-->

Cari Blog Ini

Chitose-kun wa Ramune Vol 7 Bab 1 Part 7 Indonesia

Bab 1
Bulan September kami


Ketika membuka pintu Takokyu,

"Usai liburan musim panas, jangan tunjukkan wajah kalian sedikit pun, dasar anak-anak tidak berperasaan.”

Benar saja, baru masuk sudah kena damprat.

Sembari menenangkan Bibi, kami memesan yakisoba, takoyaki, dan ayam goreng sebagai ganti permintaan maaf kecil.

Ketika semua pesanan sudah tersaji, Kazuki pun langsung angkat bicara.

"Jadi, saat festival sekolah nanti mau melakukan apa?”

Padahal berniat meminta maaf, Kaito yang telah melahap dengan rakus yakisoba yang disajikan sangat banyak oleh Bibi pun merespon.

"Pertunjukkan teater kelas untuk festival budaya sekolah akan diputuskan di kelas homeroom, ‘kan? Atau ada hal lainnya?”

Kazuki mengangguk dan melanjutkan.

"Iya, masih ada panitia festival, atau kuota partisipasi festival budaya yang bisa diikuti sesuka hati.”

Aku tidak tahu dengan SMA lainnya, tetapi di festival sekolah SMA Fuji pada dasarnya semua siswa dibagi tugas menjadi panitia festival atau masuk ke dalam tim.

Berpartisipasi dalam panita pelaksana untuk festival olahraga dan festival budaya mungkin menjadi pilihan paling bagus untuk saat ini. Sepertinya di luar dugaan ada banyak orang yang sangat ingin menikmati Festival SMA Fuji dengan maksimal dan tiap tahun persaingannya cukup ketat. Namun, sebaliknya para siswa yang kurang aktif ada baiknya ikut serta menjadi panitia kebersihan atau panita publikasi yang relatif tidak memerlukan banyak tenaga dan waktu untuk dikerjakan.

Kemudian, ada penampilan teater dari masing-masing kelas dalam festival budaya seperti yang dikatakan Kaito tadi. 

Mulai dari kedai maupun toko makanan, menikmati pengalaman memasuki rumah hantu, menonton pertunjukkan teater ataupun lawak antar dua orang, dan aneka pertunjukkan lainnya bisa dinikmati di festival ini.

Ada juga kuota partisipan yang tak terbatas dalam festival sekolah sehingga bisa mendaftar secara individu ataupun bersama teman. Pertunjukan live musik ringan dan kontes akapela adalah puncak dari acara ini.

Dengan kata lain, jika ingin melakukan sesuatu dengan orang-orang ini selain pertunjukkan kelas, mungkin bisa ikut bergabung menjadi panitia yang sama atau ikut berpartisipasi menjadi kontestan dalam festival budaya.

Nanase mengambil kentang goreng dan berbicara dengan entengnya.

“Setidaknya, sekali dalam seumur hidup aku mau coba  berpartisipasi dalam band festival sekolah.”

Aku menghentikan tanganku yang hendak memakan Takoyaki, lalu membalas perkataannya.

"Heee, tidak kusangka.”

“Begitu, ya? Aku tidak mahir soal bermusik, tetapi bukankah itu keren? Sejak kecil aku selalu memikirkan tentang olahraga, jadi tampil di atas panggung di depan banyak orang, seperti band atau band orkes tiup sekolah, terlihat luar biasa bagiku sehingga aku mengagumi mereka.”

Aku pikir bisa memahami perasaan Nanase.

Sudah barang tentu jika pertandingan bisbol dan bola basket dilakukan sampai tingkat nasional sudah cukup mendatangkan banyak penonton dan para pemain pun bisa menunjukkan hasil jerih payah latihan mereka yang kupikir maksudnya sama seperti itu.

Namun, sebagai pemain yang bukan profesional, kami tidak bermain untuk mengesankan siapa pun. Sebaliknya, itu hanya kompetisi untuk menang-kalah dengan lawan main, lalu para penonton akan menyemangati kami, para pemain.

