-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 9 Bab 5 Part 6 Indonesia

Bab 5

Mendekati Ujian Khusus


6


Walaupun cukup memakan waktu, aku memperoleh informasi penting untuk mendekati kebenaran dari kasus penguntilan.

Berkat bantuan Asahina, aku tak membuang-buang waktu, tapi itulah sebabnya aku ingin berhenti sejenak.

Pada hari aku mulai penyelidikan, aku sudah hampir menyelesaikan kasusnya dengan lancar.

Tentu saja aku bisa menganggap ini sebagai suatu keberuntungan, juga kebetulan yang tidak disengaja.

Justru karena itu aku sendiri merasa tidak puas.

Bukan soal Asahina yang membantuku atau adanya kebohongan yang diucapkan Yamanaka atau Tachibana.

Apa yang akan terjadi jika aku laporkan hasilnya ke Kiryƫin apa adanya?

Dan apa tujuan dari orang yang membuat skenario untuk cerita ini?

Tergantung pada keputusan dan akhir dari kasus ini, aku merasa ini mungkin dapat mempengaruhi semester ketiga.

Aku putuskan untuk mengirim pesan kepada Kiryƫin yang isinya tidak termasuk inti dari kasus ini.

Kemudian aku mengusulkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Selanjutnya, terserah Kiryƫin mau menerima usulan itu atau tidak, tapi karena dia ingin kasusnya beres, aku yakin dia akan menerimanya tanpa masalah.

Pulang dari Keyaki Mall, aku tiba di depan asrama.

Ternyata memang tidak ada panggilan dari Kei di ponselku, dan ia juga tidak terlihat menungguku di lobi atau tempat lain.

Jika ini dibiarkan, apakah Kei yang sekarang akan menjauh dariku dan melemahkan hubungan kami?

Tidak, aku belum perlu memikirkan itu sekarang.

Sebagai parasit pada inangnya, ia tidak akan dapat memisahkan diri dan mandiri atas kemauannya sendiri.

Karena lift berhenti di lantai satu, aku masuk dan naik ke lantai empat.

Daripada mikirin Kei, aku harus menguraikan kasus Kiryƫin lagi sekarang.

Pikirku begitu....

“Selamat datang kembali, Ayanokƍji-kun.”

Saat aku keluar dari lift, Ichinose yang mengenakan mantel tersenyum padaku terlihat sedikit kedinginan.

Rupanya dia menungguku pulang di depan kamarku.

“Ada apa?”

“Hm? Rasanya aku hanya ingin bertemu denganmu, Ayanokƍji-kun. Apa aku, merepotkan?”

“Bukan seperti itu. Tapi apa tidak cukup lama kamu menungguku?”

Biasanya aku akan sampai di kamar jam 5 sore, tapi karena aku harus bertemu dan bicara dengan Asahina dan siswa tahun ketiga lainnya, sekarang sudah lewat jam 6 sore.

Ichinose yang penasaran, mengeluarkan ponselnya untuk mengecek waktu.

“Wah. Sudah jam segini saja? Aku tidak sadar sama sekali.”

Kukira kalimat itu dilontarkan untuk mengingatkanku, tapi sepertinya bukan.

“Sejak kapan kamu menunggu di sini?”

“Engg, beberapa saat sepulang sekolah... jadi lewat setengah 4, kayaknya.”

Dengan kata lain, dia sudah menunggu selama setidaknya satu setengah jam.

Dia mungkin bilang, sampai nanti, karena ia berniat ingin mengunjungi kamarku.

“Kamu kan bisa menghubungiku dulu.”

Meskipun tidak bisa langsung bertemu, setidaknya aku bisa memberitahunya kapan aku akan pulang.

“Nggak perlu. Aku nggak enak buat mengganggumu, Ayanokƍji-kun.”

Aku rasa itu bukan masalah enak atau tidak enak....

Tapi jika dia sendiri tidak keberatan menungguku, maka tidak ada lagi yang perlu dikatakan.

“Jadi begini. Aku tidak punya hal penting yang harus kubicarakan, tapi...”

Dia mengajukan pertanyaan sambil terlihat bersalah.

“Apa kamu sudah baikan dengan Karuizawa-san?”

