-->

Cari Blog Ini

Chitose-kun wa Ramune Vol 1 Bab 1 Part 3 Indonesia

Bab 1
Si Riajuu yang dibenci yang memberi pengaruh besar kepada seluruh sekolah.


“Pagi~!”

Ketika membuka pintu depan kelas 2-5, dengan ringan aku mengangkat tangan sambil bersuara dengan nada ceria dan lantang yang terdengar hampir tak alami. Aku masih belum tahu siapa saja yang ada di kelas, tetapi sejak awal, ini bukan salam yang ditujukan khusus untuk orang tertentu. Jika harus mengatakannya, ini hanya salam ‘selamat pagi’ untuk menyambut kelas baru. 

“Ah, Saku! Pagi! Kita di kelas yang sama!!”

Layaknya burung bulbul pertama di pagi hari, suara yang bergema dari arah belakang seolah-olah menekan suasana kelas yang tampak gelisah. Pemilik suara ini tidak lain dan tidak bukan adalah Hiiragi Yuuko. Berbeda dengan gerakannya yang lucu dan kekanak-kanakan, bahkan orang bodoh pun bisa memahami sekilas mengenai dunia semacam ini, bahwa dia masih memancarkan aura bak seorang putri yang luar biasa. 

Tatanan gaya rambutnya yang sudah pasti membutuhkan waktu 3 kali lipat dibanding gadis lainnya, tubuh rampingnya yang menciptakan delusi bagi siswa SMA, serta ekspresi ceria yang pasti akan menonjol bahkan di antara grup idola yang banyaknya minta ampun itu. Mirip seperti bayi yang baru lahir sehingga sikapnya yang berjiwa bebas pasti selalu dimaafkan karena akan selalu dimanjakan oleh orang-orang.

Orang sepertinya pasti akan selalu ada. Seperti tokoh utama dalam sebuah cerita yang bersikap angkuh atau lincah yang akan dianggap sebagai sosok yang memang seperti itu adanya.

Omong-omong, dia adalah gadis yang seenaknya mengaku dirinya sebagai “istri sahku” di sekolah.

“Yuuko, Kazuki, dan juga Kaito. Wah, banyak juga yang berada di kelas ini.”

“Pagi, Yuuko-chan dan kalian berdua juga.”

Sembari aku dan Yua membalas masing-masing sapaan itu, dan ketika berjalan menuju lingkaran yang dibuat oleh Yuuko dan lainnya, secara alami ruang untuk 2 orang langsung tersedia begitu saja.

“Hore, kita sekelas lagi~”

Yuuko mengangkat kedua tangannya untuk melakukan tos, jadi aku membalasnya, dan dia segera menggenggam erat-erat tanganku.

“Saku juga senang, ‘kan?”

“Tentu saja. Kalau misalkan aku dan Yuuko beda kelas, mulai sekarang aku harus pergi ke sekolah tiap hari dengan langkah berat dan hati yang sedih.”

Aku membual dengan sangat alami. Itu akan menjadi penilaianku terhadap Yuuko. Level skinship semacam ini adalah sarapan sehari-harinya. Dia juga mungkin memberikan salam yang sama kepada Kazuki dan Kaito yang ada di sampingnya.

Mungkin karena sejak awal dia tidak berpikir akan dibenci atau tidak disukai oleh orang lain sehingga tidak ada batasan jarak terhadap siapa pun. Bagi kami para pria yang sudah terbiasa dengan para perempuan, kami bisa mengabaikan hal itu. Namun, dia memperlakukan pria biasa lainnya tanpa pandang bulu sehingga ada banyak pria yang salah paham dan terbuai dengan sikapnya. Kemudian, para pria tersebut akan menembaknya, tetapi pada akhirnya ditolak begitu saja olehnya dengan tatapan tanda tanya “??????”.

