-->

Cari Blog Ini

Love Comedy in The Dark Vol 1 Episode 1 (4)

Episode 1 (4)



Keesokan paginya.

Aku bangun seperti biasa.

Bagian atas tubuhku masih terkapar di tempat tidur.

Matahari pagi bersinar dari luar jendela dan burung pipit berkicau.

Ibuku pun berteriak, “Mau sampai kapan kamu tidur!” aku hanya bisa menjawab, “Yaa...”, setelah mengunyah roti kering seperti sapi, aku berdiri di wastafel dengan sikat gigi di mulutku, menatap kosong pada pantulan wajahku yang acak-acakan di cermin.

Kurasa seperti inilah sosok seseorang yang sedang patah semangat.

Aku merasa seperti ubur-ubur yang mengering di darat.

(Rasanya... seperti aku sedang linglung)

Ketika aku hendak menyeberangi lampu lalu lintas merah sebuah truk membunyikan klakson.

Kakiku terinjak-injak di dalam kereta yang penuh sesak, tubuhku disikut oleh siku seseorang dan diperas seperti jus di toko buah-buahan.

Setibanya di sekolah, seragam sekolahku tersangkut di gagang gerbang sekolah dan aku terjatuh dengan keras, ketika aku sampai di kelas dan duduk di tempat dudukku, ketua kelas menatapku dengan dingin, cewek gal tidak peduli padaku, cewek anggota klub sastra fokus ke bukunya mengabaikanku, dan si jalang berkata, “Kau kenapa, kau terlihat seperti antara masih hidup dan sudah mati. Jangan jadi pengecut kalau sudah datang ke sekolah. Sebagai hukuman, hari ini belikan aku roti kari dan fruit au lait,” aku hanya bisa mengangguk dalam diam, ini mungkin masa-masa aku menjadi orang bijaksana.

(Wanita, ya?)

Hanya satu huruf, hanya tiga goresan. Terlepas dari kanji itu, yang memiliki bentuk paling sederhana yang bahkan anak TK pun bisa membaca dan menulisnya, bagiku sekarang selain dari itu hanyalah kebisingan.

Wanita.

Wanita, wanita, wanita.

Jika ditanya apakah aku menginginkannya atau tidak, tentu saja aku menginginkannya.

Teman-teman sekelasku adalah sekelompok orang bodoh yang isi otaknya cuman ngent*#, tapi aku adalah salah satu monyet dalam kategori itu.

Aku hanya bersikap sok keren dengan meyakinkan diriku bahwa aku tidak seperti mereka. Biarpun aku adalah kroco kasta kelas terbawah. Bagaimanapun juga, aku adalah pemuda yang sehat. Aku menginginkannya, ‘kan? Tidak, aku menginginkannya. Sungguh. Aku sangat-sangat menginginkannya.

Tapi, ‘kan.

Tapi, ‘kan.

(Tidak, tidak, tidak! Aku ini kenapa!)

Aku menjatuhkan diriku di atas meja dan menggaruk-garuk kepalaku.

Tidak mungkin akan semudah itu!

Karena itu hanya mimpi!

Kenyataan yang lain? Mimpiku juga mempengaruhi dunia?

Jangan konyol. Itu adalah kisah impian yang sudah melewati batas, paranoia yang bisa membuatmu ditahan di rumah sakit. Namun, yah, aku memiliki harapan pada mimpiku sendiri, dan ketika aku kembali ke kenyataan, aku kehilangan kekuatan karena kebodohanku sendiri. Pertunjukan individu, kecanduan diri sendiri, menyulut masalah untuk mendapatkan pujian. Aku tak peduli mau disebut apa, tapi aku sama sekali tidak menyukainya. Aku begitu mudah dibujuk!

Namun, itu tidak berarti aku telah kehilangan kekuatanku, jadi aku mungkin bisa memimpikan apa pun yang ku inginkan lagi malam ini. Tapi entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang pasti berubah antara aku tadi malam dan aku sebelum tadi malam. Karena aku sudah mengakuinya. Sebanyak apa pun aku berpura-pura menjadi raja dalam mimpiku, aku mengakui bahwa aku adalah sampah yang tak ada bedanya atau bahkan lebih buruk dari monyet-monyet yang aku benci itu.

Aku mungkin tidak bisa menjadi seperti diriku yang kemarin lagi.

Dokter gadungan dengan suara pengubah suara yang muncul dalam mimpiku sambil bercosplay seperti dokter wabah dan berbuat seenaknya kalau tidak salah berkata, [Aku mungkin tidak bisa menyembuhkannya sepenuhnya, tapi aku bisa meringankannya].

