-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 6 Bab 5 Part 3 Indonesia

Bab 5
Festival Olahraga Kedua


3


Setelah istirahat siang, festival olahraga berlanjut ke paruh kedua hari itu. Lebih dari separuh siswa telah menyelesaikan jumlah minimal 5 kompetisi, dan mereka yang percaya diri dalam kemampuan atletik mereka maju ke perlombaan keenam dan ketujuh. Matoba dan Shimizu dari Kelas A terus berjuang tanpa pemimpin melawan Horikita dan Ichinose dkk yang menilai status partisipasi dan anggota kompetisi dari menit ke menit.

“Selanjutnya adalah tenis meja ganda di gimnasium. Aku baru saja mendapat laporan dari Satonaka, katanya tidak ada saingan yang kuat. Tersedia 2 kursi lagi. Ada peluang bagus kita bisa ikut tepat waktu.”

“Kita harus terus menang hingga setidaknya tidak mengambil peringkat terbawah klasemen.”

Ketidakikutsertaan Sakayanagi memberikan bayangan gelap pada Kelas A tahun kedua, dan banyak siswa yang putus asa, tapi di sisi lain, ada banyak yang termotivasi oleh itu.

Mendengar bahwa tenis meja ganda, yang ditutup dalam 10 menit, hampir habis, mereka meninggalkan adu pinalti yang telah mereka rencanakan untuk diikuti dan mulai bergerak dengan buru-buru. Ishizaki baru saja berjalan dari arah yang mereka tuju, sedikit menoleh dan tidak melihat ke depan. Shimizu berlari ke kanan untuk menghindari Ishizaki yang mendekat, tapi Ishizaki juga bergerak ke kiri pada waktu yang hampir bersamaan.

Shimizu mencoba menghindarinya secepat mungkin, tapi dia tidak dapat menghindarinya dan bahu mereka bertabrakan.

Tabrakan itu dua kali lebih kuat dari perkiraan, dan tidak mungkin disebabkan oleh tabrakan yang tidak disengaja.

Shimizu hendak berteriak setelah dia menilai bahwa dia dipaksa untuk menabrak bahunya, tapi ———

“Aw...! Matamu itu lihat kemana kalau lagi jalan oi!”

Mendahului Shimizu, Ishizaki berteriak dan mendorongnya.

“Kau sendiri jalan tidak lihat ke depan, kau sengaja mau melukaiku, ‘kan!”

Shimizu dari Kelas A dan Ishizaki dari Kelas D saling melotot.

“Kaulah yang tidak melihat ke depan!”

“Haa? Kenapa kamu nyalahin? ...Jangan bilang kau sengaja menabrakku?”

“Lah kok? Dilihat bagaimana pun, kamu sengaja menabrakku. Kan?”

Shimizu meminta Matoba untuk memperjelasnya seolah meminta bantuan.

“Benar. Kamu tidak lihat lurus ke depan.”

“Siapa juga yang tidak lihat lurus ke depan. Masak dua orang nuduh sih. Dasar licik.”

“Apanya yang licik. Sudah jelas kamu yang salah.”

“Haaa? Aku salah? Kalian yang terlalu asyik ngobrol sampai tidak lihat jalan.”

Saling menyalahkan terus berlanjut, dan waktu berlalu tanpa ada indikasi bahwa Ishizaki akan meminta maaf. Yakin bahwa mereka benar, Matoba yang terburu-buru mendesak Shimizu untuk tenang.

“Sudah biarin saja. Ngapain ngurusin dia.”

“Aku masih belum terima.”

“Aku mengerti perasaanmu. Aku pun sama, tapi ada yang lebih penting buat kita sekarang.”

“...Itu benar.”

Terlepas dari simpatinya pada Shimizu, dia mengingatkannya agar tidak lupa untuk ikut kompetisi dan menang.

Dengan enggan, Shimizu mengangguk, memelototi Ishizaki, dan berjalan pergi.

