Bab 2
Sedikit Firasat
2
Toko ritel elektronik yang terus ramai di datangi oleh banyak siswa dan staf sekolah.
Aku, hanya mengamati keramaian toko tersebut dari jarak yang agak jauh.
Para pelanggan yang mengantre 30 menit sebelum toko dibuka, masuk lebih dulu dan memborong produk unggulan.
Kira-kira berapa banyak barang bagus yang masih bisa dibeli oleh pelanggan yang tidak mengantre, ya.
Meski begitu, anehnya aku tidak merasa cemas.
Emangnya ada siswa yang menginginkan pembuat yoghurt? Karena aku memikirkan itu.
Tidak, pasti tidak ada. Jadi aku tak perlu khawatir———.
Aku akhirnya memasuki toko dengan pemikiran itu, tapi harapanku hancur dengan begitu saja.
Pembuat yoghurt yang ada di dalam pemberitahuan itu sudah habis terjual.
Aku menghadapi kenyataan bahwa seseorang telah membelinya.
Melihat itu, aku hampir mengambil pembuat yoghurt terbaru karena putus asa, tapi harganya lebih dari 2 kali lipat dari harga diskon, jadi aku akhirnya memutuskan untuk tidak membelinya dan meninggalkan toko.
Bahkan saat ini, para siswa yang berhasil membeli barang sesuai yang mereka inginkan dari toko ritel pada keluar dari toko dengan ekspresi bahagia.
“Kecewa berat...”
Dengan jujur, aku mengungkapkan perasaanku saat ini dengan kata-kata.
Ini adalah kesalahan yang menyakitkan karena aku tidak mencaritahu tentang pola penjualan selama diskon.
Jadi ini adalah nasib pecundang yang lalai dalam mengumpulkan informasi, ya.
Dalam perjalanan pulang ada supermarket di dalam mal. Aku seakan-akan dituntun untuk masuk ke dalam toko tersebut, dan langsung menuju ke bagian produk susu tanpa membawa keranjang.
Berbagai merek susu dan yoghurt dijual di sana. Aku hampir berhasil mendapatkan kekuatan ajaib untuk mengubah susu ini menjadi yoghurt.
Aku ingin mencobanya. Perasaan ini semakin membesar dalam diriku.
(Tln: feelingku poin ini keatas dan bawah akan menjadi hint untuk kejadian di masa depan)
Jarak antara kotak susu dan yoghurt yang biasanya aku ambil tanpa masalah terasa jauh.
Tidak, masalahnya bukan hanya jarak.
Seolah-olah terhalang oleh kaca yang tak terlihat.
Perasaan seorang anak laki-laki yang menginginkan terompet yang diletakkan di seberang etalase, aku yakin pasti seperti ini. ...Atau mungkin itu sama sekali berbeda.
Sementara aku memikirkan itu, baik pria maupun wanita terus mengambil susu dan yogurt satu per satu dan membelinya.
Di rumah kami juga, yogurt-nya hampir habis.
Tapi jika aku sekarang mengambilnya———apakah itu artinya aku mengakui kekalahanku?
Aku menyuruh diriku sendiri untuk pergi dari sana, tapi kakiku tidak mau bergerak.
Alasanya karena———
Susu dijual dengan harga diskon yang berbeda dari biasanya.
Selain itu, yogurt juga sekitar 20 yen lebih murah dari biasanya.
Kalau bukan karena insiden mesin pembuat yogurt, pasti aku akan membelinya sebelum pulang.
“......”
Seperti ketindihan, aku tidak bisa bergerak dari area produk susu.
“Harga telur juga murah belakangan ini...”
Inflasi dan situasi dunia pun membuat harga barang terus naik.
Sekalipun sekolah ini memiliki aturan unik yang agak terisolasi dari masyarakat, dasarnya tidak berbeda dengan dunia luar.
Setelah lulus, aku akan menghadapi harga-harga di depan mataku dan mempertimbangkan isi dompet setiap hari.
Atau begitulah, meski aku yang bicara tidak punya rencana untuk ke sana....
Yah, setidaknya saat ini aku masih seorang warga biasa, jadi mungkin tak ada salahnya berpikir seperti itu.
Aku hanya ingin melihat-lihat, tapi keputusan untuk datang ke sini adalah kesalahan yang besar.
Yang pasti, aku tidak bisa terus berada di tempat ini selamanya.
Aku membulatkan tekad untuk pergi dari tempat ini dengan kakiku yang terasa berat dan hampir terseret.
“Ada apa? Ini pertama kalinya aku melihat wajahmu yang kecewa seperti itu loh, AyanokĆji.”
“...KiryĆ«in, senpai.”
Kiryƫin memanggilku saat aku sedang memperkuat keinginanku untuk pergi.
Anehnya, kakiku yang seharusnya terasa berat tiba-tiba terasa ringan, dan aku bisa dengan mudah meninggalkan tempat itu.
