Episode 7
Aku Gak Papa Kok Jadi Pacar Kedua
◇
Aku dan Hayasaka-san duduk seiza di atas futon.
Agak jauh dari sana, Tachibana-san sedang duduk dengan kaki terlipat.
Canggung.
Tachibana-san kembali pada waktu yang tidak tepat dan kami saling bertemu, dan beginilah kelanjutannya.
“Bukankah kamu akan jalan-jalan dengan Senpai?”
“Itu karena seseorang mengatakan sesuatu yang tidak bisa aku dengar.”
Kata Tachibana-san dengan ekspresi acuh tak acuh.
“Daripada itu, apa kau memiliki hubungan semacam itu dengan Hayasaka-san?”
“Enggak kok.”
Yang menjawab tanpa jeda adalah Hayasaka-san.
“Fūn.”
“...Soalnya aku, menyukai orang lain kok.”
“Kalau begitu, kamu seharusnya tidak melakukan itu, ‘kan? Kamu akan menciumnya, bukan?”
Mendengar Tachibana-san mengatakan itu, Hayasaka-san terdiam.
Kemudian, setelah jeda singkat, dia menjawab, “Berlatih.”
“Aku sedang berlatih dengan Kirishima-kun.”
“Dari cara bicaramu sepertinya hal itu sudah biasa kamu lakukan.”
“Un, kau benar. Karena ini latihan. Aku sudah melakukannya lagi, dan lagi, berulang kali.”
Kali ini, Tachibana-san terdiam mendengar kata-kata provokatif itu.
“Apaan itu?” katanya, jelas tidak senang.
Sekarang, di ruangan ini, ada emosi tajam yang hanya terjadi di sini, sangat berbeda dari hubungan kami bertiga selama ini.
Alasan Hayasaka-san menjadikanku pacar latihan tidak buruk. Kelihatannya dia mencoba mengurangi efek karena ketahuan menciumku oleh cinta nomor satuku.
Tapi jelas sekali, dia mengarahkan emosinya yang menusuk ke Tachibana-san.
Tachibana-san juga, tidak cuek seperti biasanya.
“Yah, aku tidak peduli sih siapa yang Ketua cium.”
“Benar juga. Tachibana-san kan sudah punya Yanagi-senpai.”
Di balik kata-kata itu, dengan bertukar tatapan, mereka saling membenturkan emosi mereka.
“Tapi sekali lagi, Hayasaka-san, kamu berciuman dalam latihan, ya?”
“Tentu.”
“Aku sih tidak akan melakukannya dalam latihan.”
“Tachibana-san, aku gak nyangka kamu masih anak kecil.”
Hayasaka-san lebih agresif dari biasanya. Dari sudut pandangnya, Senpai dan aku seperti diambil oleh Tachibana-san, dan perasaan itu mungkin membuatnya agresif.
Tap, Tachibana-san bukan orang yang hanya duduk dan mendengarkan.
“Kalo gitu, tunjukkan bagaimana kalian berciuman.”
Dia tiba-tiba mengatakan hal seperti itu.
“Eh?”
“Tunjukan padaku kamu berciuman dengan Ketua. Kamu bisa melakukannya, ‘kan?”
Ini tentu membuat Hayasaka-san terkejut.
Aku bingung, karena aku juga tidak punya keinginan untuk menunjukkan kepada orang lain aku berciuman.
“Tachibana-san, apa kamu tidak keberatan melihat kami berciuman?”
Hayasaka-san bertanya dengan bingung.
“Aku tidak keberatan. Seperti katamu, Hayasaka-san, aku punya tunangan. Ini seperti belajar.”
Selain itu, lanjut Tachibana-san.
“[Cinta] ku hanya satu. Tidak ada yang kedua atau yang ketiga. Jadi aku tidak akan merasakan emosi apa pun saat melihat orang lain berciuman. Karena aku tidak sedang jatuh cinta dengan siapa pun.”
Kalimat yang sedikit sarkastis.