“Lain kali hati-hati.”

“...Aduh.”

“Ha?”

Saat dia hendak lewat, Ishizaki tiba-tiba memegang bahu kirinya dan bergumam,

“Aku terlalu bersemangat sampai-sampai aku tidak menyadarinya... mungkin aku terluka karena tabrakan tadi.”

Keduanya untuk sesaat tidak mengerti apa yang dia bicarakan, tapi mereka segera menyadari semuanya setelah itu.

Mereka menyadari bahwa ini adalah jebakan murahan yang dibuat oleh Ishizaki.

Mereka saling memandang dan tertawa terbahak-bahak. Namun, situasinya tiba-tiba berubah seketika.

“Berisik sekali sih kalian. Ada apa, Ishizaki?”

“RyĆ«en-san! Tolong dengarkan aku! Orang-orang ini, mereka mempermainkanku!”

Di tengah perselisihan, Ryƫen muncul.

“RyĆ«en... sial, orang yang merepotkan ikut-ikutan.... Aku tidak menyangka kau akan menggunakan trik yang jelas seperti ini.”

“A? Kau ini bicara apa? Aku datang ke sini hanya karena mendengar keributan, oke?”

“Jangan bercanda. Kalian punya catatan kejahatan, ‘kan?”

“Catatan kejahatan? Catatan kejahatan ya. Mungkin kami memang memiliki catatan serupa.”

“Jadi kau tahu maksudku.”

“Tapi kuberitahu. Bahkan jika kami memiliki catatan kejahatan, apakah kami melakukannya kali ini atau tidak sama sekali tidak relevan. Jika bawahanku yang imut disakiti dengan kejam oleh Kelas A dan bahkan sampai terluka, maka itu bisa menjadi masalah besar.”

“Apanya yang bawahanmu yang imut? Kaulah yang menyuruhnya, bukan? Aku akan memanggil Sensei...!”

“Kuku. Tentu saja, kau harus mengandalkan Senkƍ jika dalam masalah. Siapa takut. Kami adalah korban. Akan kujelaskan secara menyeluruh, jangan khawatir. Bukankah begitu, Ishizaki?”

(Tln: Senkƍ = panggilan guru untuk berandalan)

“Yup. Aku korbannya.”

“Korban apanya? Kalian bahkan tidak menganggap serius festival olahraga... bisa kau panggilkan Sensei?”

Matoba memutuskan bahwa itu tidak bisa dihindari, membisikan Shimizu, dan mengirimnya berlari ke suatu tempat.

Segera setelah itu, Shimizu, yang pergi untuk memanggil guru, kembali dengan ekspresi tidak menyenangkan di wajahnya.

“Kenapa? Dimana Sensei?”

“Soal itu———”

Shimizu tidak membawa kembali guru, melainkan Hashimoto Masayoshi, yang satu kelas dengannya.

“Aku melihat Shimizu berlari dengan panik, jadi aku bertanya kepadanya. Jika dia sembarangan memanggil guru, keributan akan semakin besar. Jika klrarifikasinya dibenarkan, kalian mungkin tidak dapat berpartisipasi dalam kompetisi.”

“Tapi kan!”

“Aku tahu. Tapi membuat keributan besar adalah tujuan RyĆ«en. Jangan sampai terpancing.”

Memerintahkannya untuk santai, Hashimoto meletakkan tangannya di bahu Shimizu.

“Biar aku aku saja yang bicara.”

“...Aku mengerti. Tolong cepat selesaikan.”

Matoba, yang tidak punya pilihan selain menyerahkan situasinya kepada Hashimoto, melihat dari jarak yang cukup dekat.

“Tolong kita selesaikan ini dengan damai, RyĆ«en.”

Hashimoto yang mendengar masalahnya mendekat dengan langkah tenang di tengah keributan.

“A? Kalianlah yang mulai. Kami hanya membeli pertarungan yang dijual pada kami.”