“Tidak, belum.”

Mendengar jawaban itu, Ichinose bergumam, begitu ya. Ekspresi wajahnya bisa menunjukkan kegembiraan, kesedihan, atau mungkin yang lainnya, tetapi sulit untuk melihat apa yang sebenarnya dia rasakan.

“Kalau begitu...bolehkah aku bersikap egois sedikit? Kalau boleh, aku ingin ngobrol sedikit dengan Ayanokƍji-kun. Tidak apa-apa jika kamu tidak mau sih...”

Karena dia sudah lama menunggu, pasti itu bukan hanya untuk menyapaku.

“Jika Ichinose tidak keberatan, maka boleh saja. Mau mampir ke kamarku?”

“Kamu yakin?”

Tidak ada alasan untuk menolak. Karena Kei belum menghubungiku dan tidak ada urusan lain yang menyika waktuku lagi setelah ini, dan kami juga tidak bisa bicara sambil berdiri di luar.

Terlebih lagi, aku tidak bisa membiarkan tubuhnya semakin kedinginan, jadi aku memutar kunci dan membuka pintu.

“Aku agak gugup. Izin masuk ya.”

Kata Ichinose saat memasuki kamar, dia pasti akan langsung menyadari perbedaannya sejak kunjungan dia terakhir kali.

“Waktu kamu datang ke kamarku sebelumnya, hari itu sedang hujan ya.”

“Terima kasih untuk waktu itu. Aku datang dalam keadaan basah kuyup...”

Aku melepas sepatuku lebih dulu, Ichinose melepas sepatunya kemudian dan menata dengan rapi sebelum masuk ke dalam.

Begitu lampu dinyalakan dan seluruh ruangan terlihat terang benderang, Ichinose pun berkata.

“Ah———kamar ini jadi terlihat cantik sekali ya.”

Kata Ichinose terpesona oleh perubahan di tempat tidur dan sekelilingnya.

Tidak ada perubahan besar seperti membeli furnitur atau mendekorasi ulang.

Tapi ada beberapa barang seperti boneka binatang, cermin tangan, bantalan yang agak tidak cocok untuk kamar seorang pria.

Sksesori semacam itu jumlahnya meningkat banyak dibandingkan dengan sebelumnya.

Semua barang-barang tersebut dibawa oleh Kei, yang keluar-masuk kamar dan meninggalkannya di sana. Orang yang tidak tahu situasi sekolah ini mungkin akan mengira kami tinggal bersama.

Jika melihat ke dapur, akan dengan mudah terlihat gelas dan sumpit serasi dengan warna yang berbeda.

Dia 100% tahu bahwa aku berpacaran dengan Kei, jadi seharusnya ia bisa memperkirakan bahwa situasi di kamarku akan berubah. Faktanya, dia sama sekali tidak terlihat terkejut.

“Silakan duduk di mana saja. Aku buatkan minuman hangat dulu. Mau minum cocok?”

“Ya. Terima kasih.”

Saat aku menawarinya dengan minuman yang sama seperti pada hari itu, Ichinose tersenyum bahagia.

Untuk menghangatkan tubuh yang kedinginan yang terbaik adalah dari dalam.

Namun, karena di dalam ruangan juga mulai terasa sangat dingin, jadi aku nyalakan pemanas dan hidupkan pelembab udara.

“Sebentar lagi juga hangat.”

Ichinose mengangguk, melepaskan mantelnya dan meletakkannya di atas kakinya.

“Anak perempuan itu hebat ya. Karena kalian selalu pulang pergi ke sekolah dengan rok seperti itu. Pasti dingin banget, kan?”

“Memang dingin, tapi mungkin aku terlalu terbiasa hidup memakai rok jadi aku tidak terlalu memikirkannya.”

Setelah menjawab itu, Ichinose menemukan bingkai foto yang berisi fotoku dan Kei yang dipajang di kamar, ia pun mengambilnya dan memandanginya cukup lama.

“Bolehkah aku bertanya, apa yang membuatmu jatuh cinta pada Karuizawa-san?”

“Kamu tertarik?”

