecerdasan, inspirasi dan keberuntungan, salah satu faktor itu bisa digunakan untuk membalikan keadaan.

Tapi ide itu mungkin terlalu naif.

Bagaimanapun, rasa sakit di punggungku tidak cukup ringan untuk membuatku tertawa.

Untungnya bagian bawahnya adalah tanah, tapi perlu beberapa saat untuk pulih dari rasa sakit.

Jika lawanku bangga karena berada dalam posisi yang sangat unggul, biarkan aku memanfaatkannya sebaik mungkin. Aku memutuskan untuk menghabiskan puluhan detik pada setiap langkah untuk bangun.

“Aku akan menunggu, jadi jangan khawatir. Kamu boleh kok istirahat selama 5 atau 10 menit.”

“Jika tujuanmu adalah mencegahku untuk pergi ke tempat Ayanokouji-kun, tentu saja kau akan menyarankan itu.”

“Jika ini bisa selesai tanpa harus bertarung, itu yang terbaik, ‘kan? Bagi Horikita-senpai juga.”

Itu memang benar. Ujian di pulau tak berpenghuni, yang terus berlanjut sejauh ini tanpa penundaan, dan di tahap akhir ujian aku malah berkelahi.

Jika aku tidak berhati-hati aku akan mundur dan aku yang sendirian akan dikeluarkan dari sekolah.

“...sekali lagi”

Saat sakit di punggungku hilang, aku mengambil kuda-kuda lagi.

Kuda-kuda yang sama seperti sebelumnya.

Aku tidak pandai pertarungan kasar karena aku hanya tahu tentang seni bela diri.

Saat aku belajar, aku hanya bisa mendemonstrasikan apa yang telah aku pelajari.

Aku terkejut dengan kecepatan gerakan Amasawa-san, tapi jika dia pandai dalam judo, aku juga bisa memikirkan beberapa cara. Pernah ada seorang guru karate mengajariku dengan cermat apa yang harus dilakukan ketika seorang pria menarik seorang wanita dan melemparnya ke bawah.

Sambil aku mengingatnya di dalam otakku, aku mempraktikkannya lagi.

Aku tidak mampu untuk menyesuaikannya, tapi jika pihak lain adalah Amasawa-san, itu akan menjadi kekhawatiran yang tidak berguna.

Buang gagasan bahwa dia lebih muda dariku dan beralihlah ke perasaan melawan superioritas.

“Ahahaha.”

Saat aku fokus pada sedikit perubahan di kedua kaki dan bahunya, bukan pada wajah Amasawa-san, dia tertawa keras seolah itu menggelikan.

“Un un, aku mengerti, Horikita-senpai. Aku sangat mengerti bagaimana perasaanmu. Tapi, ya?”

Aku tidak akan meladeni permainan kata-katanya.

Sekarang, aku akan memusatkan semua sarafku dan melihat tindakan awalnya———

Aku menyesal menghitung bahkan hanya sekejap mata, dan aku menyadari setelah serangan dan rasa sakit bahwa kaki kirinya, yang mendekat dengan kecepatan tinggi, mengenai tepat di atas sisiku saat aku mencoba menyamai langkah kaki kanannya.

“gah gah gah!”

Dalam derita, rasa sakit yang hampir membuatku menangis, aku telah ditendang ke tanah.

Apa yang bisa kulakukan dengan tanganku yang bahkan tidak bisa untuk bertahan adalah melakukan ukemi. Aku berguling-guling di tanah berulang kali dan bingung meskipun aku tahu kenapa bisa jadi begini.

(Tln: ukemi = seni bela diri jatuh dengan aman)

“Kau mengira gerakanku berdasarkan judo, ‘kan? Pemikiran yang terlalu naif.”

“Ugh, ugh uh huh... kuh...!”

Aku memegang area di sekitar sisi kananku yang ditendang tanpa kusadari dan menutup mataku.

Rasa sakit yang luar biasa membuatku merasa seperti akan menghancurkan hatiku dalam sekejap.