“Aku tahu. Tapi jika kamu tidak mundur, kita akan berada dalam masalah. Mereka adalah penghasil poin dan andalan kami di festival olahraga ini, dan sedang ditahan. Maaf untuk mengatakan ini, tapi Ishizaki hanya bisa sejauh ini. Iya, ‘kan?”

Tidak peduli bagaimana orang melihatnya, jelas bahwa ini adalah hubungan sebab akibat yang dibuat oleh pihak Ryƫen.

Hashimoto memanfaatkan poin ini dan mencoba menahan Ryƫen agar dia tidak terlalu keras.

“Jangan meremehkannya. Ishizaki sudah bekerja sangat keras demi hari ini. Untuk menunjukkan peluang bersaing secara setara dengan penghasil poin yang kau sebutkan. Benar, ‘kan?”

“Benar.”

Hashimoto yang telah melihat Ishizaki bermain-main setiap hari, mau tidak mau akan tercengang.

“Astaga. Kau masih suka mengambil risiko yang besar, ya.”

Hashimoto tahu dia tidak bisa bersaing dalam debat yang layak, tapi dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggaruk kepalanya.

“Tapi ini membuat semuanya jelas. Kalian benar-benar ingin menghancurkan kami di festival olahraga ini, ya. Para elit tahun pertama yang menempel dengan aneh itu juga karena hasutanmu, ‘kan?”

Telah diketahui sejak awal bahwa siswa tahun pertama yang berbakat secara fisik mengikuti kompetisi yang akan diikuti oleh siswa berbakat dari Kelas A tahun kedua. Namun, tidak ada cara untuk menghentikan entri setelah diketahui, dan sejauh ini hanya hasil yang lebih rendah dari perkiraan yang telah dicapai.

“Karena Hime-san absen hari ini, kami cukup putus asa untuk menghindari bagian bawah klasemen. Jika kami menjadikanmu musuh juga, kami tidak akan bisa menang. Jadi anggap saja kita berbagi rasa sakit dalam damai.”

“Berbagi rasa sakit?”

Sikap Ryƫen, yang sejauh ini relatif ramah berubah total, dan senyumnya menghilang.

“Aku tidak peduli sama apa yang terjadi di Kelas A. Kami Kelas D. Kami melakukan semua yang kami bisa untuk merangkak naik dari bawah. Dan jika kau pikir kau bisa dengan mudah menyingkirkannya setelah kau nyari gara-gara, kau salah.”

Ekspresi Hashimoto, yang tertutupi senyuman tipis, membeku sesaat saat dia sepertinya akan diserang.

“Lalu———kau maunya apa? Apa kamu ingin kami meminta maaf secara sepihak?”

“Itu kamu tahu. Kami tidak mencoba mendapatkan uang dari kalian. Aku hanya ingin permintaan maaf yang tulus. Benar, ‘kan, Ishizaki?”

“Ya. Rasa sakit di lenganku sudah sedikit mereda, jadi itu sudah cukup untukku.”

Yang paling menyakitkan adalah kehilangan lebih banyak waktu. Setelah memastikan bahwa tidak ada uang khusus atau tuntutan lain yang diminta, Hashimoto memutuskan untuk menerima ide tersebut.

“Beri aku waktu untuk membujuknya.”

“Buruan. Kami juga ada kompetisi lain yang harus diikuti.”

Lebih dari 5 menit telah berlalu sejak pertengkaran dimulai.

Ini adalah waktu yang mepet untuk meminta maaf sekarang juga dan lari ke gimnasium tepat waktu.

“Kau mendengarnya, ‘kan? Aku tahu kau tidak terima, tapi kau harus meminta maaf dengan tulus di sini.”

“Jangan konyol. Kau bilang kau akan mengurusnya, jadi aku tutup mulut dan mendengarkan. Tapi kau malah memintaku untuk meminta maaf secara sepihak karena permintaan mereka? Siapa juga yang mau lakuin itu.”