“Ya. Aku jarang berinteraksi dengannya, tapi yang aku tahu hanya dia pernah pacaran dengan Hirata-kun ketika masih di tahun pertama. Aku tidak pernah berpikir dia akan pacaran denganmu, Ayanokƍji-kun.”

Bahkan banyak siswa di kelas Horikita yang masih heran. Bagi siswa dari kelas lain pasti lebih sulit mencari tahu jawabannya.

“Bukan karena aku tidak ingin memberitahumu, tapi sulit untuk menjawabnya. Ini pertama kalinya aku jatuh cinta, jadi meskipun aku ingin mengungkapkannya lebih detail, aku tidak bisa. Mungkin saja, perasaan itu muncul secara alami saat kami belajar bersama di kelas.”

Aku menggunakan kata-kata yang umum dan menghindari menjawab dengan terlalu spesifik.

Karena tidak bisa menjawab dengan terlalu spesifik, aku merangkai kata-kata umum untuk menghindar.

“Karuizawa-san juga cantik ya.”

“Aku tidak menyangkal itu.”

Air di dalam panci mendidih, jadi aku menuangkan air panas ke dalam cangkir dan mengaduk bubuk coklat dengan sendok untuk membuat coklat panas.

“Nih.”

“Hangat.”

Dia membungkus cangkir dengan tangannya yang pasti sudah dingin, dan meniupnya.

“Minggu kemarin aku mengajakmu ke gym karena keinginan egoisku. Aslinya kamu tidak suka, kan?”

“Awalnya akulah yang ngajak untuk mengetahui hari liburmu Ichinose, lalu aku menyarankan itu. Selain itu———”

Aku membuka laci meja dan mengeluarkan secarik kertas.

“Itu adalah pengalaman yang sangat bagus sampai aku berniat untuk menyerahkan ini di hari libur nanti.”

“Ah, pendaftaran ke gym...”

Aku sudah mengisi formulir dengan nama, nomor ID siswa, dan pilihan paket bulanan.

“Karena selama ini aku menjalani gaya hidup yang malas. Aku ingin menggerakan tubuhku sedikit.”

“Jadi begitu. Aku senang mendengarnya.”

Sebelum perjalanan sekolah, Ichinose sering terlihat murung.

Tapi aku merasa dia lebih banyak tersenyum sejak terakhir kali kami menghabiskan liburan bersama.

“Kupikir kita akan lebih sering bertemu di gym mulai sekarang, aku mengandalkanmu.”

“Ya! Aku juga sama-sama. ...Jadi kita akan bersama di gym mulai sekarang, ya.”

Ichinose menyipitkan mata dengan bahagia saat ia meminum kakaonya.

“Sebenarnya, aku...?”

“Hm?”

Ichinose seperti ingin mengatakan sesuatu padaku, dia menatap mataku.

“Aku menunggumu di depan kamarmu bukan hanya karena aku ingin bertemu denganmu, Ayanokƍji-kun. Ada sesuatu yang benar-benar ingin aku sampaikan kepadamu. ...Jika tidak keberatan, bisakah kamu duduk di sebelahku?”

Setelah berkata begitu, dia sedikit menepuk-nepuk tempat tidur yang kosong.

Karena aku tahu ini adalah pembicaraan serius, aku duduk di samping Ichinose memenuhi keinginannya.

“Aku bertemu denganmu pada hari Minggu kemarin, itu adalah untuk menandai akhir dalam diriku, Ayanokƍji-kun.”

“Menandai akhir?”

“Untuk mengakhiri perasaanku padamu, Ayanokƍji-kun.”

Dengan penuh tekad, Ichinose tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengalihkan tatapannya.

“Ayanokƍji-kun menyukai gadis lain, Karuizawa-san. Aku tidak bisa merusak hubungan kalian berdua. Itulah sebabnya aku menganggap bahwa kencan hari itu akan menjadi yang pertama dan terakhir kita.”

Tidak ada raut kesedihan di wajah Ichinose saat ia mengucapkan hal ini.

Jadi Ichinose memikirkan hal seperti ini saat kami menghabiskan waktu di gym ya.

“Jadi itu maksudnya menandai akhir.”

Ichinose mengangguk dengan tegas.

“Kita tidak akan pernah bertemu lagi secara pribadi. Pikirku itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.”