Sejak awal aku hanya mampir untuk melihat-lihat yoghurt yang dipajang, bukan untuk tujuan apa pun.
Aku meninggalkan toko dengan tangan kosong dan Kiryƫin mengikutiku dari belakang.
Dari sana, aku pun menjelaskan kronologi kejadian dengan panjang lebar.
Mungkin aku hanya ingin seseorang mendengarkan curhatku.
Mungkin aku ingin seseorang mengerti kekecewaan ku karena tidak bisa membeli mesin pembuat yogurt.
Dari aku tahu tentang diskon itu semalam.
Aku datang segera sejak toko dibuka, tapi aku salah mengira tempat antriannya.
Akibatnya, barang itu dibeli oleh orang lain dan aku tidak bisa mendapatkannya.
Setelah mendengar seluruh rangkaian kejadian itu, Kiryƫin tertawa seolah itu lucu.
“Minatmu tidak pernah ada habisnya ya, AyanokĆji. Kau benar-benar pria yang istimewa.”
“Benarkah? Padadal aku hanya seorang siswa SMA biasa yang bisa ditemukan di mana saja.”
“Itu lelucon yang unik. Yah, sebenarnya ada bagian dari darimu yang memang seperti itu.”
Dia menyangkal, kemudian ganti membenarkannya.
“Ketawaku karena kamu melakukan tindakan yang sangat seperti seorang siswa SMA biasa. Walau kupikir obsesimu pada pembuat yoghurt itu sendiri aneh, kalau produk incaranmu diganti dengan produk lain, mungkin cerita ini tidak akan terasa aneh lagi.”
“Begitu ya...”
“Tapi apa kamu benar-benar sangat menginginkan mesin pembuat yoghurt itu? Menurutku membeli produk yang tersedia di pasaran itu jauh lebih murah, enak, dan aman.”
Sambil mengatakan itu, dia berbalik memandang ke arah supermarket yang semakin menjauh.
“Memakan makanan yang kita buat sendiri itu lebih bermakna loh. Aku sudah melewatkan kesempatan itu.”
“Walaupun tanpa ekspresi, semangatmu terasa.”
“Senpai, kamu masak sendiri tidak?”
Saat kutanya balik, Kiryƫin mengangguk tanpa ragu.
“Waktu aku masih kecil, aku menantang diriku untuk memasak agar orang tuaku senang, tapi sejak itu sama sekali tidak pernah.”
“Apa hasilnya buruk?”
“Nggak tuh? Tapi yah hasilnya sulit untuk dijelaskan. Nggak enak-enak banget, tapi nggak buruk juga. Orang tuaku tampak senang dengan usahaku menyenangkan mereka. Tapi biasanya, orang akan terus memperbaiki keahlian memasaknya setelah melihat wajah senang itu.”
Dia tampaknya tidak seperti orang-orang biasa itu, dan sepenuhnya meninggalkan jalan memasak.
“Aku biasanya beli makanan di minimarket atau di kantin. Kalaupun aku ke supermarket, aku lebih sering membeli makanan siap saji di bagian lauk pauk.”
Rasanya seperti ia mungkin juga memasak sesekali, tapi ternyata sebaliknya, ia sama sekali tidak memasak.
Justru waktu dia bilang bahwa dia tidak memasak, anehnya itu rasanya lebih bisa diterima.
“Kalau kamu? Bagaimana ceritanya kamu jadi suka memasak?”
“Aku mulainya sejak awal SMA. Ini pertama kalinya aku tinggal sendiri, dan juga karena aku start dari kelas D, ada saat ketika poin kelas kami habis tak bersisa.”
“Jadi kamu memasak sendiri untuk menekan biaya makan?”
“Walaupun disediakan makanan gratis, tapi terus-menerus makan itu sepanjang tahun juga menyakitkan. Selain itu, dengan memasak berulang kali, aku pun jadi lebih mahir dan semakin efisien. Aku baru-baru ini mulai berpikir untuk mengoptimalkan efisiensi biaya seefisien mungkin.”
Mesin pembuat yogurt itu memiliki potensi untuk menjadi langkah maju baru.
Aku mulai menyesal lagi karena tidak bisa mendapatkannya.
“Lalu? Kalau kamu benar-benar menginginkannya, kenapa tidak membelinya saja?”
“Karena perbedaan harga dengan produk unggulan terlalu besar. Meskipun dilengkapi dengan berbagai fitur, aku hanya ingin memfermentasi susu, jadi aku menilai bahwa fitur-fitur itu tidak perlu.”
Justru itulah, kalau aku nekat membeli produk yang mahal, itulah yang diinginkan oleh pemilik toko.
“Udah coba searching di internet?”
“Nggak, belum.”
“Kalau begitu, sebaiknya kamu melihatnya sebelum bersedih. Itu bisa didapat dengan harga murah kok. Aku punya beberapa situs yang bisa aku rekomendasikan.”
Mengeluarkan ponselnya, Kiryƫin mengetikkan kata pencarian di sana.