Jadi sebenarnya siapa sih? Orang itu?

Lagian, bagaimana bisa aku tiba-tiba punya pacar? Aku bahkan tidak terdaftar di aplikasi kencan. Maksudku, karena ini semua adalah bagian dari mimpiku, ketika aku berpikir seperti itu, semuanya terasa hampa. Semuanya jadi semakin rumit... mungkin sebentar lagi aku akan ditahbiskan dan bergabung dengan kuil di suatu tempat... atau aku hanya akan langsung mati.

...Dan.

Tepat ketika aku berpikir seperti itu. Ruang kelas mulai ramai.

“Siapa itu?”

“Mana kutahu.”

“Buset deh?”

Itulah yang dikatakan oleh teman-teman sekelasku, seperti monyet yang sedang berbagi informasi terhadap situasi yang tidak normal. Sebagai ubur-ubur di darat, reaksiku lamban. Aku mendengar suara-suara gaduh itu namun itu tidak mencapai kesadaranku.

“Apa dia murid pindahan?”

“Di kelas kita?”

“Gila. Imut banget dia.”

Tap, tap, tap.

Aku mendengar langkah kaki seseorang mendekat ke arahku.

Di dalam ruang kelas yang penuh kebisingan, suara itu adalah satu-satunya yang bisa kudengar dengan sangat jelas.

“Hai.” (Jpn : Yā)

Seseorang berdiri di depan meja.

Aku berhenti tengkurap dan mendongak ke atas.

Aku tersentak.

Itu adalah seorang wanita cantik.

Rambut hitam berkilau. Kulit halus. Lengan dan kaki yang panjang dan ramping. Gaya yang seimbang, tidak terlalu kurus, dengan tubuh yang proporsional.

Koreksi. Dia sangat cantik. Pahanya yang mengintip dari rok pendeknya sangat erotis. Dan payudaranya cukup besar hingga bisa terlihat bahkan dari bagian atas seragamnya.

Karena saat itu aku berada dalam keadaan seperti ubur-ubur kering di darat. Meskipun wanita secantik itu berdiri di depanku dan tersenyum kepadaku dengan senyuman kuno, otakku masih bagai tahu.


Dan dia, wanita yang sangat cantik itu.

Menciumku.

Tanpa ada keraguan, dan terjadi secara alami.


“...Ha? Eh?”

“Itu adalah sikap untuk menyapa, ‘kan? Aku datang ke sini untuk menepati janjiku.”

Suaranya jernih dan indah, lebih mirip seperti suara loli, yang sulit dibayangkan dari gaya erotisnya. Jarak di antara kami begitu dekat hingga bahkan suaranya yang menggelitik gendang telingaku membuatku menggigil.

Ruang kelas pada saat itu sedikit menjadi tontonan.

Karena waktu telah berhenti seketika. Ketua, cewek gal, dan anggota klub sastra, semuanya membuka mata mereka lebar-lebar dan terpaku pada si cantik berambut hitam ini dan aku. Bicara soal si jalang, dia membuka mulutnya lebar-lebar sehingga rahangnya turun dan dia tampak seperti orang idiot. Saat itulah aku benar-benar menyesal tidak menyalakan smartphoneku. Ini pasti akan menjadi video yang bagus jika aku merekamnya.

Meskipun, yah, mungkin dari semua orang, akulah yang terlihat paling bodoh pada saat itu.

“Baik dalam keadaan sakit maupun sehat.”

Wanita cantik itu dengan lembut meletakkan jarinya ke bibirnya sambil berkata,

“Aku adalah seorang dokter. Aku tidak akan melepaskan tanggung jawabku terhadap penyakit yang ada di hadapanku. Selain itu aku sudah bilang, bukan? Bahwa aku menyukaimu.”

Dan dia tersipu karena malu.

Gerakannya juga sangat imut, dan lebih dari itu, di sini aku akhirnya menyadarinya. Kalimat itu, ungkapan itu. Kualitas suaranya sangat berbeda dari apa yang ku dengar dalam mimpi, tapi jelas bahwa orang ini, wanita cantik sialan di depanku yang tiba-tiba menciumku ini, adalah——


“Senang bertemu denganmu, Satō jirō-kun. Mulai hari ini dan seterusnya, kau adalah kekasihku.”



Amagami Yumiri.

Seorang wanita yang merobohkan ketidakwajaran, menendang ketidaklogisan, dan mencibir hal yang mustahil.

Seorang diri dan satu-satunya yang mencegah krisis dunia sebelum terjadi.


Ini adalah kisah bagaimana aku, Satō jirō.

Membunuh wanita ini.

Related Posts

Related Posts

Post a Comment