Ini adalah kedua kalinya aku merasakan kekuatan yang begitu tidak masuk akal.

Sejak konfrontasi dengan Housen-kun...

Itu adalah sesuatu yang belum lama terjadi, dan jika hal seperti ini terus terjadi, aku akan kehilangan kepercayaan diriku.

“Semua siswa tahun pertama tahun ini, tidak ada manis-manisnya, ya...”

“Apa itu berarti Horikita-senpai tahun lalu adalah gadis yang manis tidak sepertiku?”

Aku pikir itu pertanyaan untuk mengejekku, tapi itu masih membuat telingaku sakit.

Meskipun kami adalah tipe berbeda, kurangnya sisi manisnya sebanding denganku.

Ketika aku berusaha keras untuk bangkit, aku merasa seperti kehilangan tenaga.

Dengan satu bantingan dan tendangan, kekuatan fisikku berkurang lebih dari yang aku bayangkan.

“Kau ini sebenarnya siapa? Sepertinya kau tahu tentang masa lalu Ayanokouji-kun...”

Satu hal yang pasti, Amasawa-san ini memiliki kekuatan aneh yang sama seperti dia.

Skala kekuatan yang ditunjukkan Ayanokouji saat menghadapi Niisan dan saat menghadapi Housen.

“Aku tidak bisa memberitahu senpai tentang hal-hal seperti itu.”

“Benar, sepertinya kamu bukan orang yang bisa menjawab dengan mudah.”

Bagaimanapun, ini salah satu dari sedikit hal baik karena dia bermain-main denganku.

Dia tidak peduli berapa banyak waktu yang aku habiskan karena dia hanya mencegahku untuk pergi ke tempat Ayanokouji-kun. Untuk bisa terus maju, aku harus membiarkan rasa sakit yang aku derita pulih meski hanya sedikit.

“Bagaimana aku mengatakannya, aku benar-benar kecewa. Horikita-senpai tidak sebaik yang aku kira loh ternyata? Karena itulah Ayanokouji-senpai tidak berkonsultasi padamu tentang apa pun.”

Mata Amasawa-san menatapku seolah mengintip ke dalam hatiku.

“Kau bilang ingin menolongnya, yang sebenarnya adalah kau ingin tahu apa yang Ayanokouji-senpai pikirkan tentang kenapa kau tidak dipercaya olehnya.”

“...ya, mungkin begitu.”

“Seperti yang kukatakan sebelumnya, orang seperti Horikita-senpai tidak akan bisa diandalkan oleh Ayanokouji-senpai.”

“Meski begitu, aku akan mendengar hal itu dari mulutnya, bukan dari mulutmu.”

“Apa kau tidak tahu kalau itu yang namanya tidak sopan?”

Tanpa berusaha menyembunyikan kejengkelannya, Amasawa-san mendekatiku.

“Tapi, Kushida-senpai saja punya mata yang tajam, loh.”

“Kushida-san? Kenapa nama Kushida-san muncul di sini...?”

“Berdiri, Horikita-senpai. Bicara denganmu hanya membuatku kesal, jadi aku akan mengakhirinya.”

Setidaknya dengan belas kasihan, itu memberiku waktu untuk memulihkan postur tubuhku.

Kalau begitu, aku tidak boleh menyerah sampai akhir.

Aku berdiri dan mengkonsentrasikan semua kesadaranku untuk melihat serangan Amasawa-san.

Sekali lagi, mau bagaimana lagi karena hanya ini yang bisa aku lakukan.

“Byebye~.”

Amasawa-san, yang mulai berlari dengan langkah ringan, mendekat.

Bertahan? Menghindar? Aku yakin tidak ada yang akan berhasil.

Kalau begitu, setidaknya aku akan membalas—!

Pan! Suara kepalan tinju kering terdengar di dekat telingaku.

Tapi, tidak ada rasa sakit, dan bayangan terbentuk di depanku, menutupi pandanganku.

“Kau, kenapa...”