Kami berhenti di tepi lorong agar tidak mengganggu lalu lintas dan melihat-lihat produk di sana.
Lalu, kulihat ternyata barang itu bisa dibeli dengan harga yang hampir sama dengan harga diskon hari ini.
“Beneran ternyata.”
“Meski dibilang diskon, nyatanya seperti itu. Bukan hanya toko retail elektronik sekolah ini yang menghadapi kesulitan dalam mengurus stok karena barang dengan model yang sama tidak laku. Ini adalah pengetahuan umum yang harusnya diketahui oleh anak muda zaman sekarang.”
“Aku baru tahu, terima kasih.”
“Kamu tidak jadi membelinya secara online?”
“Memang benar itu bisa dibeli dengan harga yang sama, tapi aku menemukan sesuatu yang baru. Setelah balik ke kamar, aku memutuskan untuk mencari sesuatu yang lebih sederhana untuk dibeli.”
Setelah kucari-cari, pembuat yogurt yang sedang diskon itu masih memiliki terlalu banyak fitur.
Aku jadi tahu ternyata ada yang lebih sederhana dengan harga yang lebih murah dari itu.
“Terlebih lagi, aku akan merasa kalah jika membeli barang yang sama. Ngomong-ngomong, kamu tidak jadi belanja, KiryĆ«in-senpai?”
“Aku hanya mengikutimu karena aku tertarik setelah melihatmu sedang membungkuk. Aku tidak ada urusan khusus di supermarket.”
Rupanya dia tidak ada perlu di supermarket itu.
“Mengajakku bicara hanya karena kamu penasaran setelah melihatku, kamu benar-benar aneh ya.”
Mungkin dia gabut banget karena tidak ada banyak kegiatan selama liburan musim dingin.
“Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Tapi kuberitahu ya, biarpun aku gabut, aku bukan orang yang akan ikut campur dalam hal-hal yang tidak penting.”
“Baguslah kalau begitu, tapi mencurigakan.”
Ketika aku dengan jujur mengungkapkan pikiranku, dia tersenyum kecut dan kemudian menjelaskan kembali.
“Karena itu kamu, AyanokĆji, bukan orang lain.”
“Aku bukanlah orang yang pantas untuk dipuji.”
“Kamu pasti mengerti kalau sudah terlambat untuk merendahkan diri. Ketika melihatmu berhadapan dengan mereka di pulau tak berpenghuni, otomatis itu tertanam dalam otakku.”
(Tln : Ingat baik-baik bagian ini. Awal mula ketertarikan Kiryƫin sama Kiyotaka)
Musim panas, di tepi pantai tempat aku mengakhiri pertarungan terakhirku dengan Tsukishiro.
Kiryƫin juga adu tinju dengan Shiba yang sepertinya bawahan Tsukishiro, dalam upaya untuk membantuku.
Wajar dia memperlakukanku dengan istimewa tidak hanya dari segi fisik, tapi juga karena aku berada dalam situasi yang tidak biasa yang biasanya tidak akan terjadi.
“Karena itulah sangat disayangkan.”
“Disayangkan?”
Layaknya seorang gadis sebelum mengungkapkan apa yang selama ini terpendam di dalam hatinya, Kiryƫin menghembuskan napas panjang.
“Selama musim panas aku sering kali berpikir, kalau saja sekolah ini memiliki sistem mengulang setahun.”
“Mengulang setahun?”
Bagi siswa yang tidak bisa lulus sebagai Kelas A, itu mungkin pernah mereka pikirkan sesekali ketika mereka merasa putus asa.
Tapi mereka langsung menyerah.
Lagipula, sekolah ini tidak membolehkan ada yang mengulang setahun sebagai aturan dasar.
“Itu pemikiran bodoh, bukan?”
“Pastinya. Kebanyakan siswa tidak akan menentang aturan yang telah ditetapkan.”
Melanggar aturan itu sendiri memang bisa dilakukan oleh siapa saja.
Melawannya, memutarbalikkannya. Meyakinkannya, mengubahnya. Itu sulit dilakukan.
“Meski begitu, aku ingin mempertimbangkan pilihan untuk tinggal di sini tahun depan. Jika itu memungkinkan, aku akan bisa melihat setahun perjalananmu dari dekat.”
“Ternyata ada siswa yang berpikiran seperti itu, ya? Sudah kuduga kamu aneh.”
Mengingat ini Kiryƫin, itu bukan hanya delusi dalam pikiran belaka.
“Tak ada yang tidak bisa dibeli dengan poin pribadi. Aku bahkan mencoba bertanya pada guru berdasarkan kriteria itu, tapi jawabannya tetap tidak bisa.”
“Untuk memperjelas, apakah dengan jumlah uang terbanyak 20 juta poin tetap tidak bisa?”
Untuk memutarbalikan sekolah yang tidak mengakui pengulangan setahun ini, itu hanya dapat dilakukan dengan membayar harga yang sangat mahal.
