-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 9 Bab 4 Part 1 Indonesia

Bab 4

Bagaimana Menghabiskan Hari Libur


1


Di dalam Keyaki Mall terdapat berbagai fasilitas komersial, dan sebagian besar sudah pernah kukunjungi. Tapi masih ada beberapa fasilitas yang belum pernah aku coba.

Salah satunya adalah training gym di lantai dua.

“Meski hanya di hari libur akhir pekan, aku biasanya datang ke sini. Karena tubuhku kurang atletis, aku ingin coba melatihnya sedikit di sini.”

Sesampainya di depan gym tersebut, Ichinose mengeluarkan kartu pelajarnya.

“Ayanokƍji-kun, kamu biasa nge-gym juga tidak?”

“Aah. Aku belum pernah masuk.”

“Baguslah kalau begitu.”

“Tapi aku kaget kamu suka ke gym, Ichinose. Sejak kapan kamu sering kemari?”

“Aku mencoba gratis pada pertengahan September, dan menjadi anggota tetap mulai awal Oktober.”

Jadi sudah lebih dari 2 bulan dia pergi ke gym. Aku sama sekali tidak tahu.

“Kamu mulainya sendirian? Aku agak kesulitan buat masuk ke tempat seperti ini sendirian...”

Setelah bergabung dan mulai rutin datang, mungkin aku tidak lagi peduli, tapi untuk pertama dan kedua kali, kesulitannya tinggi.

“Aku juga sama. Makanya pertama kali datang aku bersama temanku. Karena walaupun aku kurang berani jika sendirian, jika berdua, aku bisa cukup berani untuk mencobanya. Jadi hari ini kamu akan menemaniku saja, kan?”

Ichinose menyapa seorang staf wanita yang ramah yang berdiri di meja pendaftaran, dan saat menunjukkan kartu identitasnya, dia mulai menjelaskan kedatanganku yang berdiri di belakangnya.

“Kamu bawa kartu identitas siswa?”

“Ya.”

Ternyata dengan menunjukkan kartu identitas siswa, kita bisa mendapatkan percobaan gratis dengan mudah tanpa harus mengisi banyak informasi secara detail.

“Kalau begitu sampai nanti, Ayanokƍji-kun. Setelah ini kamu akan diberi penjelasan oleh staf.”

Kemudian, pelatih pria mengambil alih bimbingan, dan memberikan penjelasan tentang cara menggunakan loker, berganti pakaian, dan kamar mandi, dll sebelum memintaku untuk berganti pakaian.

Ternyata kita tidak perlu membawa barang bawaan sendiri ke gym.

Aku melepas pakaianku di loker, memakai pakaian latihan yang kupinjam, kemudian pergi ke ruang latihan di bagian belakang.

Ichinose sepertinya belum selesai berganti pakaian dan tidak ada seorang pun yang terlihat.

Karena baru buka, jadi tentu saja.

Tapi aku agak tidak enak untuk jadi yang pertama padahal cuman ambil gratisan.

Pelatih pria sepertinya akan mengajariku banyak hal, tapi aku menolak tawarannya.

Aku memutuskan untuk belajar mengenai hal-hal itu sekalian dari Ichinose karena kupikir itu lebih baik.

Tapi aku tidak tahu bagaimana harus bersikap, jadi aku hanya melihat-lihat peralatan latihan dengan acak.

Meskipun aku sudah tidak asing dengan peralatan latihan itu sendiri, jadi ini terasa biasa saja.

Karena waktu aku di White Room, semua peralatan terbaru untuk melatih tubuh sudah tersedia di sana.

Meskipun pabrikan dan tahun pembuatannya sedikit berbeda, sepertinya tak ada masalah saat aku gunakan.

Ketika aku mendapat kesan seperti itu, siswa-siswi pelanggan gym mulai berkumpul dengan cepat.

Kukira tempat ini akan lebih sepi, ternyata cukup populer ya.

“Maaf nunggu lama, Ayanokƍji-kun. Ah, sepertinya anak laki-laki sudah pada mulai.”

Aku sedikit terkejut melihat pakaian latihan Ichinose yang baru berganti, tapi aku mengangguk.

“Dua, tiga orang juga sudah masuk ke ruang ganti wanita, sepertinya.”

“Aku juga melihat orang dewasa, ternyata yang bisa menggunakannya bukan hanya siswa ya.”

Aku tahu tidak semua fasilitas hanya untuk siswa, seperti bioskop atau supermarket, dan tampaknya gym ini juga tidak terkecuali.

“Aku juga sering melihat Mashima-sensei di sini loh.”

Rupanya begitu. Jadi guru pun tidak terkecuali ya.