Salah satu jenis cewek yang sangat dibenci oleh gadis lainnya karena satu kesalahan kecil yang dibuatnya. Namun, karena sikapnya yang egois dan mungkin karena konsistensinya untuk tidak mengubah sikapnya terhadap pria maupun perempuan, dia dengan mudah menduduki kasta teratas di antara perempuan lainnya.

Ketika memikirkan hal itu, Yua menatapku dengan tatapan jijik.

“Dia mengatakan hal itu, tapi kau tahu, pria satu ini kelihatan antusias ketika melirik gadis kelas 1.”

Yuuko yang mendengar hal itu, mengapit lengan Yua dengan sikap curiga.

“Eh? Benarkah? Padahal dia sudah memiliki kita. Dasar Saku!”

“……Yua, kamu cuma kesal karena reaksinya berbeda denganmu, ‘kan? Begitu, bukan?”

Ketika aku yang sedang menikmati kesenangan mengobrol dengan 2 gadis imut ini, seseorang menancapkan pedang tangan di panggulku dengan disertai teriakan “Hyaa!”. Sakit sekali.

“Maaf, aku pikir ini waktunya melakukan hal itu.”

Asano Kaito sang pemilik suara itu yang memperagakan pedang tangan itu berbicara sambil tertawa. Baru kelas 2, tapi dia sudah menjadi kartu as dari klub bola basket putra. Dia bodoh, tetapi mencurahkan segalanya pada olahraga dengan energik.

Sekian. Botaklah kau pria ikemen yang lebih tinggi dariku.

“Yah, waktunya pas, bukan? Kalau tidak memotongnya di waktu yang tepat, aksi duo komedian suami-istri ini akan lama.”

Sambil tersenyum tipis dan mencurigakan, Mizushino Kazuki menimpali. Kazuki, siswa kelas 2 yang sudah menjadi pemain inti di klub sepak bola. Meskipun selalu berusaha tampak santai, tetapi sebenarnya dia penuh perhitungan dan licik.

Sekian. Hancurlah kau pria ikemen yang sangat sensitif kepadaku.

“Saku, sepertinya komentar tidak menyenangkan merembes dari wajahmu.”

….Nah, ‘kan! Orang aneh ini cerdik dalam hal seperti ini.

“Nah, aku tidak berharap elemen pengganggu haremku akan berakhir menjadi kesepian karena karena terlalu diperhitungkan. Btw, kalau tidak segera memperbaiki kata “istri” yang kamu selipkan itu, cepat atau lambat mungkin kamu akan debut di situs gelap sekolah.”

Saat aku mengatakan itu pada Kazuki, Yua menatap Kazuki dengan tatapan datar, lalu semua orang tertawa hampir bersamaan.

Sambil senyam-senyum Kaito meletakkan tangannya di bahuku.

“Kenapa Saku? Apakah ada yang menuliskan sesuatu tentang dirimu lagi? Hm?”

“Hei, kenapa kamu terdengar sangat bahagia?”

“Memang! Tidakkah menurutmu dunia menjadi tempat yang tidak adil dan tidak seimbang gara-gara ada pria sepertimu yang membuat setiap gadis menangis?”

“Kalau demikian, maka seharusnya mereka tinggal menulis nama orang itu saja di situs itu. Sungguh tidak adil, sialan.”

Ketika mengatakan hal itu, Kazuki menanggapi dengan ekspresi sok di wajahnya.

“Sayang sekali, tapi aku bukan orang yang membuat mereka menangis seperti yang Saku lakukan. Aku mencintai mereka dengan kadar yang sama.”

“Diam, bodoh~”

Usai mengakhiri olok-olokan Kaito dan Kazuki, aku berdehem dengan tampak terpaksa.

“Nah, bagaimanapun juga ini menandai reuni tim Saku.”

“Yuko Hiiragi Angels.”

“Si Pengebom Dinamit Kazu.”

“Agensi Kreatif Kazu.”

“YUA5.”

“Baiklah, waktunya bubar karena nada suaranya beda!”

Sekali lagi kami saling memberi tinju ringan satu sama lain.

Related Posts

Related Posts

Post a Comment