Seorang siswa yang menangkap tinju yang mendekat di depanku, meludahkan itu tanpa berpaling padaku.

Pemilik punggung kecil itu adalah Ibuki-san, yang seharusnya sudah pergi.

“Aw... apa-apaan pukulanmu itu.”

“Itu tangkapan yang bagus~. Aku terkejut dengan kemunculan yang tidak terduga.”

Saat aku tidak bisa mengerti situasinya dan tidak bisa bergerak, Ibuki-san menoleh ke belakang dan memelototiku.

“Akulah yang akan mengalahkanmu. Aku tidak ingin melihatmu kalah dari siswa tahun pertama yang tidak kukenal ini.”

Mengatakan itu, dia menyingkirkan tunju yang dia pegang. Amasawa-san mengambil jarak lagi.

“Namaku Amasawa Ichika-chan. Tolong namaku diingat, ya, Ibuki-seenpai.”

“Aku ini tidak baik dalam mengingat. Jika kau ingin aku mengingatnya, bisakah kau meninggalkan kesan yang cukup untuk itu?”

“Ahaha, ini mungkin sedikit menarik.”

“Aku akan bersenang-senang dengan anak ini, jadi kenapa kau tidak pergi saja ke tempat yang ingin kau datangi?”

“Apa yang kau bicarakan? Kau bekerja keras pada ujian khusus ini untuk mengalahkanku, bukan?”

“Kau sendiri juga membuang area yang ditunjuk, ‘kan? Itulah kenapa tidak ada artinya bahkan jika aku menyalipmu.”

Apa kau kembali untuk itu? Aku menelan kata-kata itu.

“Dia itu kuatnya sampai tidak bisa dipercaya. Kau mungkin akan menyesalinya. Meski begitu apa kau yakin?”

“Apa itu? Kau mau bilang kalau aku akan kalah?”

“Kurang lebih seperti itulah kekuatannya.”

“Aku tidak merasa akan kalah dari orang seperti Ibuki-senpai.”

“...Ha, baguslah kalau begitu.”

Ancaman buruk sepertinya menjadi bumerang dan menyulut emosi Ibuki-san.

“Bahkan jika kau mengalahkan Amasawa-san, jika kau berlebihan atau membunyikan peringatan darurat, kau nanti bisa mundur. Kau yang bertindak sendirian akan dikeluarkan dari sekolah.”

“Itu, kau juga sama saja, bukan?”

“Ya? Ya, itu benar.”

“Karena aku yakin aku lebih kuat darimu.”

Mengatakan itu, dia memberi isyarat untuk pergi secepatnya.

“Siapa yang akan bertarung? Putuskan secepatnya~”

“Aku akan bertarung dengannya.”

“Itukah kalimat yang dikatakan oleh orang yang akan kalah beberapa yang waktu lalu? Kau hanya jadi penghalang, jadi mundurlah.”

“Ini adalah pertarunganku, tidak ada hubungannya denganmu.”

“Yang kau katakan itu kacau sekali. Apa kau sudah gila karena kepalamu terbentur?”

“Itu———”

Percuma, Ibuki-san tidak bisa dihentikan dengan pernyataan setengah hati. Tapi aku tidak bisa menyerahkan anak itu padanya di sini.

Aku meraih bahu Ibuki-san dan memaksanya untuk mundur.

“Apa yang kau lakukan!”

“Aku sudah menggunakan ekspresi tidak langsung, tapi biarkan aku memberitahumu. Kau tidak akan bisa mengalahkannya.”

“Berhentilah bercanda. Jangan memutuskannya sebelum aku bertarung dengannya.”

“Itulah faktanya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, jadi kau tidak akan bisa mengalahkannya.”

Jika sudah terbakar, aku akan membakar api Ibuki-san sepenuhnya.

“Kalau begitu, buktikanlah di depanku———”

Aku mengulurkan tangan kiriku ke arah Ibuki-san.

“Apa.”