Ada bagusnya bertanya, tetapi dari ekspresi Kiryƫin, tampaknya tidak perlu mendengar jawabannya.
“Pembelian terbesar di sekolah ini adalah hak untuk pindah ke kelas mana pun. Kecuali kamu menyukai hal-hal aneh, kamu bisa mewujudkan impian selama 3 tahun dengan pindah ke Kelas A menjelang kelulusan.”
“Benar. Tidak ada pembelian yang butuh uang lebih banyak daripada itu, ‘kan?”
Keseimbangan kekuatan hak jaminan Kelas A dan hak menunda setahun adalah sesuatu yang mutlak tidak berubah.
Siapa juga yang mau menginvestasikan 20 juta poin untuk menunda kenaikan kelas yang resikonya tinggi.
“Lalu, kenapa tidak boleh mengulang setahun meski aku mau mengeluarkan sejumlah besar uang? Tidakkah menurutmu itu aneh? Meski dalam buku aturan sekolah ada hak untuk mencegah atau membatalkan pengusiran, bahkan pindah kelas, tapi sistem mengulang setahun sendiri tidak pernah ada sejak awal.”
Itu benar sekali. Mengatakan bahwa tidak ada yang tidak bisa dibeli mungkin tidak terlalu berlebihan ketika membicarakan nilai poin pribadi. Di dalamnya terdapat kenyataan bahwa ada yang tidak dapat dibeli.
Seperti yang kusebutkan tadi, mengulang setahun dengan sengaja tidak bisa dianggap lebih berharga bagi siswa dibandingkan dengan pindah ke kelas A di tahun ajaran yang sama.
Meskipun begitu, selama itu tidak diakui, pasti ada alasan di baliknya.
“Siswa yang ingin mengulang setahun telah berada di sekolah ini lebih lama satu tahun, jadi mereka memiliki pengetahuan yang cukup banyak soal ujian khusus dan sejenisnya. Hal ini mungkin bisa dianggap tidak adil bagi kelas lain dari segi informasi, tapi tetap saja.”
Informasi, ya. Memang pemikiran itu mungkin bisa jadi benar, tapi berbagi informasi dapat dilakukan tanpa harus mengulang setahun. Senpai yang baik hati dapat dengan mudah memberikan sebanyak mungkin informasi kepada kĆhai-nya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu keunggulan dari informasi itu tidak akan terlalu memberikan perbedaan.
Ujian khusus yang diadakan umumnya berbeda dengan ujian yang pernah diterima oleh tahun ajaran di atasnya.
Meskipun itu bisa memberi keuntungan dalam ujian tertulis, kecil kemungkinannya itu tidak akan berdampak besar pada banyak orang.
“Mungkin karena dikhawatirkan itu bisa menurunkan reputasi sekolah?”
“Hooh? Maksudmu?”
“Sekolah ini memberikan manfaat terbesar bagi mereka yang lulus sebagai Kelas A. Perusahaan juga akan menilai lulusan dari Kelas A sebagai siswa yang berprestasi dan mereka akan diterima atau dipekerjakan diperusahaan tersebut. Tapi bagaimana jika siswa yang mengulang setahun ada di kelas itu, bukankah mereka akan mempertanyakan reputasi sekolah? Bagi pihak universitas atau tempat kerja yang hanya dapat melihat hasilnya dari luar, mereka akan melihat fakta bahwa siswa tersebut memang lulusan dari kelas A tapi entah kenapa dia mengulang setahun. Kita bisa ambil contoh KiryĆ«in-senpai. Orang aneh yang melakukan sesuatu yang tidak efisien karena tidak lulus sebagai kelas A di tahun itu, dan malah mengulang setahun. Meski memiliki kemampuan, tapi itu sulit untuk dilihat oleh pemberi kerja. Menilai hal tersebut akan sangat sulit.”
Mungkin siswa seperti itu juga bukan siswa yang ingin dikirim oleh pihak sekolah.
“Jadi sekolah tidak menerapkan sistem mengulang setahun, guna menghilangkan pola yang merepotkan ya.”
“Kupikir alasan ini yang paling tepat.”
“Cukup masuk akal. Kalau aku mewawancarai diriku sendiri, mungkin aku akan menolak lamarannya.”
Itu adalah lelucon mencela diri sendiri hanya karena ia begitu yakin dengan kemampuannya sendiri.
“Daripada iseng ngulang setahun, lebih baik kamu pindah ke kelas Nagumo.”
“Aku tidak tertarik dengan itu.”
“Meskipun kamu memiliki 20 juta poin yang kamu kumpulkan hanya dengan kekuatanmu sendiri?”
“Kalaupun aku punya. Aku tidak peduli mau lulus dari kelas manapun.”
“Aku beranggapan kalau tidak ada perbedaan besar bagi KiryĆ«in-senpai antara lulus sebagai Kelas A atau Kelas D, tapi normalnya orang akan berpikir kalau bisa, lebih baik lulus sebagai Kelas A.”