Jadi, menurutku puncak utama suatu pertunjukkan, seperti konser live band atau band orkes tiup hanyalah memainkan musik di hadapan para penonton.

Sudah pasti aku membayangkan perasaan senang jika orang-orang di hadapanku memberikan respon langsung terhadap penampilan yang kuberikan.

Setelah berpikir sejenak, aku pun menyahut.

“Kalau Nanase, sepertinya bisa memainkan lagu-lagu sederhana dengan mudah jika berlatih dengan gitar ataupun bass.”

Bukan hal asing lagi kalau teman-teman yang baru belajar bermusik membentuk band untuk tampil di festival sekolah.

Dari awal dia memang sosok cekatan yang bisa menangangi semua dengan sangat baik, dan kalau menjual tiket dan tampil di live house masih bolehlah, tetapi tampil di festival sekolah walaupun sedikit canggung mungkin akan cukup meriah juga.

Dengan ringan Nanase mengibaskan tangannya di depan wajahnya.

“Hei, bukan berarti aku serius mengatakannya. Kalau satu lagu masih bolehlah, tapi sulit berlatih beberapa lagu sambil mempersiapkan festival sekolah dan juga melakukan aktivitas klub.”

“Hm, iya juga, ya.”

Tampaknya Haru mengatakan sesuatu yang membuatnya menyesal.

“Basket putri juga akan bersiap untuk babak penyisihan Kompetisi Piala Musim Dingin bulan depan.”

Nanase yang juga tampak menyesal menggaruk pipinya.

“Benar juga, maaf ya teman-teman.”

Para siswa berusaha keras untuk acara festival sekolah sehingga aktivitas klub akan ditiadakan sementera untuk seluruh sekolah tepat sebelum festival diselenggarakan. Namun, jika acaranya bertabrakan selama kompetisi berlangsung, seperti Haru dan yang lainnya, maka mereka tidak bisa mengabaikan latihan dan mungkin akan sangat sibuk dengan adanya kegiatan panitia festival juga teater kelas.

Kazuki membuka mulutnya seolah-olah sudah menerka respon itu.

“Yah, memang sudah sewajarnya. Yang jelas anggap tidak ada kuota partisipan untuk festival budaya, meski yang terburuknya hanya ada pertunjukkan kelas saja, lalu kamu mau coba menjadi panitia festival? "

"Mau, mau, mauuuu!"

Sahut Yuko yang dengan semangat mengangkat tangannya.

“Begini, bagaimana dengan tim pemandu sorak di festival olahraga?!”


“Haaaaaaaaa………!”


Suaraku, Kazuki, Kaito, Nanase, dan Haru bertimpang tidih.

Yua dan Kenta menatap kosong Yuko dan sekaligus memohon penjelasan darinya.

Pada dasarnya, festival olahraga sekolah kami adalah kompetisi dengan simbol warna yang mana semua nilai dibagi menjadi lima kelompok: kelompok merah, kelompok biru, kelompok kuning, kelompok hijau, dan kelompok hitam. Jadi, sudah sewajarnya masing-masing kelompok itu mengincar kemenangan dengan lari estafet atau tarik tambang. Omong-omong, sepertinya kelasku ada di kelompok biru.

 Namun, terlepas dari kompetisi rutin seperti itu, ada acara yang cukup menarik perhatian yang disebut "Properti Teater" dan "Tim Pemandu Sorak".

Acara pertama mengacu pada objek raksasa yang disesuaikan dengan masing-masing warna tim.

Contohnya, kalau tim merah menggunakan karakter Lupin dengan jaket merah, atau untuk tim hijau dengan karakter Yoshi (tokoh fiksi dalam game Mario), mereka akan membuat kerangka karakter-karakter itu dengan tinggi sekitar 5 meter dan ditempatkan di setiap sisi lapangan bersama dengan panel latar belakang. Selama pertunjukan, seharusnya ada semacam sandiwara kecil.