“Aku tidak ingin kalah dalam pertarungan, jika kau ingin masuk ke dalam pertarungan ini, tunjukan tekadmu itu padaku. Bergabunglah dengan grup yang sama denganku. Dan jika salah satu dari kita harus mundur, mundur saja asalkan itu mencegah mundurnya grup.”

“Kau pasti bercanda. Kenapa aku harus segrup denganmu!”

“Bukankah sudah kubilang? Tunjukan tekadmu. Jangan masuk ke dalam pertarungan ini tanpa memiliki tekad.”

“Aku tidak menyukainya...”

“Kau tidak harus menyukainya. Tapi, jika kau ingin bergabung, aku ingin mengandalkanmu.”

“Serius ini sangat memuakkan. Tapi tidak akan menyenangkan jika kau dikeluarkan oleh siswa tahun pertama.”

Kami tahu bahwa niat kami satu sama lain saling menolak.

Tapi, itu tidak lagi saat posisi di mana jam tangan dan jam tangan kami saling tumpang tindih.

Waktu yang dibutuhkan untuk tautan tersebut adalah 10 detik.

Jika Amasawa-san ingin menghentikannya, dia bisa saja menghentikannya, tapi tidak ada tanda-tanda pergerakan.


Amasawa-san selalu senang mengamati apa yang kami lakukan dari atas.

“Itu bukan strategi yang buruk, ya. Jika sesama grup solo membentuk grup, memang benar kalian bisa lolos dari hukuman dikeluarkan dari sekolah bahkan jika satu orang terluka parah.”

Amasawa-san membalikan badan dan diam-diam menjaga jarak dari kami.

Itu bukan berarti bahwa dia merasakan bahaya dalam situasi 2 lawan 1.

Ketika dia berhenti pada jarak tertentu, dia melihat ke kembali ke arah kami.

“Tapi hanya ada satu kesalahan perhitunganmu, Horikita-senpai.”

“Kesalahan perhitungan? Apa sebenarnya yang kau maksud itu?”

“Tidak masalah bahkan jika salah satu dari kalian mundur, jika itu dibalik, artinya tidak ada masalah bahkan jika salah satu dari kalian kuhancurkan.”

Dia menunjukan senyum lebar seperti kejahatan murni yang belum pernah aku lihat sebelumnya.

“Kau mau menyulut amarahku, ya? Baguslah kalau begitu.”

Ibuki-san seolah bersenang-senang meskipun dia seharusnya sudah merasakan kekuatan lawannya dengan kulitnya sendiri.

Dan di sini sinyal penyelesaian tautan berbunyi.

“Dari siapa yang harus kuhancurkan———ya!”

Ekspresi Amasawa-san yang langsung mulai berlari setelah melompat jauh, penuh dengan gairah.

Tanpa kuda-kuda, hanya menuju ke arah kami sambil mengulurkan tangan untuk meraih kami.

“Ahaha! Ahahahahaha!!”

Dengan tawa yang nyaring, dia tampak terdistorsi dan menyimpang dari manusia.

Apakah aku atau Ibuki-san?

Dari sudut pandangnya, keberadaanku lebih dia benci, tapi itu tidak berarti aku lebih mungkin untuk menjadi sasaran.

“Ayo, Ibuki-san! Kamu dari sebelah kiri!”

“Jangan memberiku perintah!”

Bahkan setelah berkata begitu, Ibuki-san mulai bergerak ke kiri.

Pada saat yang sama, aku juga mulai bergerak ke kanan dan memastikan tujuan Amasawa-san yang mendekat.

Amasawa-san yang berlari lurus ke arah kami, tampaknya tidak mau bermain-main dengan tipuan.

Aku ingin tahu apa dia tidak akan membiarkanku membuat penilaian sampai detik terakhir.

Kalau begitu, aku juga akan berhati-hati sampai aku mengetahuinya.

Saat kedua belah pihak mulai bergerak, jarak dengan cepat tertutup dan kami beradu serangan.

Karena tinjuku dan Ibuki-san tidak bisa senafas, waktu serangan kami secara alami tidak selaras.