Jika demikian, itu akan bertentangan dengan waktu saat ini.

Meskipun bukan hari libur, waktu ini jelas termasuk dalam waktu pribadi.

“Tapi aku salah. Pemikiran itu tidak benar. Aku tahu bahwa itu tidak akan mengubah apa pun sejauh ini.”

Aku masih tidak tahu apa kesimpulannya.

Namun, perubahan pemikiran itulah yang membuat Ichinose kembali ceria seperti sekarang.

“Yang harus kulakukan, mungkin. Apa yang harus kulakukan mulai sekarang...”

Senyumnya terlihat seperti biasa, tapi juga terlihat tidak seperti itu.

Hingga saat ini, aku menganggap Ichinose sebagai orang yang relatif mudah ditebak dan mudah dibaca dari wajahnya.

Tentu saja, dia terkadang bisa menunjukkan wajah pokernya dengan baik saat ujian, tapi setidaknya aku berpikir begitu dalam kehidupan pribadinya.

Namun, Ichinose saat ini sering menunjukkan wajah yang tidak dapat dibaca kebenarannya.

“Kau tahu hari itu? Aku sudah memutuskan satu hal. Bahwa aku tidak akan pernah bertanya tentang pacarmu, Karuizawa-san, di depanmu, Ayanokƍji-kun.”

“Apa alasannya?”

“Karena itu akan menyakiti hatiku. Karena itu akan membuat dadaku terasa sesak. Kupikir aku akan merasakan sakit jika aku bertanya.”

Sambil memilih kata-kata untuk disampaikan pada dirinya sendiri dan padaku, Ichinose bergumam.

“Tapi seusai nge-gym, aku tidak bisa menahan diri dan bertanya. Siapa yang jatuh cinta duluan?”

Memang dia bertanya tentang itu. Aku ingin tahu kondisi mental Ichinose saat itu.

“Apakah terasa sakit?”

“Anehnya aku tidak merasakan sakit. Nah pada saat itulah, aku menyadari bahwa pemikiranku ini tidak benar.”

“Jadi apa yang benar menurutmu, Ichinose?”

“Pengen tahu? Aku akan memberitahumu.”

Ichinose menarik napas perlahan dan menatap mataku yang duduk di sebelahnya.

“Aku masih mencintaimu, Ayanokƍji-kun.”

Matanya menangkapku dan tidak membiarkanku lari.

“Saat itulah aku menyadari lagi betapa aku sangat mencintaimu, Ayanokƍji-kun.”

Kencan pertama dan terakhir yang diterima dengan tujuan untuk mundur.

Namun, kesimpulan yang diperoleh Ichinose justru sebaliknya.

“Di saat yang saja aku berpikir. Aku tidak bisa tetap dalam kegelapan. Aku harus berubah dari akarnya.”

Itu adalah saat di mana Ichinose yang masih dalam kegelapan berubah.

“Hei———bolehkah aku menyentuh wajahmu, Ayanokƍji-kun?'”

“Menyentuhnya tidak akan bikin kamu dapat hadiah, loh.”

Saat aku mengatakan candaan seperti itu, Ichinose tersenyum lembut lalu mengangguk.

Dia kemudian mengulurkan tangan kanannya dan menyentuh pipiku.

Dengan sedikit usaha, dia memalingkan wajahku ke arahnya sendiri.

“Aku, belum pernah melakukan ini pada siapa pun. Aku belum pernah merasakan hal ini terhadap siapa pun. Jantungku selalu berdebar, dan di suatu tempat di hatiku terasa sakit... tapi, sekarang, aku bahagia sekali. Hanya dengan orang yang kucintai berada di sampingku, hatiku dipenuhi dengan kebahagiaan.”

Ada yang ingin kutanyakan kepada Ichinose setelah dia mengungkapkannya dengan blak-blakan seperti itu.

“Dalam perjalanan sekolah, aku bertanya padamu apakah ada sesuatu yang kamu inginkan, bukan?”

“Aku bertanya padamu dalam perjalanan sekolah, kan? Bukankah kau menginginkan sesuatu.”