Sedangkan acara yang terakhir secara harfiah berperan dalam mendukung masing-masing tim mereka.

Selama pertandingan berlangsung, tim pemandu sorak yang memimpin dalam menyoraki siswa lain, mengibarkan bendera, terkadang menyanyikan yel-yel penyemangat, dan sebagainya…

Namun, adegan puncak dari tim pemandu sorak adalah waktu ketika tampil bersama dengan properti dekorasi festival.

Kami pun memiliki waktu untuk memamerkan kostum buatan sendiri, menampilkan tarian kreatif di lapangan yang disesuaikan dengan musik.

Baik properti dekorasi festival dan tim pemandu sorak diberi peringkat berdasarkan penampilan mereka, dengan memberi poin sehingga bisa dibilang acara-acara ini dianggap juga sebagai bintangnya acara festival olahraga.

Haru adalah orang yang paling pertama merespon.

“Bagus, ‘bukan! Aku mahir menggerakkan tubuhku.”

Aku menyahut untuk menggodanya.

"Haru bisa nari?”

"Ck..ck..ck…"

Haru menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri di depan wajahnya.

“Jangan meremehkanku, ya. Menurut teoriku, pemain basket itu secara keseluruhan punya ritme yang bagus.”

"Oh, sepertinya begitu. Lalu, apakah Kaito juga akan baik-baik saja?”

Mendengar hal itu, Kaito mencoba menunjukkan otot bisepnya.

"Hei! Sejujurnya aku tidak tahu apakah ritme permainan bola basket berlaku juga untuk tarian, tetapi dibandingkan menggerakkan kepala, menggerakkan tubuh akan sudah cukup oke menurutku! Kibarkan bendera dengan sekuat tenaga!"

Daya hasut yang aneh, aku pun tersenyum kecut.

Aku melirik Kazuki dan Nanase.

Yah, aku rasa mereka berdua akan baik-baik saja.

Kazuki tersenyum tipis.

"Kalau sama-sama tidak berpengalaman sepertimu, tidak ada alasan bagiku untuk meremehkan Kaito.”

Nanase mengangkat kedua ujung mulutnya seakan-akan menggodanya.

"Aku setuju denganmu, kecuali mengubah Kaito menjadi Haru.”

"Jahatnya!

"Apa kau bilang!”

Yah, aku tidak khawatir tentang anggota klub olahraga yang memang sudah kacau sejak awal.

Masalahnya adalah melihat mereka berdua yang tidak ikut mengobrol sampai saat ini denganku.

Seperti biasanya, Yua mengangkat tangannya seolah-olah kebingungan.

“Wah, mungkin karena aku sedikit khawatir.”

Yuko yang pertama memberi respon.

“Eh, sejak kecil aku sudah bermain musik, jadi aku yakin bisa melakukannya!”

“Daripada itu, yang…lebih memalukan…”

“Tetapi, di hari pertama festival luar sekolah akan diadakan pertunjukkan orkes tiup, bukan? Nanti akan tampil di hadapan semua orang, ‘kan? Atau ada perubahan?”

“Yah, memang seperti yang kamu katakan …”

“Tenang saja! Meski tangan kanan dan kaki kananmu bergerak bersamaan aku tidak akan menertawaimu!”

“Ish!  Aku orang yang atletis, tahu!”

Melihat mereka berdua saling meracau, Yua melemaskan pipinya berpikir dia dan Yuko telah baik-baik saja.

Lalu, tentu saja, kini semua mata tertuju pada satu tempat.

“Nggak, mustahil, mustahil aku melakukannya!!!!!!!”

Kenta berdiri sambil mati-matian mengibaskan kedua tangannya.

"Tidak ada yang akan menyeret ‘ikan laut dalam’ dari pantai, lalu menari samba dengan suka cita! Bodoh, ya! Memangnya menurutmu tim pemandu sorak festival olahraga akan bergabung dengan sekawanan ikan tropis yang ceria dan mencolok? Jangan remehkan mantan otaku, ya?!”