Tapi itu tidak berarti mudah untuk ditangani.

Meskipun demikian, Amasawa-san dengan jelas menghindarinya seolah-olah dia sudah terbiasa dalam latihan.

Kami terus menyerang tanpa mengistirahatkan tangan kami seolah melakukan pukulan berturut-turut.

“Baiklah, sementara sto~p.”

Amasawa-san dengan tenang menerima dan menghentikan serangan kami yang belum terputus sama sekali.

“Apa-apaan siswa tahun pertama ini...!”

“Aku setuju denganmu...” (Mattaku ne...)

Kami berdiri bersebelahan dan menatap Amasawa-san di depan kami sementara terengah-engah.

Meskipun kami kombinasi dadakan, tetap saja dua lawan satu.

Jika ini situasi normal, seharusnya kami membuat dia kewalahan bukannya kami yang ditekan.

Lebih dari yang kubayangkan... Tidak, dia di luar jangkauan imajinasiku.

Dia terlihat seperti keberadaan yang tidak bisa diidentifikasi dalam kerangka akal sehatku.

Tangan dominan kami terkekang. Jika kami mencoba menendangnya dengan buruk di sini, kami akan mendapatkan serangan balasan.

“Ibuki-san, jangan lakukan tindakan ceroboh.”

“Lepaskan aku!”

Mungkin Ibuki-san tidak tahan dikekang, dan dia membuat tubuh fleksibelnya membungkuk hingga batas dan menendangnya. Seolah sedang menunggu itu, Amasawa-san menggunakan tangan dominannya sambil memegangnya untuk merobohkan postur tubuhnya.

“Uh!!”

“Sudah kubilang sto~p, ‘kan?”

Pada saat itu, aku merasakan ketidaknyamanan yang tak terlukiskan di medan perang yang tertekan.

Perbedaan kekuatan yang jelas. Apakah itu berarti Amasawa-san sedang bermain-main?

Dari tadi dia terlihat seperti bertarung dengan gerakan yang minimal.

Bagaimana jika dia tidak menunggu pemulihanku ketika dia bertarung satu lawan satu denganku?

Tapi itu bukan jawaban yang tepat.

Dengan kekuatannya, dia seharusnya mudah untuk menekan kami.

Aku memikirkan sebuah strategi yang ingin aku coba.

Tapi pertama-tama kami harus keluar dari kondisi ini.

“Hah!”

Aku melancarkan tinju kiriku ke tubuhnya yang tidak berdaya, tapi dia dengan mudah mengusirnya seperti yang dia lakukan pada Ibuki-san.

“Baiklah, kita ulangi dari awal lagi, ya.”

Menatap kami dan tersenyum, Amasawa-san mengambil jarak lagi.

“Bukankah kau sama denganku?”

“Tidak sepertimu, aku sendiri yang membuatnya jadi seperti ini... untuk mengulanginya dari awal.”

“Membuat alasan, dasar payah.”

Mungkin bagi siapapun yang melihat situasi saat ini, kata-kataku itu mengacu pada kami berdua.

“Jika dia meremehkanku, aku akan memberinya pelajaran...”

Aku bangkit dan meraih tangan Ibuki-san yang sepertinya mencoba menyerang sendiri.

“Apa yang sedang kau lakukan?”

“Karena kamu sudah menjadi rekanku, aku minta kamu untuk mengikuti instruksiku. Kau bisa, ‘kan?”

“Haaa? Mana mungkin aku bisa.”

“Jika kau tidak bisa, maka tidak ada artinya. Kau seharusnya mengerti seberapa kuat Amasawa-san yang ada di depanmu, baik aku dan kamu tidak akan bisa menang sendirian.”

“Bahkan jika itu benar, ogah banget ngikuti instruksimu.”

Aku berpikir.

Aku bertanya-tanya bagaimana jawaban terbaik untuk menghadapi Ibuki-san.

Bagaimana jika Ayanokouji-kun ada di sini dan berada dalam situasi yang sama denganku sekarang?