Jika diasumsikan tidak ada yang akan menderita, maka lebih baik pindah ke kelas A.
“Setelah lulus, ada sistem untuk menukarkan poin pribadi menjadi uang tunai sungguhan. Bagiku itu yang lebih penting.”
Berapa pun jumlahnya, itu adalah dana penting bagi siswa yang baru lulus SMA.
Tapi, jika dibandingkan dengan lulus sebagai kelas A yang berpotensi memberikan manfaat besar di masa depan, biasanya itu tidak akan dipertimbangkan.
“Poin pribadi bisa mengabulkan sebagian besar keinginan siswa, tapi itu bukan berarti semua keinginan dapat terpenuhi. Mungkin juga ada makna seperti itu di dalamnya.”
“Benar juga. Itu juga tidak bisa memecat guru yang tidak cocok denganmu, sih.”
Sambil menyeringai, Kiryƫin mengatakan sesuatu yang berbahaya.
“Sepertinya kamu sudah pernah mencobanya, ya.”
“Fufu, aku no comment deh.”
“Jadi kamu benar-benar tidak tertarik dengan Kelas A?”
“Itu tidak terlalu mengejutkan, bukan? Memang sih itu masuk kategori langka, tapi kupikir aku bukan orang pertama. Selain itu, kamu juga berpikiran serupa, ‘kan, AyanokĆji?”
Aku memang tidak memiliki keterikatan yang kuat untuk lulus sebagai Kelas A.
Alasannya, karena aku tidak menerima dukungan kuat dari sekolah yang merupakan manfaat terbesarnya.
“Itu benar sih, KiryĆ«in-senpai dan aku mungkin tidak beda jauh. Tapi, meskipun ada siswa lain sepertiku yang tidak tertarik dengan Kelas A, perbedaan kami dan KiryĆ«in-senpai itu masih besar.”
“Apa perbedaannya?”
“Kontribusi untuk kelas. Biasanya seseorang akan bergerak untuk kepentingan teman-temannya meskipun itu tidak penting bagi dirinya sendiri. KiryĆ«in-senpai yang memiliki kemampuan tinggi pasti dapat membantu Kelas B untuk bersaing dengan mantan Ketua OSIS Nagumo. Meski ada perbedaan dalam kepribadian dan pemikiran, teman-teman sekelasmu pasti pernah mengandalkanmu bukan hanya sekali atau dua kali.”
Yah, begitulah. Kiryƫin mengiyakannya seolah-olah itu bukan urusannya.
“Tapi selama 3 tahun ini, hingga saat ini, kamu terus bertindak tanpa ragu hanya untuk diri sendiri.”
“Bisa saja aku sudah memberikan kontribusi di balik layar, ‘kan? Mungkin aku hanya tidak bisa mengalahkan Nagumo.”
“Melihat Kiriyama-senpai yang sekelas denganmu———bukan, melihat seluruh siswa tahun ketiga, aku bisa tahu. KiryĆ«in-senpai hanya bertindak untuk dirimu sendiri, tapi juga tidak menjadi beban. Karena itu, kau dianggap tidak ada oleh musuh maupun teman.”
Bagi teman maupun musuh, dia adalah sosok yang hampir seperti udara.
Menjadi hampir seperti udara, terlepas dari apakah dia berbakat atau tidak, itu bukanlah hal yang mudah.
“Ada juga orang-orang yang melontarkan kekesalan dan ketidakpuasannya, tapi seiring berjalannya waktu, mereka berhenti mengajak bicara.”
Tapi meski demikian, alasan dia tetap dimaafkan itu karena prestasinya.
Diberikan penilaian tinggi oleh sekolah dalam hal kemampuan akademik dan fisik menunjukkan bahwa dia cukup berprestasi dalam pelajaran yang berhubungan dengan ujian tertulis, olahraga, atau kompetisi. Dia tidak lepas tangan dibagian yang terlihat seperti seseorang (aku juga sih) dari kelasku.
“Bolehkah aku juga tanya sedikit?”
“Memangnya ada yang ingin kamu tanyakan?”
“Itu pertanyaan bodoh. Ada banyak sekali hal yang ingin kutanyakan. Tapi menanyakan 10 atau 20 hal juga hanya akan menyusahkanmu, dan tak ada jaminan aku akan mendapatkan jawaban yang sebenarnya.”
Dia tahu batas, setelah menyampaikan pengantar seperti itu, dia mulai mengajukan pertanyaan.
“Bisakah aku menganggap kalau masalah yang kau hadapi saat itu sudah beres?”
Meskipun itu penafsirannya luas, aku bahkan tidak perlu berpikir lama-lama untuk mengetahui apa yang dia maksud.
“Berkat bantuanmu. Sekarang, aku menjalani hari-hariku dengan tenang.”
Aku menekankan bahwa aku berjalan di sini dengan menggunakan tubuhku seperti yang kulakukan sekarang.