Hayasaka-san tidak mengubah ekspresinya, tapi dia sepertinya tersinggung.
“Kirishima-kun, ayo kita lakukan.”
Mengatakan itu, dia berlutut dan mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Tunggu sebentar, Hayasaka-san.”
“Karena Tachibana-san ingin melihatnya, ayo kita tunjukkan padanya.”
“Tidak, itu terlalu——”
Aku melihat Tachibana-san. Suhu ekspresinya bahkan lebih rendah dari biasanya.
“Ketua, tunjukan padaku. Kalian selalu melakukannya, bukan?”
Katanya.
Tidak ada ruang bagi seorang pria untuk ikut campur dalam bentrokan emosi antara dua wanita.
Sebelum aku bisa berkata apa-apa lagi, Hayasaka-san meraih kerahku dengan kedua tangan.
Aku tidak bisa lari lagi.
“Tachibana-san, lihat baik-baik, ya.”
Hayasaka-san menempelkan bibirnya ke bibirku.
Pada awalnya, ciuman itu memang sederhana, dan kami sadar bahwa seseorang sedang melihat kami. Tapi Hayasaka-san melihat Tachibana-san dari samping, dan ketika melihat ekspresinya tidak berubah sama sekali, dia mulai menekan bibirnya lebih agresif dan mengubah sudutnya.
Ini bukan ciuman untuk dilihat seseorang, ini ciuman untuk diperlihatkan kepada seseorang.
Tidak, bukan itu juga.
Ini adalah ciuman untuk dipamerkan ke Tachibana-san.
Aku menanggapinya. Jadi aku memeluk Hayasaka-san padaku dan memasukkan lidahku ke mulutnya. Hayasaka-san tampak terkejut saat itu, tapi dia segera memasukkan lidahnya ke dalam mulutku juga.
“Kirishima-kun, beri aku air liurmu.”
Hayasaka-san benar-benar sudah terangsang dan memiliki ekspresi candu di wajahnya.
Aku melihat ke samping pada Tachibana-san untuk melihat bagaimana reaksinya.
(Tln: Anjir. Kalo diadaptasi animenya pasti ditunjukin Hayasaka ngelihat itu dan jadi sadar diri. Kasihan cuk)
Aku ingin dia cemburu.
Aku sedang memikirkan hal itu saat aku mencium Hayasaka-san.
Tachibana-san masih memiliki ekspresi dingin. Tapi.
“Tunjukan lebih banyak lagi.”
Dia memiliki tatapan itu di matanya. Dan aku punya firasat.
Tachibana-san ingin cemburu. Seperti yang selalu aku rasakan saat melihat sosmed——.
Ciuman ini adalah emosi kami bertiga di tempat ini.
Aku ingin Tachibana-san merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan. Aku ingin dia cemburu padaku, sama seperti aku selalu cemburu padanya. Aku ingin Tachibana-san ingin merebutku, sama seperti aku selalu ingin merebutnya dari pacarnya.
Hayasaka-san bukan nomor dua saat ini. Sebagai pacarku, aku memamerkannya pada Tachibana-san. Dia mengaku sebagai pacarku, dan melampiaskan perasaan tertekan yang dia pendam selama ini. Mungkin itu juga bentuk balas dendam karena pria nomor satunya, yaitu Senpai, menjadi tunangannya.
Alasan kenapa Tachibana-san meminta kami untuk menunjukkan kami berciuman karena dia ingin menguji perasaannya. Untuk mendistorsinya. Dan sekarang, dia melihat kami dengan wajah kosong, tapi dia memainkan rambutnya dengan memutar-mutarnya. Ini adalah salah satu dari sedikit kebiasaan yang dimiliki Tachibana-san saat dia tidak tenang.
Kami tenggelam dalam gairah, dan menghabiskan waktu berputar-putar seperti badai emosi.
Dan ketika waktu itu telah berlalu, Hayasaka-san adalah yang pertama kembali ke dirinya sendiri.