Apa yang harus dilakukan agar dua orang yang awalnya tidak bergaul dengan baik bekerja bersama di tempat ini saja?

“Ibuki-san.”

“Sudah kubilang aku tidak mau, ‘kan?”

“Aku tahu betul bahwa aku dan kamu seperti air dan minyak. Dalam ujian di pulau tak berpenghuni tahun lalu, kita menjalin hubungan yang seperti ini karena sedikit masalah, tapi hanya ada satu bagian dirimu yang aku akui.”

Ya, jangan ragu untuk melakukan apa yang aku butuhkan sekarang.

“Selera pertarungan tangan kosongmu sebanding denganku. Tidak, kupikir itu sedikit lebih baik.”

“Ha, kenapa tiba-tiba. Jadi, untuk apa kau memujiku?”

“Tapi, gaya bertarungmu dikususkan untuk satu lawan satu. Aku lebih akrab dengan cara bertarung melawan lawan yang kuat dua lawan satu. Kata kerja sama mungkin tidak cocok untukmu. Pinjamkan aku kekuatanmu.”

Setelah mendengarkan kata-kata itu, sesaat Ibuki-san menatapku.

“Kau sama atau lebih kuat dariku. Tapi hanya itu. Selain itu, kita seperti berbeda level. Kau tidak pandai belajar, kau tidak bisa mengatur kelas, atau tidak bisa bergandengan tangan dengan seseorang. Maaf, tapi menyebut dirimu sebagai sainganku itu sungguh kesombongan yang bagus.”

Sampai di situ aku akan membuatnya marah. Tapi aku tidak menghentikan kata-kataku di tengah jalan.

“Aku pikir bukankah sudah waktunya bagimu untuk memecahkan cangkangmu juga? Ibuki Mio-san.”

“...apa maksudmu?”

“Jika kamu terus mengisolasi diri seperti ini, aku yakin kamu akan berada dalam bahaya dikeluarkan dari sekolah.”

“Siapa peduli, kalau itu terjadi, biarlah terjadi.”

“Dengan kata lain, itu berarti kekalahan total yang sepenuhnya dariku, kau yakin dengan itu?”

“Ha?”

“Aku tidak bisa menyebut orang yang dikeluarkan dari sekolah di tengah jalan sebagai saingan. Bertahanlah sampai akhir dan tumbuhlah menjadi saingan yang cukup untuk mengancamku.”

“Aa mou, aku mengerti, aku mengerti, jadi diamlah. Hanya di sini aku akan mengikutimu. Sudah cukup, ‘kan?”

“Kerja bagus”

“Jadi apa yang harus aku lakukan?”

“Seperti sebelumnya, kita serang Amasawa-san pada saat yang sama. Tapi mengenainya itu tidak terlalu penting. Aku ingin kamu bertahan dan jangan sampai tertangkap olehnya. Dan aku ingin kamu terus menyerangnya tanpa henti.”

“Mengenainya itu tidak terlalu penting? Lalu apa gunanya itu?”

“Jika tebakanku benar... aku yakin kesempatan kita untuk menang ada di sana. Saat aku memberi sinyal, seranglah dengan seluruh kekuatanmu.”

Sepertinya Ibuki-san tidak paham, tapi dia tetap pergi meninggalkanku.

“Waktu menyusun rencana sudah selesai? Kalau begitu, bagaimana kalau kita mulai ronde kedua?”

Di saat yang sama, kami mulai berlari dan menuju Amasawa-san sambil berpisah kiri dan kanan.

Dilarang keras untuk terlalu dekat agar tidak tertangkap.

Dari jarak dimana tinju bersentuhan atau tidak menyentuh, aku mengatur waktu dan menjulurkan tinju.

Tentu saja, jika Amasawa-san tidak melakukan apa pun untuk mengatasinya, serangan itu akan mengenainya. Oleh karena itu, baginya, setiap serangan perlu diatasi dengan melemahkan saraf sampai batas tertentu dan berkelanjutan.