Bagi mereka yang tinggal di dalam lingkungan sekolah, tempat untuk melatih tubuh juga penting.

Meskipun selama ini aku telah menghindari fasilitas ini karena sulit untuk didekati, jika ada siswa yang sudah kukenal seperti Ichinose pergi ke sini, mungkin aku bisa menirunya.

Ketika aku mulai memikirkan hal itu, Ichinose mulai menjelaskan dengan cermat mengenai peralatan gym.

Ia mencontohkan sedikit cara penggunaannya. Aku, memutuskan untuk pura-pura tidak tahu apa-apa dan menyimak penjelasannya dengan tenang, tanpa bilang kalau aku sebenarnya tidak perlu dijelaskan lagi.

Ichinose memiliki pengetahuan yang cukup tentang itu, tapi karena baru mulai rutin pergi ke gym, sepertinya hanya sedikit yang benar-benar bisa ia gunakan.

Setelah sekitar 10 menit aku diajari cara menggunakan peralatan, para siswa mulai berdatangan ke gym dan, kecuali kami, sekitar 7 orang laki-laki dan perempuan sudah mulai berkeringat.

“Sudah saatnya kita juga buat———ah, Mako-chan selamat pagiii!”

Tepat ketika kami akan mulai latihan, Ichinose melihat wajah yang ia kenal dan memanggilnya.

“Eh, ah, Honami-chan!?”

Itu adalah Amikura yang baru saja keluar dari ruang ganti.

Karena dia sudah tahu kalau aku akan pergi dengan Ichinose hari ini, Amikura sangat terkejut.

“Ke-kenapa kalian di gym?”

Mungkin pertanyaan yang terlintas dalam pikirannya langsung terucap, ia gelisah.

“Aku mulai berolahraga di gym pada hari libur, kan? Aku ingin memperkenalkannya juga ke Ayanokƍji-kun.”

“O-oh gituu.”

Ia pasti tidak pernah menyangka kalau kami berdua akan berada di tempat gym.

Ichinose tidak mungkin tahu perasaan Amikura itu, jadi aku hanya merespons dengan santai.

“Jadi begitulah. Aku ganggu ya?”

“...Nggak ganggu juga sih...”

Amikura menyiratkan, [Jangan katakan hal-hal yang tidak perlu] dengan tatapannya.

Hal yang tidak perlu, tentu saja mengacu pada saat kami bertemu di karaoke tempo hari.

Tentu saja tidak akan kukatakan. Meskipun aku tidak tahu apakah ia bisa menerima pesannya atau tidak, aku sampaikan itu dengan tatapanku juga.

“Bareng Ayanokƍji-kun di tempat gym kok rasanya aneh banget, ya.”

“Benarkah?”

“Soalnya aku nggak bisa bayangin kamu melakukan hal seperti ini. Kukira kamu nggak suka dengan tempat berkumpulnya orang-orang.”

Aku ingin bilang kalau itu hanya sekedar prasangka, tapi memang itu benar.

Karena aku merasa sedikit enggan untuk melatih tubuhku di depan siswa-siswi umum.

Selain itu, kesanku pada gym semacam ini adalah tempat yang dipakai sambil mengobrol dengan teman daripada fokus untuk latihan, jadi aku sulit untuk mendekatinya.

Aku harus mengakui kalau aku menjauhinya karena alasan tersebut.

“Sek, bisa sini bentar, Honami-chan.”

Mengatakan itu, Amikura seperti menyadari sesuatu dan menarik lengan Ichinose untuk mengambil jarak.

Lalu dia membisikkan sesuatu. Mata mereka berdua entah kenapa menatapku.

“...!?”

Dia seperti terkejut akan sesuatu, dan entah kenapa dia bersembunyi di belakang Amikura.

“Kamu nggak sadar ya, Honami-chan...”

Jawab Amikura yang juga terlihat agak malu.

“Kenapa...?”

“Ah, enggak, um... yah, itu loh, kalau belum terbiasa berpakaian kayak gini bisa bikin kami merasa agak malu. Iya, kan?”

Dia memberiku tatapan seperti mengatakan, nggak bisa baca suasana ya?

“Oh begitu, ya?”

Rupanya dia merasa malu karena pakaian gym-nya dilihat oleh anak laki-laki.

Tapi mempertimbangkan kemudahan bergerak dan penyerapan keringat saat nge-gym, memakai pakaian yang terbuka adalah sesuatu yang wajar. Jadi lebih baik tidak membawa konsep malu atau tidak malu ke dalam pemilihan pakaian gym.

Meskipun Ichinose tidak menyadari hal itu, Amikura mengingatkannya.

Setelah melihat reaksi yang jelas dari Ichinose, aku bisa melihat ekspresi Amikura yang tercengang.