"Hei, tenang Kenta. Bahkan ikan tropis pun tidak bisa menari samba di pantai."

Sambil mengatakannya, aku pun berpikir demikian.

Ada perbedaan yang jelas antara mereka yang bersedia melakukannya dan mereka yang sama sekali tidak mau melakukannya.

Karena itu, meskipun ada acara bintang festival olahraga, biasanya jika ada kandidat, permintaan akan terus berdatangan tanpa ada masalah.

Ini semua tergantung pada sifat masing-masing tiap individu dan memang tidak bisa dipaksakan.

Meskipun demikian, aku merasa seperti hanya Kentalah rekanku saat ini. 

Ketika memikirkannya, bisa saja akan dilakukan pengecekan ulang oleh panitia festival lainnya mengenai properti dekorasi festival.

"Kenta, punya waktu sebentar?” Ucap Kazuki yang berdiri dari tempat duduknya.

Kenta sudah menunjukkan raut penolakan bahkan sebelum Kazuki mengatakan apapun.

"Nggak, nggak, pokoknya aku tidak mau melakukan hal ini walau dibujuk sekalipun! Aku akan bergabung dengan panitia festival yang tampak mudah dan cocok untukku, jadi untuk menjadi tim pemandu sorak silakan kalian saja yang lakukan…”

Sambil menggelengkan kepalanya sedikit Kazuki meletakkan tangannya di bahu Kenta.

"Dengar dulu Kenta."

"Walau mati sekalipun aku tidak sudi untuk menari!”

Membujuk Kenta seperti ini akan butuh banyak usaha pikirku tersenyum kecut.

Jadi, mari lihat apa yang akan dilakukan oleh Kazuki.

"Kamu suka anime, ‘kan, Kenta?"

"Kenapa tiba-tiba membahas hal itu? Aku kasi tahu ya, festival sekolah dalam anime itu cuma cerita fiksi."

Meskipun seorang otaku, jangan mengatakannya dengan terang-terangan begitu.

Kazuki terus membujuknya dengan suara dingin.

“Kalau berbicara soal tarian, karakter dalam anime melakukan tarian baik di opening maupun ending lagu, ‘kan? Kira-kira siapa yang mau melihat hal begitu, ya? Mendengar guyonan seperti ini, bukankah kamu akan lebih senang kalau memeragakan cuplikan tersebut dengan benar sesuai dengan pandangan dunia terhadap sebuah anime.”

Saking terkejutnya Kenta membuka mulutnya dengan mata berkaca-kaca.

"Hah? Ada imbalan untuk penggemar? Dance cover-nya harus semirip mungkin?"

Kazuki bicara acuh tak acuh sambill menaikkan sudut bibirnya sedikit.

“Omong-omong, waktu datang ke pertunjukkan live artis pengisi suara, penggemar melakukan wotagei, ‘kan?”

Kenta menghela nafas.

Dia mengangkat kedua telapak tangannya ke arah langit-langit dan membalas ucapan Kazuki dengan wajah jengkel.

"Huh, jadi kau berpura-pura menjadi otaku? Menyebalkan. Zaman sekarang wotagei tidak dilakukan karena akan mengganggu orang yang ingin menonton pertunjukkan live. Aku bukan pencinta artis pengisi suara jadi bisa dikatakan nuansa ekspresi pertunjukkan live artis pengisi suara berbeda dengan wotagei. Makanya belajar dulu sebelum mengoceh tentang sesuatu.”

Wah, luar biasa. Kazuki menghadapi raut kemarahan Kento dengan tenang.

Kalau aku, pasti sudah mendapat sentilan di dahi.

"Oke, berarti Kenta tidak bisa menampilkan salah satu wotagei? "

"Hah? Bisa, tapi apa maksudmu??"

"Bukannya itu nggak populer belakangan ini?"

