Bab 5
Acara Festival Budaya
3
Kurang dari dua jam setelah festival budaya dimulai, maid café menjaga jumlah pelanggan sesuai rencana.
Yang terpenting adalah seberapa banyak kami bisa menjual produk yang kami stok. Terutama roll film yang kami stok dalam jumlah banyak, karena harganya itu sekitar 70 poin per roll.
Sejauh ini, tampaknya terjual dengan baik, dan aku, si juru kamera instan dan foto, sibuk berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain di dalam kelas.
Modal investasi untuk perlengkapan pemotretan tidaklah murah, karena kamera instan yang harganya hampir 9.000 poin, kami membelinya satu lagi sebagai cadangan kalau-kalau kamera itu rusak.
“Ada yang mau berfoto satu kali~!
Suara para maid bergema di dalam kedai dan aku beranjak dari ruang tunggu dengan kamera di tanganku.
Kali ini sepertinya ada yang ingin berfoto dengan MÄ«-chan, dan segera Ichihashi, yang bertugas menagih, menerima poin dengan ponselnya dan menyelesaikan pembayaran.
“Baiklah, ciss!”
Setelah mengambil two shot MÄ«-chan dan seorang pelanggan yang tersenyum lebar, aku memeriksa film yang keluar dari kamera instan.
(Tln: two shot = foto dua orang, laki-laki dan perempuan)
“Sudah kuduga...”
Aku sudah curiga di saat pemotretan, ternyata aku menekan shutter saat mata MÄ«-chan terpejam.
“Uh, maaf AyanokĆji-kun...”
“Jangan dipikirkan. Akan ku foto sekali lagi.”
Selembar foto kenangan, tak masalah jika ekspresi tamu sedikit masalah, tapi kami tidak bisa memberikan foto yang terdapat kesalahan pada ekspresi maid.
Selain menjadi perhatian bagi para tamu, hal ini pun menjadi perhatian bagi para maid, seperti MÄ«-chan.
Tidak mungkin seorang gadis mau memberikan foto dirinya yang terlihat buruk.
Karena itulah, biarpun sekali foto dihargai 800 poin, 2, atau bisa jadi 3 roll film, mungkin diperlukan untuk sekali pesanan.
Pemotretan kedua hasilnya bagus, jadi foto yang sudah jadi diserahkan kepada pelanggan.
Setelah pemotretan selesai, aku segera kembali ke ruang tunggu lagi.
Yah, aku hanya terus melakukan ini sejak pagi.
Terlepas dari itu———.
Festival budaya ini, dengan banyak tokoh politiknya, merupakan peluang yang sempurna untuk pria itu.
Aku bisa bayangkan dia akan melakukan semacam rencana untuk menjebakku, tidak peduli berapa banyak orang yang ada di sekitar.
Ketua Sakayanagi pasti juga menduga hal ini.
Namun, tidak ada tanda-tanda perubahan apa pun yang terjadi di waktu menjelang siang hari ini.
Tsukishiro, dan siswa misterius yang mengunjungi kamarku saat festival olahraga, aku teringat percakapan dengan mereka berdua.
[Tapi tidak peduli seberapa hebatnya dirimu, kamu masihlah anak-anak. Kamu semestinya mengerti bahwa orang itu juga mengirimku setelah memperhitungkan kekuatanmu itu]
[Setelah Tsukishiro tersingkir, sisanya hanyalah menyingkirkan siswa White Room dan kedamaian akan kembali. Kupikir kamu mungkin sudah salah paham soal itu, jadi aku datang ke sini untuk menasihatimu]
Jika hal-hal ini kukaitkan dengan agak paksa, maka wajar untuk berpikir bahwa dia akan menyingkirkanku secara paksa menggunakan orang dewasa yang bukan siswa melalui festival budaya.
Faktanya, dia sudah menggunakan Tsukishiro untuk memaksakan pelaksanaan festival budaya, seperti yang seharusnya dia lakukan.
Masak iya dia melewatkan peluang yang sempurna ini setelah mengakali banyak orang.
Tidak, ini masih bagian dari akal bulusnya.
Melewatkan peluang. Tentu saja, festival budaya ini masih belum berakhir.
Tapi bagaimana jika ia sama sekali tidak melakukan apa-apa di sini?
Itu bukan hanya sekadar kelalaian———.
“AyanokĆji-kun, gimana nih, sepertinya kita kehabisan Darjeeling!”
(Tln: Darjeeling sejenis teh)
Melihat MÄ«-chan bergegas masuk dengan panik, aku berhenti berpikir.