Mungkin wajar kalau dia merasa malu karena dilihat oleh pria seumurannya, tapi ini adalah gym.

Aku ingin memberitahunya agar tidak usah terlalu memikirkan itu.

“Di saat seperti ini, kupikir lebih baik kita keluarkan keringat, bukan? Tolong ajari aku, aku mau nyoba.”

Jika dia mulai mengkhawatirkan penampilan lawan jenis, dia akan kehilangan ketenangan, jadi aku katakan itu untuk membuatnya memikirkan hal lain. Dengan kata-kata itu, Ichinose sepertinya mengambil keputusan.

“Y-ya, benar. Eng... ka-kalau gitu... apa yang harus kita lakukan, Mako-chan?”

“Kok nanya aku!?”

Rupanya dia masih panik, dia pun meminta bantuan pada Amikura.

Setelah membicarakannya dengan berbisik, mereka berdua mengangguk hampir bersamaan sebagai tanda bahwa mereka saling memahami.

“Kita ini masih pemula, jadi gimana kalau kita pakai treadmill saja yang sudah biasa kita pakai?”

“Tentu, boleh saja.”

Mereka berdua naik treadmill, yang menjadi standar ada di fitness gym, dan mulai berlari dengan mode yang sesuai dengan kemampuan mereka. Pembuatnya tentu saja berbeda, tapi aku tidak kesulitan karena aku pernah menggunakan berulang kali sejak aku masih kecil.

Treadmill adalah mesin melatih jantung yang sangat penting dalam latihan di dalam ruangan.

Pengaturan Ichinose dan Amikura hampir sama, jadi aku pun mengaturnya pada tingkat yang sama.

“Ini pertama kalinya kamu ke gym, bukan? Jangan maksain diri ya, Ayanokƍji-kun.”

Amikura mengatakan itu karena peduli padaku, jadi aku mengangkat tanganku dan menjawab aku baik-baik saja.

Kemudian, kami berlari di atas treadmill tanpa suara, fokus pada latihan kami masing-masing.

Awalnya, Ichinose mungkin masih gugup dan malu, tapi mungkin perasaan itu berangsur-angsur menghilang, setelah sekitar 30 menit, ia sudah mulai terbiasa.

Setelah 30 menit waktu yang diatur, mesin treadmill berhenti dan Ichinose mengangkat kepalanya.

“Fuuh...! Capek bangeet!”

Mungkin karena ia tidak terbiasa dengan olahraga seperti katanya, dia terlihat lebih lelah daripada Amikura, menghela nafas dalam-dalam sambil bahunya naik turun.

“Aku mau pergi minum sebentar, ya.”

Kata Ichinose untuk izin kepada kami meninggalkan tempat ini.

Seingatku ada mesin pengisian botol air di sebelah ruang ganti.

Karena hanya aku dan Amikura yang tinggal di sana, aku memutuskan untuk mengobrol sedikit.

“Katanya belum lama sering ke sini, tapi kok kalian kelihatannya sudah terbiasa ya.”

“Sudah terbiasa apanya. Padahal menu kita sama, tapi Ayanokƍji-kun tidak terlihat lelah sama sekali.”

“Karena aku laki-laki, aku punya stamina yang lebih mendasar daripada perempuan.”

“Gitu ya. Tapi, aku kaget loh. Aku ngebayangin kita mungkin akan ketemu di Keyaki Mall, tapi aku nggak menyangka kita akan bertemu di gym sejak pagi.”

Ternyata Amikura juga tidak menyaka akan bertemu dengan kami di tempat ini.

“Jadi gimana? Adakah informasi... yang udah kamu dapatkan dari Honami-chan?”

“Belum ada. Karena kami baru ketemu langsung ke gym, dan ketemu kamu, Amikura.”

“Begitu ya. Tapi sepertinya Honami-chan senang sekali, jadi bagus deh.”

Sambil menyeka keringatnya dengan handuk, mata Amikura menyipit senang seolah membicarakan dirinya sendiri.

“Kamu bisa tahu itu karena kamu sahabatnya ya.”

“Tahu lah. Biasanya dia juga sering tersenyum, tapi hari ini rasanya seperti sangat ceria dan segar.”

Sekarang setelah Ichinose pergi dan hanya tinggal kami berdua, aku akan pelan-pelan mengorek informasi dari Amikura dan memenuhi janjiku pada Watanabe.

“Sebentar lagi Natal ya.”

“Iya nih. Ayanokƍji-kun akan merayakannya bareng Karuizawa-san, kan?”

Sebelum aku bisa bertanya lebih lanjut, aku malah diberikan pertanyaan balik.

“Hm? Yah, niatku begitu.”