"Ah, nggak tahu. Kamu nggak ngerti, ya Mizushino? Kalau menari di lapangan itu akan mengganggu yang lainnya, tapi tidak masalah kalau menarikannya di kamar. Seperti menari dengan lincah sambil menonton videonya secara langsung? Karena akan terus ditempa dan diberikan latihan oleh Sang Ahli dan jika kamu sangat ingin melakukannya, sekaranglah waktunya, di masa mudamu.

Kalau dilihat dengan saksama, bahu Kazuki bergetar sedikit, apa karena dia menahan tawanya mati-matian?

Dengan sekuat tenaga Kazuki berbicara dengan tenang.

"Heee? Aku sedikit tertarik, tetapi memalukan rasanya kalau menarikannya di depan banyak orang.”

Kenta membusungkan dadanya secara tidak perlu dan menjawab, "Hm, Sang Ahli sudah berbicara. ‘Tidak masalah jika kamu membanggakan dirimu sendiri.’ Jadi tidak perlu malu melakukan hal yang kamu sukai."

Hei, jangan mengutip kata-kataku dengan hal seperti ini. Terdengar norak.

Kazuki mengakhiri pembicara dengan berkata, “Kalau gitu, coba kamu menarikannya kali ini.”

Raut wajah Kenta menjadi tegang lalu merespon.

"Aku menerima tantangan itu."

"Sepertinya penampilan pembukaannya akan dilakukan bulan depan karena masih ada latihan juga. Tempatnya di halaman sekolah.”

“Kalau punya waktu, tampilkan sebanyak  3 atau 4 gerakan.”

“Kalau kamu tetap melakukannya, jangan sampai lewatkan detailnya, sekalian buat kostum juga. 

“Hm, tidak buruk juga, ini pertama kalinya aku melakukan cosplay.”

“Jadi…”

Kazuki melihat semua orang dengan menyeringai dan dengan senyuman yang tidak beres.

"Nah, Kenta juga akan bergabung menjadi tim pemandu sorak.”


“──Heeeee?”


Kami yang sudah sedari tadi menahan dengan sabar, akhirnya tertawa terbahak-bahak mendengar percakapan antara keduanya.

Kaito memegangi perutnya yang kesakitan karena tertawa, lalu berkata, “Kenapa Kenta? Bukannya kamu yang paling berpengalaman di antara kami?”

Haru menyeka matanya dengan berlebihan.

“Aku menantikan tarian Yamazaki yang lincah.”

Nanase pun ikut menggoda Kenta.

"Tenang saja, karena menari dengan banyak orang, kamu tidak akan terlihat mencolok sendirian.”

Yuko menunjukkan raut wajah yang cerah lalu berdiri.

“Kenta-cchi, ayo buat banyak kenangan!”

Sambil menengadah menatap Kenta, Yua tertawa lembut.

"Mari kita lakukan yang terbaik bersama, Yamazaki-kun."

Terakhir, aku pun ikut berbicara.

"Nah, oke. Ayo kita lakukan yang terbaik untuk masa muda kita!”

Kenta dengan wajah bingungnya menggerutu.

"...Tidak habis pikir."

Kemudian, sambil tertawa bersama teman-teman, aku pun berpikir.

Musim panas di usiaku tujuh belas tahun yang tidak akan pernah kembali.

Setelah melewati terowongan bercahaya biru itu, pasti ada yang berubah.

Mengakhiri musim panas tahun lalu dengan Haru lalu menyambut musim panas baru lagi.

Yuko menghadap ke arahmu.

Lalu, begitu pula Yua menatapku dan Yuko yang menatapku seperti itu.

Namun, berkat Nanase dan Asuka semua sudah mulai berubah.

Kazuki dan Kaito tidak akan berubah, begitu pula dengan Kenta.


──Semua orang mengakhiri musim panas tahun ini.


Aku tidak akan pernah berpura-pura bahwa semua ini tidak pernah terjadi.

Tetapi, tetap saja.

Aku sangat menyukai kehidupan sehari-hari yang sederhana seperti ini.

Related Posts

Related Posts

Post a Comment