Jangan terburu-buru, tetap tenang, dan jika kau merasakan bahaya, segera ambil jarak.

Jika aku sendirian, aku tidak akan bisa melarikan diri, tapi sekarang setelah kesadarannya tersebar ke dua arah, cara bertarung ini akan berhasil.

Belum, kami masih belum membuat celah.

Sebelum napas kami naik, cepatlah dan cepat———!

Dengan melanjutkan serangan berbahaya tersebut, gerakan Amasawa-san mulai melambat.

Meskipun ekspresi wajahnya tertawa, dia jelas mulai bernapas lebih cepat.

“———Sekarang!!”

Aku mengayunkan tinju kananku dengan sekuat tenaga ke arah Amasawa-san agar tidak melewatkan kesempatan langka ini.

Sampai beberapa saat yang lalu, seranganku dihentikan dengan satu tangan, tapi dia mengambil posisi bertahan sekarang.

Meskipun tinjuku dihadang tanpa mengenai tubuhnya secara langsung, Ibuki-san yang memutar badan ke belakang, melompat/meluncur dan meninju wajah Amasawa-san saat dia sedang melihat ke belakang untuk menahannya.

(Tln : jimen o keri=menendang tanah/melompat/dash kedepan)

Tubuh Amasawa-san bergetar saat terkena pukulan untuk pertama kalinya.

“Haaaaah!”

Aku menurunkan pinggulku dalam-dalam dan melepaskan tinju lurus ke perutnya yang tidak terlindungi.

(Tln: Seikendzuki cara penyebutan tinjunya Horikita)

Memuntahkan udara dan Amasawa-san terjatuh.

Pada saat itu aku mengangkangi tubuhnya dan menyegel gerakannya agar dia tidak bisa bangkit.

“Ah... tadi itu berhasil...”

“H-hah... hah... sampai di sini saja, Amasawa-san... aku mengakui kekuatanmu, tapi tidak memiliki cukup stamina sepertinya fatal bagimu.”

Aku berhasil membalikkan keadaan dengan memanfaatkan kelemahannya yang tak terduga.

“Aha, ketahuan, ya? Aku memiliki pembawaan tubuh yang lemah.”

(Tln: kyojaku taishitsu = weak constitution/kelainan tubuh)

Meskipun sedang terikat, dia tertawa dan sedikit menjulurkan lidah tanpa panik.

Aku secara tidak sengaja melihat pakaian olahraga Amasawa-san dan meragukan mataku sendiri.

Kulitnya sedikit terlihat dari balik pakaian olahraganya.

Secara spontan aku meraih pakaian olahraganya dan dengan paksa menariknya sampai ke pusar.

“Kau, luka ini...”

Bekas seperti memar yang parah. Aku bisa melihat bekas dipukul berkali-kali.

Luka seperti hukuman yang benar-benar berbeda dari Seikendzuki yang kuberikan hanya dengan satu pukulan.

Ini adalah luka yang diterima sebelum pertarungan kami dimulai.

“Aku baru saja berkelahi sebelum melawan kalian, senpai.”

Biasanya, ini seharusnya menjadi tingkat cedera yang mengubah ekspresi wajahnya menjadi kesakitan dan mempengaruhinya dalam berjalan.

Namun, dia memiliki keunggulan dibandingkan kami berdua dalam kondisi yang sangat buruk.

Bukan karena dia tidak punya stamina.

Sejak awal, dia terus bertarung dalam kondisi sekarat.

Dia bertarung dalam situasi di mana dia membutuhkan lebih banyak pemulihan daripada aku...

Aku hampir merasa pusing dengan kebenaran ini.

Seseorang yang bisa membuat Amasawa-san terluka parah bahkan dalam kondisi sempurnanya.

Bahkan jika aku mempertimbangkan anak laki-laki, hanya Housen-kun yang terlintas dalam pikiranku yang bisa sebanding dengannya.

“Apa kau ingin tahu siapa yang melakukannya? Mungkin Housen-kun?”

