-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 8 Bab 3 Part 1 Indonesia

Bab 3
Perjalanan Sekolah Hari Ke-2


1


Kami keluar, tapi ada sedikit masalah menghadang kami. Kami mendapat kabar bahwa bus terjebak macet dan akan terlambat 10 menit. Ada banyak siswa yang menunggu bus untuk pergi ke area ski, dan ketika aku berbalik, pintu masuk telah dipenuhi oleh orang-orang.

“Ini dingin, tapi sepertinya cukup aman untuk menunggu di luar.”

Menghembuskan napas putih, Watanabe menatap langit dengan muram. Ini adalah bencana karena kami keluar sedikit lebih cepat daripada siswa lainnya, tapi apa boleh buat. Sekalipun kami kembali ke kamar, kami tidak akan bisa bersantai lebih dari 5 menit. Kami grup 6 pun harus menunggu bus tiba di dekat atap.

“Hei hei, mumpung busnya belum datang, mau bikin manusia salju?”

Mungkin untuk memanfaatkan waktu menunggu ini, Amikura menyarankan itu ke anggota grup.

“Kedengarannya menyenangkan. Nishino-san sama Yamamura-san mau ikutan bikin?”

“...Yah, oke.”

Kukira Nishino akan menolak hal semacam ini, tapi ternyata dia langsung setuju.

“Yamamura-san gimana?”

“Tidak, aku... tidak ikutan.”

Untuk dia, seperti yang kuperkirakan, dia menolak meskipun agak secara halus.

Ketiga gadis itu menyingkir dari jalan dan mulai mengerok tumpukan salju.

Kelihatannya, mereka bermaksud membuat sesuatu yang cukup besar, bukan hanya kecil.

“Hei, Ryūen-kun, ke sinilah dan ikut bikin manusia salju dengan kami? Ini seru loh.”

Meskipun tahu kalau ia tidak akan pernah menerima ajakannya, Kushida pura-pura menunjukan niat baiknya dengan mengajak Ryūen. Para siswa di dekatnya juga mengamati kejadian itu dengan mata cemas, mungkin karena mereka tidak bisa membayangkan Ryūen membuat manusia salju.

Ucapan ini pasti balasan untuk yang kemarin.

Jika Ryūen menanggapinya dengan sembarangan, dia sangat optimis bisa menjebaknya sampai kalah.

“Aku pikir dengan sedikit mengancamnya, dia akan lebih patuh, tapi aku salah membacanya ya.”

Ryūen bergumam sendiri. Memang benar, Kushida yang sebelumnya, sebelum teman-teman sekelasnya mengetahui identitasnya, mungkin akan menahan diri.

Dia pasti merasakan keganjilan yang aneh, tapi jangan sampai dia memecahkan misteri itu.

Itu karena informasi yang tidak diketahui oleh kelas-kelas lain, seperti pertukaran dalam ujian khusus suara bulat, tidak boleh dia ketahui.

Tidak perlu kukatakan bahwa tidak mungkin Ryūen akan menerima ajakan Kushida.

Dia tidak bereaksi terhadap manusia salju dan melihat ke arah lain.

Sementara itu, ada juga yang terus diam menatap manusia salju yang sedang dibuat.

Yamamura perlahan-lahan menjauhkan diri dari kami tanpa kusadari.

“Haafuh...”

Dia mengamati Kushida dan yang lainnya membuat manusia salju sambil menghembuskan napas ke tangannya tampak kedinginan.

“Haafuh.”

Kushida dkk yang sedang membangun boneka salju, tentu saja mengenakan sarung tangan hangat.

Aku melihat sekeliling, tidak ada siswa di luar yang bertelanjang tangan kecuali Yamamura.

Itu wajar saja. Karena dalam cuaca dingin seperti ini, kamu tidak akan bertelanjang tangan untuk waktu yang lama, kecuali jika ada alasan khusus.

Aku ingat Yamamura mengenakan sarung tangan sebelum pelatihan ski kemarin.

Kalaupun sarung tangan ski bisa disewa, kenapa dia tidak bawa sarung tangan dalam perjalanan kami ke area ski nanti?

Jika dia lupa, dia bisa kembali untuk mengambilnya, jadi mungkin ada alasan untuk itu.

Ia menatap keluar dengan linglung sambil berulang kali menghembuskan napas. Aku juga mengkhawatirkan Yamamura, tapi semakin banyak siswa yang keluar di saat kami sedang menunggu bus.

“Salju turun di mana-mana ya.”