“Ya. Yang kuinginkan itu———pertama adalah jadi kelas A. Target yang ingin kucapai bersama teman-temanku. Waktu itu aku putus asa dan hampir menyerah karena merasa kalau itu mustahil. Bahkan aku sempat berpikir untuk meninggalkan sekolah ini.”

“Jadi sekarang berbeda, ya?

“Sekarang beda. Aku ingin tetap di sini. Aku ingin mengincar kelas A. Aku ingin meraihnya.”

Tangan yang menyentuh pipiku bertambah kuat.

“Dan, ada satu lagi yang kuinginkan. Orang yang sangat kucintai... Ayanokƍji-kun.”

“Kurasa kau tahu, aku———”

“Ya. Ayanokƍji-kun sudah memiliki Karuizawa-san. Aku tahu itu. Makanya aku takkan meminta lebih dari itu. Tapi...”

“Tapi?”

“Kedepannya akan berbeda. Aku akan menjadi seseorang yang bisa membuat Ayanokƍji-kun berpaling padaku.”

Meskipun pipinya memerah, mata yang menatapku dan tidak mau melepaskannya sangat lurus.

Dengan diriku yang sudah memiliki pacar, Ichinose tidak mengambil langkah terakhir yang melanggar moral.

Jika dia melangkah terlalu jauh, tentu aku harus menghentikannya, tapi dia menahan diri dengan baik.

Mungkin itu juga bagian dari inti keadilan Ichinose.

(Tln: ini sekarang masih ada. Tapi feelingku akan hilang saat janji pertemuan mereka. Karena makin kesini dia semakin rusak. Tandai ini)

“Perhatikan aku mulai sekarang, Ayanokƍji-kun.”

“Meski kau tidak menginginkannya, memang niatku ingin mengawasi masa depanmu.”

“Di akhir tahun ajaran... ya.”

“Ya. Saat itu, kita akan bertemu lagi berdua. Saat itu aku akan memberitahumu satu kesimpulan.”

“Walaupun tekadku sempat terguncang saat itu, aku sungguh baik-baik saja sekarang.”

Aku tidak perlu mempertanyakan hal itu.

Duduk di sebelahnya, aku bisa merasakan panas dan kekuatan yang dipancarkan oleh Ichinose secara langsung.

Aku tidak tahu bagaimana hasil akhirnya nanti, tapi jelas Ichinose telah mengalami perubahan besar secara mental.

Ada ketergantungan yang kuat yang berbeda dengan Karuizawa Kei yang mendasarinya.

Ketergantungan yang bisa menjadi senjata bermata dua telah memberikan kekuatan besar pada Ichinose.

Normalnya, orang ingin seseorang yang ia cintai menjawab perasaannya.

Bahkan jika itu hanya sementara, ingin mendengar kata [Aku mencintaimu] darinya.

Ingin menyentuhnya dan ingin tahu apa yang terjadi setelahnya.

Tapi Ichinose tidak memohon untuk semua itu.

Aku bisa tahu dia telah bertekad untuk memperoleh pengakuan dengan usahanya sendiri.

Perlahan-lahan dia melepaskan tangannya.

“Aku akan pulang sekarang.”

“Biar kuantar.”

“Tidak usah, sampai sini saja. Ayanokƍji-kun, kamu harus baikan dengan Karuizawa-san secepatnya, oke?”

“Akan kuusahakan.”

Memegang mantelnya, Ichinose mengenakan sepatunya dan membuka pintu depan dengan cepat.

Lalu ia melambaikan tangannya pelan dan pintu pun tertutup.

Keheningan yang mendadak terasa, dan aroma cokelat dan jeruk yang sedikit tersisa.

Dunia seperti apa yang akan diciptakan Ichinose di masa depan.

Dan bagaimana pengaruhnya terhadap orang-orang di sekitarnya, dan apakah itu akan mengubah pikiranku sendiri?

Kehidupan sekolah jadi semakin menyenangkan.

Related Posts

Related Posts

2 comments

  1. King of Harem Ayanokouji Kiyotaka.
    Btw, Ichinose ini emang top tier waifu. Gede (You know lah), lembut, etc etc. Kalo liat ilustrasi volume ini dan volume selanjutnya kayanya emang Ichinose x Ayanokouji. Kei udah "selesai dipelajari" jadi dibuang.

    ReplyDelete