Sementara ini, mari kita fokus pada masalah yang ada.
Kami sudah menyiapkan beberapa jenis teh, tapi Darjeeling yang terbuat dari daun teh premium langsung terjual habis. Kami mengurangi stok seminimal mungkin setelah berdiskusi, karena ini adalah produk mahal yang harganya sampai 1.200 poin, tapi tidak disangka terjual dengan sangat baik.
Sebaliknya, penjualan teh hitam murah dalam kantong teh celup yang praktis sangat buruk.
Karena mustahil untuk membeli lebih banyak stok di hari acara, jadi stok tidak dapat ditambah lagi sekarang.
“Segera pasang stiker terjual habis pada semua daftar menu. Aku akan ubah papan menu yang dipasang di luar dengan tulisan tangan.”
“Ba-Baik.”
Segera setelah aku mengambil spidol warna, aku mengubah papan menu di pintu masuk kedai.
Keduanya adalah alat bantu murah yang dibeli dari kedai seragam, tapi berguna.
“Sip.”
Aku menekankan kata [Habis terjual karena banyak peminatnya] yang ditulis di menu Darjeeling. Meskipun yang terjual habis hanya 1 produk, ini juga akan menjadi bentuk promosi dari popularitas maid café.
Segera setelah itu, lengan seseorang terulur dari sisi kiri di belakangku.
Kain yang dapat kulihat bukanlah seragam sekolah, melainkan kain jas.
“Ambillah tanpa berbalik.”
Selembar kertas putih yang dilipat dua bergoyang tertiup angin yang masuk sedikit melalui jendela.
Tepat ketika aku mengira mungkin tidak ada kontak, jadi ini kontaknya.
Mudah saja untuk mengabaikan perintah untuk tidak berbalik, tapi aku menerimanya tanpa bergerak.
Orang yang mendekatiku hingga jarak dekat tanpa memberiku tanda-tanda kedatangannya, bukanlah orang biasa.
“Boleh kutanya namamu?”
“Penyelidikan yang tidak perlu.”
Segera setelah aku menerima kertas itu, lengan kiri itu menghilang dari pandanganku.
Setelah tetap dalam posisi itu untuk sementara waktu, aku merasakan kehadiran orang lain mendekat.
“Ada apa, Kiyotaka-kun?”
YĆsuke tampaknya keluar dari ruang kelas karena khawatir aku tidak segera kembali.
“Maaf, aku habis didatangi oleh seorang tamu yang tersesat jadi aku membantunya. Apa ada masalah?”
“Pesanan mulai membludak. Stan-stan makanan di luar juga tampaknya lebih sukses dari yang diharapkan.”
“Begitu, jadi kita keteteran pesanan, ya. Aku akan segera ke sana.”
Setelah memastikan bahwa YĆsuke telah menjauh, aku membuka lipatan kertas yang kupegang di tangan kananku.
[Aku datang untuk menjemputmu. Keputusan ada di tanganmu. Akan kutunggu di gerbang depan]
Dengan sopan disertai dengan nomor telepon.
Keputusan ada ditanganku?
Misal dia serius memberiku pilihan, apa dia benar-benar berpikir aku akan memilih untuk pulang?
Tidak jelas seberapa besar makna dari memo ini. Satu-satunya kebenaran adalah bahwa orang yang menyerahkan ini padaku setidaknya terhubung dengan White Room.
Apakah orang tadi menilai bahwa dia tidak bisa menggunakan kekuatan langsung dan menyerahkannya keputusannya padaku sendiri?
Namun fakta bahwa tidak ada langkah yang diambil sejauh ini mungkin ada hubungannya dengan kalimat ini. Apa pun itu, tidak ada gunanya memikirkannya. Kutelan kertas itu setelah kugulung menjadi bola kecil di mulutku.
Kertas berasal dari tanaman dan bagian utamanya adalah selulosa. Karena tidak memiliki enzim pengurai, itu tidak dapat dicerna dan dikeluarkan utuh. Jika pihak ketiga mengambil memo ini, tidak akan menjadi masalah, tapi akan menimbulkan beberapa kerugian jika aku sembarangan menyimpannya. Aku tidak bisa bergerak bebas di festival budaya ini, jadi lebih baik melakukan ini secepatnya, karena tidak akan menimbulkan masalah lebih lanjut.
Bisa di basahin air lalu di cacah,bisa dibakar, bisa disobek kecil kecil, ini malah ditelen kaya obat kapsul jir kertasnya..
ReplyDeletehaha
DeleteOutstanding move by ayanokoji si pemakan kertas
ReplyDelete