“Mau berapa kali pun aku mengingatnya, aku tidak bisa melupakan gerakanmu yang begitu lembut yang ku lihat di pantai saat itu. Itu melampaui semua yang aku duga, bayangkan, dan pikirkan sebagai potensi manusia. Bahkan jika aku menceritakannya pada OjÄ«-sama, beliau pasti tidak akan percaya.”
(Tln: Ojii-sama = Kakek)
“OjÄ«-sama?”
“Maaf, apakah ucapanku sulit dipahami? Itu adalah panggilan untuk kakekku.”
Kiryƫin menyipitkan matanya seolah merindukannya, mungkin ia teringat pada kakeknya.
Meskipun aku memahami arti kata itu, seharusnya tidak banyak orang yang biasa menyebut kakeknya Ojī-sama.
“Kamu memakai panggilan yang tidak biasa, ya?”
“Begini-begini aku tuh seorang putri dari keluarga yang cukup baik. Di rumah, aku selalu memanggil beliau dengan sebutan itu.”
(Tln: Putri di sana = OjĆ-sama. Mereka keknya dari golongan orang penting)
“Ternyata begitu ya. Koreksi, yah bukan berarti aku tidak berpikir kamu seperti itu.”
Entah kenapa, aku selalu merasa kalau ia itu seperti sudah dibesarkan dengan baik.
Tapi sebaliknya, ada juga kesan kalau dia itu kasar, jadi tidak ada bukti yang mendukung pemikiran tersebut.
“Masa kecilku lebih banyak kuhabiskan dengan OjÄ«-sama daripada dengan orang tuaku yang sibuk bekerja. Sederhananya, bisa dikatakan aku adalah anak kakek.”
Ia tersenyum dengan mata menyipit seperti sedang mengenangnya. Itu adalah ekspresi yang tak akan bisa dilakukan jika dia memiliki banyak kenangan buruk.
“Waktu aku tahu kalau aku akan masuk ke sekolah ini, aku sangat sedih karena tidak bisa bertemu dengan beliau selama tiga tahun.”
“Sepertinya OjÄ«-san juga menyayangimu ya, KiryĆ«in-senpai.”
“Ya, beliau saja sampai bilang kalau aku mau keluar dari sekolah ini, aku boleh keluar kapan saja.”
Dari pernyataannya saja, kelihatannya dia bukanlah kakek biasa, karena dia mengatakan hal-hal yang cukup buruk kepada cucunya yang akan memasuki lingkungan baru.
(Tln: lingkungan baru di sana konteksnya aku kurang paham, apakah tentang masuk sekolah ini atau menjadi bagian dari masyarakat)
“Tapi jika kau benar-benar dikeluarkan dari sekolah, bukankah itu akan membuatnya syok?”
“Enggak, OjÄ«-sama pasti malah akan sangat senang. Lagipula, jika aku tidak memutuskan untuk menentukan jalan hidupku sendiri, beliau pasti dapat membawaku ke universitas atau perusahaan besar hanya dengan satu perintah.”
Dengan kata lain, walaupun dia tidak lulus sebagai Kelas A, dia masih menerima dukungan yang setara———atau bahkan lebih dari itu dari kakeknya. Tampaknya beliau memiliki kekuasaan dan kasih sayang.
Di kelas kami juga ada seorang pria yang memiliki cara berpikir berbeda, tapi posisinya agak mirip.
“Apa mungkin, KiryĆ«in-senpai tahu sesuatu tentang KĆenji?”
“KĆenji? Kenapa kamu tiba-tiba nyebut namanya?”
“Alasannya, ya. Lihat tuh, di sana.”
Karena aku melihat sosok KĆenji yang berjalan ke arah kami di depan mataku.
Ditambah topik pembicaraan kami, jadi aku pun tak sengaja menanyakan hubungan mereka.
“Kupikir kamu tidak punya hubungan dengan orang aneh seperti dia sih.”
Dia menarik perhatian para siswa di sekitar dengan tatapan aneh.
Dia memegang kotak besar dengan logo produsen terkenal sendirian. Dari bentuk kotak kardus yang unik, aku bisa menebak apa isi di dalamnya. Mungkin itu TV layar datar besar.
“Kamu tidak tahu? KĆenji itu katanya anak seorang pengusaha yang cukup terkenal loh. Apalagi kudengar ia sudah ditunjuk sebagai presiden perusahaan berikutnya.”
“Benarkah? Mungkin akar dari keeksentrikannya itu dari sana. Tapi sayangnya, aku tidak tahu banyak soal itu. Jika memang terkenal, aku tidak akan heran jika OjÄ«-sama memiliki koneksi dengan keluarganya.... Tapi yah, bagaimanapun itu bukan urusanku.”
Rupanya KiryĆ«in tidak tahu seluk beluk soal dunia politik dan bisnis. Dalam hal itu, aku bersyukur dia tidak terlihat seperti pernah mendengar nama keluarga yang sedikit tidak biasa seperti [AyanokĆji].