“Begini ya... aku mau tanya terus terang... Honami-chan itu mau kamu gimanain?”

“Apa maksudmu?”

“Habis, kamu sudah tahu perasaannya dengan pasti, kan? Jadi, itu loh, paham?”

Amikura tampaknya ragu untuk mengungkapkannya secara langsung dan mencoba untuk menyampaikannya dengan cara yang ambigu.

“Menurutmu aku harusnya gimana, Amikura?”

“Eeeh? Kamu tanyain itu ke aku!?”

“Karena kamu bertanya, pasti kau punya gambaran tentang kamu maunya gimana, kan?”

Amikura terlihat kesusahan, lalu menyeka keringat yang keluar dengan handuk yang diikatkan di lehernya.

“Aku... sebagai temannya, inginnya pasti Honami-chan tersenyum. Tapi sekarang Ayanokƍji-kun sudah punya Karuizawa-san. Tapi, jika sampai harus berpisah karena itu, rasanya agak salah. Yang terbaik adalah dia jatuh cinta pada orang lain dan bahagia bersama orang itu, mungkin.”

Dia mengatakan apa yang ideal baginya, kemudian sampai pada kesimpulan yang sudah ia koreksi.

Benar saja seperti yang dikatakan Amikura, situasi di mana Ichinose menyukaiku ini sangat merepotkan.

Makanya, kemungkinan masalah ini bisa langsung teratasi jika rasa suka itu dialihkan kepada pihak ketiga yang tidak terkait.

“Yah. Aku sendiri tidak mengenal banyak anak laki-laki, tapi Watanabe mudah bergaul dan mungkin cocok dengan Ichinose.”

Aku melemparkan nama Watanabe di sini mengikuti alur pembicaraanku dengan Amikura.

Bergantung reaksinya di sini, aku bisa mengetahui kesan yang dimiliki Amikura terhadap Watanabe.

Amikura juga menghargai Watanabe hingga ia mau menemaninya belanja pada hari libur.

Mungkin cukup dengan pertanyaan seperti ini untuk mencari tahu kemungkinan yang ada.

“Watanabe itu Watanabe-kun, kan? Yang di kelas kami?”

“Ya. Karena kami sering berbincang saat perjalanan sekolah. Apakah tidak cocok dengan Ichinose?”

“Hmm... gimana yaa.”

Dia terlihat berpikir, meski hanya sebentar.

Ini ambigu, yang dapat dianggap positif atau negatif, dan sulit untuk memutuskan di antara keduanya.

“Menurutku———Honami-chan bisa mengincar pria yang lebih baik.”

“Begitu ya. Jadi Watanabe tidak pantas untuknya.”

“Aku tidak bermaksud menjelekkan Watanabe-kun, loh? Dia cukup baik sebagai anak yang biasa saja.”

“Rupanya begitu. Ngomong-ngomong kamu sendiri gimana, Amikura?”

Karena tidak ada kejelasan, aku memutuskan untuk bertanya dengan tegas di sini.

Jika aku terlalu lama, Ichinose akan keburu balik.

“Aku?”

“Kamu sepertinya tahu banyak urusan asmara.”

“Sama sekali tidak. Aku———gimana bilangnya ya, cintaku sampai sekarang bertepuk sebelah tangan, tau.”

“Heeh. Jadi ada seseorang yang kamu sukai?”

“Yah tentu saja, jelas ada lah. Kan sudah SMA.”

Siapa itu? Andai saja aku bisa mengetahuinya, itu akan menjadi yang terbaik, tapi.

“Sudah hampir 5 tahun cinta tak terbalasku. Kapan aku bisa move on ke cinta berikutnya ya?”

Gumamnya seperti bicara sendiri. 5 tahun. Artinya itu adalah cinta sejak sebelum dia masuk sekolah ini.

Tampaknya aku tidak perlu bertanya lebih jauh, tapi apakah ini kabar baik untuk Watanabe atau tidak, masih belum jelas.

Setidaknya tidak ada saingan cinta di sekolah yang sama ini, jadi bisa dianggap sebagai keuntungan....

Tadinya aku ingin setidaknya memperoleh informasi tambahan mengenai tipe seperti apa pria yang dia suka, tapi Ichinose kembali setelah selesai minum. Karena ia tidak ingin Ichinose tahu bahwa kami asal bicara tentang percintaannya, Amikura buru-buru menjauh dariku.

“Maaf menunggu lamaa.”

“Nggak kok. Sudah enakkan?”

Jika aku tetap memaksa untuk bertanya sekarang, itu hanya akan menimbulkan kecurigaan.

Jika nanti aku seperti bisa mendapat informasi yang lebih dalam dari Ichinose, aku akan coba bertanya.

Related Posts

Related Posts

4 comments