Tidak diragukan lagi, kemampuan Housen-kun memang luar biasa.

Dia mungkin masih mendapatkan keuntungan bahkan melawan Amasawa-san yang memiliki kekuatan yang tidak realistis.

Tapi, aku bisa mengerti kepribadiannya bahkan hanya dari berhadapan dengannya sebentar.

Aku tidak berpikir dia akan menjawab dengan jujur.

Pada akhirnya, dia hanya menunjukan satu jawaban yang bisa aku terima.

Kalau begitu———apakah itu berarti ada orang lain yang bisa mengalahkan Amasawa-san?

Bahkan jika aku membandingkan semua siswa di sekolah dengan diriku sendiri, aku tidak dapat memikirkan siapa pun yang terlintas di pikiranku.

Jika itu Yamada-kun, tidak mungkin, tidak ada gunanya bagi dia untuk melakukan itu.

“Maaf, tapi aku tidak bisa mempercayainya. Siapa yang sebenarnya?”

“Itu aku tidak bisa menjawabnya... hah!”

Dia tidak melewatkan celah dari kelengahanku saat aku terguncang melihat kondisi cederanya.

“Hei, apa yang kamu lakukan!”

“...ya, aku sudah ceroboh.”

Amasawa-san lolos dari keadaan di mana itu satu-satunya kesempatan yang bisa kami ambil.

“Nah, sekarang situasinya kembali ke awal.”

Musuh sedang terluka parah. Meski begitu, situasinya terbalik lagi.

Aku ingin tahu apakah kami bisa menahannya lagi... Sejujurnya aku tidak yakin.

Tapi aku tidak punya pilihan selain melakukannya.

Dan entah apa yang dia pikirkan, dia pergi menuju ranselnya dan mengeluarkan tabletnya.

“Sepertinya sudah berakhir. Ini menjadi sedikit lebih menarik, tapi mungkin waktunya sudah habis.”

“Apa maksudmu?”

“Artinya sampai di sini saja. Jika kau ingin pergi, silakan pergi~.”

Mengatakan itu, dia membukakan jalan yang sejauh ini dia pertahankan dengan kuat dan tidak membiarkanku lewat.

Apa ini semacam jebakan? Amasawa-san mulai berjalan ke suatu tempat saat aku belum memahami situasinya.

“Kau mau pergi kemana?”

“Kemana? Uun, untuk saat ini ke area yang ditunjuk kali, ya. Lagipula, aku harus menjalani ujian khusus.”

Bagaimanapun, kalau dia mau menarik diri, aku perlu memeriksa kondisi Ayanokouji-kun———.

“Oh, iya. Kurasa kamu tidak perlu lagi mengejar Ayanokouji-senpai?”

“...kenapa?”

“Semuanya sudah berakhir. Kalau kau pikir aku berbohong, kenapa tidak lihat sendiri?”

“———Bagaimana dengan Ayanokouji-kun?”

Mendengar pertanyaan itu, Amasawa-san sedikit menutup matanya.

“Kenapa kamu tidak periksa sendiri saja? Tapi, kamu mungkin hanya akan menyesal karena tidak tepat waktu.”

Amasawa-san sepertinya benar-benar berniat untuk menarik diri, dia pergi melewati kami.

Jangan-jangan, apa dia sudah dikalahkan oleh seseorang?

“Apa yang akan kamu lakukan? Mengejar Ayanokouji? Kau melawan Amasawa untuk itu, ‘kan?”

“Ya, aku akan mengejarnya.”

Sudah tepat di depan mataku, dan aku tidak bisa kembali tanpa memeriksanya sekarang.

“Kalau gitu, aku akan pergi juga.”

“Kenapa?”

“Kalau Ayanokouji dalam bahaya, kupikir aku akan melihatnya dari sampingnya dan menertawainya.”

“Kamu itu jahat, ya?”

Kami berdua buru-buru memakai ransel kami dan bergegas ke I2.

Related Posts

Related Posts

Post a Comment