Yah, meski dia seperti mengingat nama keluarga itu, menghubungkannya langsung denganku itu tidak masuk akal. Meski nama itu tidak biasa, mengasumsikan kalau itu berarti kami memiliki hubungan keluarga yang sama tidaklah mudah.
“Apa mungkin itu alasan ketidaktertarikanmu pada Kelas A?”
“Enggaklah. Aku putuskan untuk masuk ke sekolah ini karena aku jenuh dilahirkan di keluarga yang kaya. Aku tidak bermaksud mengandalkan keluargaku setelah lulus. Karena persaingan kelas di tahun ketiga sudah berakhir, jadi aku fokus pada pendidikan lanjutan dan mencari pekerjaan seperti mereka yang berada di Kelas B kebawah.”
Dengan kata lain, Kiryƫin telah memiliki arah masa depan yang jelas.
Apalagi sepertinya dia tidak mau menerima bantuan dari keluarganya.
“Buat referensi, KiryĆ«in-senpai, bolehkah aku tanya jalan hidup seperti apa yang akan kamu ambil?”
“Pertama-tama, aku akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Jika diterima sebagai mahasiswa beasiswa, biaya yang dibutuhkan bisa dikurangi. Aku akan bekerja paruh waktu untuk menutupi kekurangan uang buat kebutuhan sehari-hari. Itu bukanlah sesuatu yang perlu kuceritakan panjang lebar.”
“Selain bagian beasiswa, kedengarannya itu seperti mahasiswa biasa ya.”
“Hidup sesuai keinginan, belajar sendiri dan tumbuh dewasa. Setelah itu, bekerja di sebuah perusahaan kecil atau menengah di suatu tempat. Lebih rendah dari itu juga tidak masalah. Pokoknya menjalani hidup tanpa menyeret nama dan statusku sebagai keluarga KiryĆ«in.”
Hidup di tengah masyarakat tanpa menonjol, tanpa dibatasi, dan dengan bebas.
Sepertinya ada tekad yang kuat dalam kata-kata Kiryƫin.
“Tidak buruk.”
“Iya, ‘kan? Tidak perlu ada yang istimewa. Paling tidak, saat ini itulah rencanaku.”
Di satu sisi, itu mirip dengan pemikiranku ketika aku masuk sekolah ini. Tidak peduli apakah kelas naik atau turun. Aku akan terus menjalani hidup untuk kebebasan diriku sendiri.
Seseorang yang menerapkan pemikiran itu selama tiga tahun sekarang tepat ada di sebelahku.
“Namun, hidup yang damai dan tenang tidak mudah didapatkan. Meskipun sekarang itu tidak ada masalah, mau tidak mau nama KiryĆ«in akan mengikutiku setelah lulus.”
Aku tidak tahu apa-apa soal garis keturunan Kiryƫin, tapi jika itu adalah keluarga yang cukup terkenal, maka wajar jika ada sejumlah jalan yang telah ditentukan.
Seperti diriku, meskipun melarikan diri ke sekolah ini karena keinginan untuk memberontak, tetap akan tiba saatnya tiga tahun berakhir.
“Apa OjÄ«-san tidak mau membiarkanmu mandiri?”
“Bukan, justru orang tuaku. Tidak seperti OjÄ«-sama, mereka sama sekali tidak memiliki humor. Tidak sulit untuk membayangkan bagaimana mereka akan bereaksi jika mereka tahu bahwa aku ingin menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja.”
Mungkin ada kesamaan dengan situasi keluargaku terkait hal tersebut.
Mendengarkan ceritanya, membuatku merasa kalau situasinya sangat mirip denganku.
“Aku tidak menyesali tindakanku selama tiga tahun ini. Aku sudah hidup dengan caraku sendiri.”
Meskipun ia menyatakan keyakinannya, ada sedikit keraguan di wajahnya yang kulihat dari samping.
“Meski begitu, keinginan untuk melihat diriku sendiri yang tidak memilih hanya mengejar kebebasan masih membara. Mungkin itulah alasan mengapa aku mencoba mencari cara agar bisa mengulang setahun.”
Jika Kiryƫin-senpai mejalani hidup dengan sepenuh hati selama tiga tahun itu.
(Tln: aku bingung sama penulisan Kinugasa ini. Kadang di monolog pakai senpai kadang enggak. Apakah ada maksud tersendiri?)
Tidak salah lagi bahwa dia akan menjadi ancaman bagi Kelas A yang dipimpin oleh Nagumo.
Mungkin hidup sesuai garis keturunan pun tidaklah mudah.
“Pertarunganmu dengan Nagumo belum berakhir, ‘kan? Apa rencanamu?”
“Semoga saja ada kesempatan untuk itu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi.”
Semua tergantung keputusan sekolah. Apakah ada ruang bagi diriku dan Nagumo untuk masuk tergantung pada faktor keberuntungan.
Selain itu———.