“...Aku, benar-benar bodoh.”
Aku tidak tahu apakah dia malu sudah berciuman di depan orang lain, atau apakah dia membenci diri sendiri karena perlakuannya pada Tachibana-san.
Wajah Hayasaka-san memerah saat dia merapikan yukatanya yang berantakan.
“Aku mau mendinginkan kepalaku dulu.”
Ketika hendak keluar dari ruangan, Tachibana-san dipanggil.
“....Hal semacam ini, hanya permintaanku sepihak. Kirishima-kun hanya menemaniku latihan. Semuanya, hanya kupaksakan padanya, Kirishima-kun sama sekali tidak bersalah.”
Tachibana-san tidak mengatakan apa-apa.
Hayasaka-san menunduk dan tidak bisa mengangkat wajahnya.
“...Tachibana-san gak boleh berlatih atau sejenisnya, loh. Hal secaman ini, adalah sesuatu yang dilakukan oleh gadis nakal.”
Katanya, dia dengan cepat keluar dari ruangan.
Hanya tinggal kami berdua, aku dan Tachibana-san.
Tachibana-san mulai membuat teh dengan teko seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“Ketua juga mau?”
“Ah, un.”
Rasanya sangat normal, hingga aku merasa seperti beberapa saat yang lalu itu tidak nyata.
Mungkin itu hanya mimpi di malam pertengahan musim panas.
Kemudian tanpa berkata kata, aku meminum tehku dan mau kembali ke kamarku.
“Kalau begitu, aku permisi. Sampai jumpa besok.”
Mungkin kita anggap semua ini tidak pernah terjadi. Pikirku begitu.
Hanya untuk malam ini, anggap saja ini tak pernah terjadi. Anggap saja ini sebuah kesalahan.
Namun saat aku berdiri, Tachibana-san menarikku.
Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh terlentang. Tachibana-san juga jatuh, menunggangiku, dan meraih dadaku dengan kedua tangannya.
“Aku sangat kesal.”
Kata Tachibana-san dengan wajah datar.
Dia yang jarang menunjukan emosinya, sangat marah.
Kemudian Tachibana-san menciumku. Karena dia seperti menabrakannya, giginya mengenai bagian dalam bibirku dan melukainya. Dia menjauhkan wajahnya.
Rasa darah menyebar di mulutku.
“Maaf. Tapi aku tidak tahu bagaimana mengukurnya. Ini pertama kalinya, jadi aku belum berlatih atau apapun.”
Sambil berbicara, Tachibana-san menempelkan bibirnya ke bibirku lagi. Lagi dan lagi.
Itu adalah ciuman yang menyakitkan.
Tachibana-san menciumku dengan kasar sejenak dan kemudian bangun.
“Aku merasa seperti gadis yang nakal.”
Ekspresi kepuasan.
“Tachibana-san, tidak baik melakukan hal semacam ini. Yanagi-senpai——”
“Jangan katakan itu lagi.”
Tachibana-san menyela kata-kataku dan berkata.
“Aku tidak mau dengar itu lagi. Jika kau benar-benar peduli dengan Yanagi-kun, jika kau ingin menjauhkan ku darinya, kau tidak akan membuat film seperti itu.”
“Apa maksudmu?”
“Tidak ada gunanya berpura-pura bodoh. Mustahil kamu tidak menyadarinya.”
Aku terdiam saat suasana membuatku merasa tidak ada yang ingin kukatakan.
Tachibana-san menatap mataku tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Aku bisa mendengar jarum jam berdetak.
Di tengah waktu yang sepertinya terhenti, aku menyerah dan berkata.
“...Kamu menggunakan trik anagram.”
Kemudian, Tachibana-san berkata, “Tuh kan, pesan ku tersampaikan,” tersenyum seperti anak kecil yang terjebak dalam lelucon.
Ya, ada pesan lain dalam film pendek itu.
Itu adalah pengakuan Tachibana-san kepadaku.
Bukan pengakuan untuk Senpai.