Bab 3
Bagaimana Menghabiskan Waktu dengan Kelas Ichinose
3
Lewat pukul 4 sore. Setelah mendengarkan karaoke sebentar, aku menyelesaikan peranku sebagai pemeriah suasana dan kami bubar, aku duduk sendirian di bangku di lantai dua Keyaki Mall.
Karena aku memutuskan untuk tetap tinggal di sini tidak peduli apakah kami bubar lebih cepat atau lama.
Aku juga tidak punya tujuan khusus saat ini, jadi aku mau browsing internet di ponselku, tapi tanpa kusadari aku menerima pesan berisi foto dari Kei.
Sekilas saja aku bisa tahu kalau dia terlihat senang sekali saat berpelukan dengan Satō sambil melakukan pose peace.
Rencananya hari ini mereka akan kumpul di kamar anak perempuan sampai malam dan bercengkerama di asrama.
Selain Kei, tampaknya juga ada Satō, Mori, Ishikura, dan Maezono.
Meskipun tidak bisa menghabiskan waktu denganku, tapi Kei memang memiliki kelebihan yaitu bisa dengan mudah berkumpul bersama teman-teman baiknya seperti ini.
Waktu ditanya kapan pulangnya, aku agak bingung sejenak lalu akhirnya menjawab sekitar jam 8 malam.
Karena jika kuberi tahu kalau aku pulang lebih awal, Kei kemungkinan akan langsung meninggalkan teman-temannya.
Lebih baik dia bersenang-senang tanpa terganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak perlu setidaknya hari ini di saat kami menghabiskan waktu terpisah.
“Sekarang...”
Karena tidak ada orang lain di sekitarku sekarang, dan sepertinya tidak perlu khawatir ada yang mendengar panggilanku.
Sambil mengamati para siswa yang ada di kejauhan, aku mengambil ponselku dan menelepon Ichinose.
Karena menunda-nunda itu tidak baik, jika bisa, aku ingin membuat janji temu dengan dia besok.
Meski ponsel terus berdering di telingaku, Ichinose tidak kunjung mengangkat telepon.
Apakah dia sedang bersama seseorang dan tidak menyadari panggilanku, atau dia sedang tidur siang?
Atau mungkin dia menyadarinya dan sengaja tidak mengangkat teleponku.
Apa kontakku dengan Ichinose di malam sebelum perjalanan sekolah berakhir, menyebabkan perubahan? Ketika aku sedang melihat riwayat panggilan masukku dengan sambil memikirkan berbagai hal, aku menerima panggilan balik.
[Ha-halo? Maaf, aku tidak sempat mengangkat teleponnya]
Kata pertama di seberang telepon terdengar gugup.
Tapi dari suaranya, aku tidak mendapat kesan kalau dia tidak terlalu suka dihubungi.
“Apa kamu sedang sibuk?”
[Ng-ngga. Aku sedang menyiapkan makan malam... e-eng, tumben-tumbenan nelepon?]
Setelah ditanya aku baru sadar, iya juga ya.
Aku hampir tidak ingat pernah menelepon Ichinose di jam-jam pribadi seperti ini.
Terdengar suara sayup-sayup pembicaraan di ujung telepon. Kupikir mungkin dia sedang bersama orang lain, tapi setelah aku mendengarkan lebih saksama, ternyata itu adalah suara dari televisi.
“Aku tahu ini agak mendadak, tapi jika kamu punya waktu luang besok, bisakah kita bertemu?”
Aku langsung menyampaikan maksudku tanpa basa-basi.
[Ee... eh, denganku?]
“Apa aku bilang mengajak orang lain selain kamu, Ichinose?”
[E-e-engga sih, tapi... tapi.. m, um, berdua... saja?]
“Kalau bisa berdua saja.”
Karena aku juga tidak perlu berbelit-belit, langsung kubalas begitu.
Tapi tidak ada jawaban dari Ichinose, dan suasana hening terjadi selama beberapa detik.
[Aku tidak punya rencana sih.... Ada perlu apa?]
Keperluan, ya. Memang, tergantung hal itu, Ichinose pun tidak akan ragu untuk bertemu denganku.
Gampangnya ada yang perlu kudiskusikan atau ada semacam masalah.
Jika aku memberikan alasan seperti itu, Ichinose tidak akan menolak untuk bertemu denganku.
Namun, aku tidak bisa memberi tahu dia kalau aku diminta oleh Kanzaki dan yang lainnya.
Toh mereka memintaku untuk mencari tahu tanpa disadari olehnya.
“Kalau tidak ada keperluan, apakah kita tidak bisa bertemu berdua saja?”
[Bukan begitu... ta-tapi, berdua saja itu...]
“Aku ingin bertemu.”
[...!?]
“Tapi, kalau itu terlalu sulit untukmu secara mental, mungkin lebih baik tidak usah.”
Aku tahu ini cukup berisiko, tapi aku akan mencoba mundur dulu sedikit.
Untuk mencaritahu di mana letak perasaan Ichinose dalam kesan itu.
[...Tu-tunggu. Tidak kok... baiklah]
Bukan berarti dia tidak curiga, tapi sepertinya tidak ada perasaan di mana dia ingin menghindariku.
“Apa kau yakin? Aku nggak ingin maksain.”
[Aku nggak maksain diri kok. ...Aku juga, ingin bertemu denganmu, Ayanokōji-kun...]
“Begitu ya. Bagaimana kalau kita bertemu di depan Keyaki Mall jam 10 besok pagi?”
Aku tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan, jadi lebih baik membuat janji yang cukup fleksibel.
[O-oke. Jam 10, ya]
“Kalau begitu sampai jumpa besok. Jika kamu tidak bisa datang, hubungi aku kapan saja.”
Aku bisa saja ngobrol lama di sini, tapi aku hidari.
[Un... Sampai, jumpa, besok ya]
Katanya untuk mengakhiri percakapan dengan agak canggung dan panggilan ditutup.
Sementara ini, aku berhasil mengatur janji bertemu dengan Ichinose.
Tinggal besok, aku hanya perlu mencaritahu kondisi mental Ichinose secara rinci.
Pada saat yang sama, jika aku bisa mengetahui apa yang ia pikirkan saat ini, itu akan ideal.
Apa setelah ini aku mampir ke toko buku saja ya.
Masih banyak waktu yang tersisa untukku sendirian hari ini.
Memilih menghabiskan waktu sendirian itu berbeda dengan menghabiskan waktu sendirian karena tidak memiliki teman.
Ini juga saat yang membahagiakan untuk menyadari bahwa aku sekarang dapat berdiri dalam perspektif yang berbeda.
Kalo dari ilustrasi yg beredar sebenarnya fix Ayanokouji nanti jadian sama Ichinose dan Kei patah hati.
ReplyDeleteTapi penasaran juga dengan prosesnya menuju kesana.