Terima atau tidak, mungkin akan ada rute di mana pertarungan itu tidak bisa diwujudkan.
“Aku tidak berpikir kamu akan lengah atau sombong, tapi kamu harus tetap hati-hati selama semester ketiga.”
“Apakah ini nasihat dari Senpai?”
“Aku tidak akan menyebutnya nasihat. Hanya saja, beberapa hari lalu kudengar Nagumo sedang bicara di telepon dengan seseorang. Dia sepertinya sangat sibuk mengumpulkan gosip-gosip tentang siswa tahun kedua.”
Mungkin Nagumo sedang memasang antena lebih banyak agar pertarungannya denganku terwujud.
(Tln: antena mengacu pada jaringan informasi)
“Ujian khusus berikutnya yang kamu ikuti mungkin akan lebih sulit dari yang kamu kira.”
“Sekolah tidak akan membocorkan informasi secara tidak sengaja, tapi dari statistik di masa lalu, tampaknya cukup mudah untuk memprediksi tingkat kesulitan ujian khusus. Sebenarnya, bagaimana dengan ujian khusus yang diadakan pada awal semester ketiga tahun kedua?”
Jika kemungkinan besar tren serupa akan berlanjut, maka Nagumo pasti akan mengaitkannya dengan ujian khusus tahun lalu.
“Entahlah. Di angkatan kami, Nagumo memegang kendali dan memiliki otoritas penuh. Aku hanya berada di Kelas B dan menjalani hari-hari yang biasa. Aku tidak mengingat semuanya secara rinci.”
“Begitu ya.”
Memang benar, pada dasarnya Kiryƫin jarang sekali ikut berpartisipasi dalam ujian khusus.
Tapi ada sesuatu yang mengganjal ketika dia bilang kalau dirinya tidak ingat.
“Tapi waktu ujian khusus itu, ada satu orang dari Kelas B yang pergi.”
“Pergi, maksudmu dia dikeluarkan dari sekolah?”
“Seingatku begitu. Mungkin itu pengorbanan yang diperlukan. Dia mungkin dieliminasi karena penyesuaian yang dilakukan oleh Nagumo.”
Hasil pertarungan dan imbalan ideal yang dipikirkan oleh Nagumo.
Jika itu ujian khusus yang mengharuskan ada siswa dikeluarkan, maka akan ada beberapa pengorbanan.
Jika cerita Kiryƫin ini benar, mungkin saja akan ada perkembangan yang sulit di awal semester ketiga.
“Tapi kebanyakan dari mereka yang dieliminasi dari Kelas D atau C, ‘kan?”
“Entahlah. Aku tidak ingat apa-apa tentang situasi di kelas lain.”
Ia mungkin tidak tertarik dengan kelas lain lebih dari berita televisi yang disiarkan pagi ini.
Meski begitu, untuk seseorang yang bilang bahwa dia tidak mengingat apa-apa, dia tampaknya mengingat poin-poin penting.
“Tapi belum tentu juga akan sama seperti tahun lalu. Nggak usah terlalu khawatir.”
“Kalau yang bilang KiryĆ«in-senpai yang nggak tahu apa-apa, rasanya nggak meyakinkan.”
Untuk saat ini di tempat ini, aku akan mengikuti arus dan tidak menyelidikinya terlalu dalam.
“Maaf telah menghentikanmu. Kalau bukan di waktu seperti ini, aku tidak akan bisa ngobrol santai denganmu. Ini adalah kesempatan bagus.”
“Aku juga senang bisa berbincang denganmu, KiryĆ«in-senpai.”
Kiryƫin membalikkan badan dan hendak berjalan, tapi langsung berhenti dan berbalik.
“Ini hanya firasatku, tapi rasanya kita akan bertemu lagi di tempat lain luar sekolah ini———mungkin dalam waktu dekat di masa depan.”
“Apa firasat Senpai sering kali benar?”
“Biasanya hanya 50%.”
Kurasa itu benar-benar hanya sekedar firasat....
“Tapi kali ini aku cukup yakin. Jika harus menyebut alasannya, itu karena kamu bukanlah siswa SMA biasa. Jika kamu tidak terbenam dalam masyarakat, suatu saat kamu mungkin akan menarik perhatianku lagi.”
“Mungkin lebih baik itu tidak terjadi, ‘kan? Pastinya KiryĆ«in-senpai menginginkan kehidupan yang normal.”
“Hm? Fufufufu, mungkin kau ada benarnya.”
Kiryƫin mengangkat tangannya sedikit dan berjalan ke luar dari Keyaki Mall.
Bertemu di tempat lain, ya.
Masa depan itu mungkin tidak akan pernah datang.
Tapi, jika masa depan seperti itu ada———
Tidak, lebih baik kubuang pemikiran itu.
Tidak ada gunanya mengkhayalkan hal yang jauh di masa depan seperti itu.
Sekarang, aku hidup dengan bebas pada saat ini.
Itu sudah cukup bagiku.