Suara yang tidak asing lagi ini adalah Sakayanagi Arisu. Dia adalah salah satu anggota dari grup 4. Hondō dan Onodera seharusnya yang dipilih dari kelas Horikita. Sementara aku mengingat hal ini, mereka berdatangan seolah-olah untuk menjawab pertanyaanku. Karena Sakayanagi tidak bisa bermain ski, dia mungkin akan pergi ke tempat wisata.

Sakayanagi dan anggota lainnya sudah berkumpul tanpa melakukan interaksi khusus dengan anggota grup 6.

Tak lama kemudian, bus yang menuju ke pusat kota tiba sebelum bus yang menuju ke area ski.

Guru memimpin jalan dan menginstruksikan siswa-siswi untuk masuk, dan mereka mulai naik satu per satu.

Sakayanagi berjalan di jalan bersalju yang tidak biasa dia lewati dengan tongkat.

Ketika aku melihatnya dan berpikir bahwa itu agak berbahaya———.

Prediksi masa depanku tentang Sakayanagi tepat sasaran, karena ia terpeleset dan jatuh terduduk dengan ringan.

Untungnya, bantalan salju sepertinya melindunginya dari benturan dan ia tidak kesakitan.

“Kau baik-baik saja...”

Tokitō, seorang siswa Kelas C yang juga tergabung di grup 4, yang berjalan sedikit di belakang, bergegas menghampirinya.

Dia agak ragu sejenak tentang apa yang dia harus dilakukan, tapi kemudian mengulurkan tangannya.

“Terima kasih, Tokitō-kun.”

Ia mengucapkan terima kasih dengan sedikit malu-malu dan meraih tangan yang diulurkan kepadanya.

Mudah sekali untuk menarik kasar Sakayanagi yang bertubuh kecil, tapi Tokitō melakukannya dengan hati-hati dan perlahan-lahan.

Meskipun raut wajahnya tegas, ia ternyata penolong yang lembut dan penuh perhatian.

“Jangan ceroboh. Kakimu lumpuh kan...”

“Maaf. Tapi untungnya saljunya empuk, jadi itu tidak sakit.”

“Apa itu penting...?”

Sakayanagi biasanya menggunakan strategi tanpa ampun sebagai pemimpin kelas, tapi anggota grup dari kelas lain mungkin akan lebih merasakan bahwa kesan dia sangat berbeda.

Sakayanagi berdiri masih memegang tongkatnya, dan berterima kasih sekali lagi.

“Terima kasih atas bantuanmu.”

“Tidak perlu.... ...Yah, um, aku senang itu tidak jadi masalah besar.”

Dia mengalihkan pandangannya, tidak bisa melihat langsung ke arah Sakayanagi, mungkin karena merasa malu.

“Kupikir Tokitō-kun adalah orang yang jauh lebih menakutkan.”

“Eh? Aku? ...Tidak, masak sih.”

Sakayanagi berhenti untuk berbicara. Pertukaran ini seolah-olah menunjukkan perubahan dalam hubungan mereka.

“Karena biasanya kamu sering kali terlihat berjalan dengan ekspresi yang menakutkan, bahkan ketika kita berpapasan di koridor.”

“Ke-Kenapa kamu bisa tahu semua itu?”

Ditanyai itu, Sakayanagi menjawab tanpa jeda dan sambil tersenyum.

“Karena kita sama-sama siswa tahun kedua. Aku sudah sangat mengenal Tokitō-kun.”

Jika mereka anak laki-laki dan perempuan normal di SMA normal, ini adalah adegan yang bisa menciptakan kesalahpahaman.

Tapi, di balik senyuman itu, selalu ada kemungkinan bahwa kecerdikan dan tipu muslihat Sakayanagi sedang bermain.

Dalam beberapa kasus, bahkan jatuhnya pun bisa menjadi bagian dari perhitungan.

Di antara siswa yang kebetulan berada di tempat ini dan berpikir seperti itu, mungkin hanya aku———.

Dan Ryūen yang pura-pura menatap mereka tidak tertarik.

Sakayanagi dan Tokitō berbaris dan berjalan ke pintu masuk bus, Sakayanagi dibiarkan naik lebih dulu. Ini agar dia tidak terjatuh ke belakang dan agar dia bisa ditopang kalau pun terjatuh. Entah ada maksud lain atau tidak, aku dapat melihat bahwa mereka yang biasanya tidak saling berhubungan mulai sedikit lebih dekat.

Bus ke area ski yang tertunda juga tiba, setelah bus yang menuju ke pusat kota berangkat.

Related Posts

Related Posts

3 comments