“Jadi tidak apa-apa jika kita tidak menang? Kamu mungkin bisa melindungi harga dirimu dengan menjadi keras kepala dan membela diri di sini. Tapi jika dengan ini kita kalah dengan selisih 5 atau 10 poin, apakah kau akan puas?”

“I-Itu...”

“Yang penting sekarang adalah kelas kita menang. Bukan begitu? Kebetulan kau menginjak kotoran anjing dan merasa tidak nyaman karenanya. Itu saja.”

Setelah meminta maaf sekali, mereka bisa langsung kembali ke kompetisi. Dia menekankan itu.

“Sialan...! Kenapa aku harus...”

Shimizu sangat frustasi, tapi kemudian dia menjadi tenang dan dengan enggan setuju.

Dia melangkah maju untuk meminta maaf kepada Ishizaki.

“Tunggu, Shimizu. Matoba di sana juga bersalah. Dia mengira aku melihat ke arah lain.”

“...Matoba.”

“Aku tahu...”

Keduanya terpaksa berdiri berdampingan dan menundukan kepala sedikit pada Ishizaki.

“Kami minta maaf. ...Sudah cukup, ‘kan?”

Mereka langsung mengangkat kepala mereka yang tertunduk dan hendak pergi, tapi Ishizaki segera menghentikan mereka.

“RyĆ«en-san... aku tidak mengerti mereka ngapain, apa-apaan sih ini?”

“Itu wajar saja. Mereka menundukkan kepala sedikit, tapi dalam hati mereka meludahimu. Aku merasa belum menerima permintaan maaf yang halus. Kau tidak cukup tulus.”

“Kau gila ya, RyĆ«en? Aku tidak akan menurutimu lebih dari ini.”

Sebelum menahan Matoba dan Shimizu, Hashimoto juga menilai bahwa ini adalah batasnya.

Menilai bahwa tidak ada cara lain selain campur tangan guru, Hashimoto berlari ke arah guru.

Kemudian, dalam waktu sekitar 1 menit, dia kembali ke tempat ini bersama seorang guru.

“Ada apa yang sebenarnya terjadi di sini?”

“Sebenarnya———”

“Aku menerima permintaan maaf kalian.”

Hashimoto hendak memberi tahu guru apa yang terjadi, tapi tepat sebelum dia melakukannya, Ishizaki menyatakan bahwa permintaan maaf itu diterima.

“Maaf, RyĆ«en-san. Terima kasih untuk semua saran yang kamu berikan padaku, aku diberitahu bahwa aku terlalu cengeng hanya karena benjolan kecil di bahu... jadi aku akan membuatnya lunas karena mereka berdua sudah meminta maaf padaku tadi. Tidak apa-apa, ‘kan?”

“Silahkan saja. Jika kau puas dengan itu, itu bukan urusanku.”

Guru mencoba memahami situasi saat Ryƫen dan Ishizaki mencoba mengakhiri perdebatan di sini.

Hashimoto yang membawa guru karena dia tidak bisa berbuat apa-apa, juga bingung karena tidak paham.

Guru yang hanya melihat situasi ini menyimpulkan.

“Kalian berdua menabrak Ishizaki dan meminta maaf. Dan dia menerimanya. Apakah itu benar?”

“Itu!”

Shimizu hendak membantah karena masalahnya dibuat seperti sudah terselesaikan, tapi Hashimoto menghentikannya.

“Sepertinya begitu. Masalahnya sudah beres.”

“Bagus kalau begitu. Pokoknya, hindari masalah selama festival olahraga, mengerti?”

Hashimoto mendorong keduanya, yang tampaknya akan meledak karena marah, menjauh dari tempat ini.

“Pergilah selagi Sensei masih mengawasi. Oke?”

Mereka berbalik beberapa kali untuk memelototi Ishizaki dan Ryƫen, tapi akhirnya mereka berbaur dengan kerumunan menuju gimnasium. Lalu Ryƫen dan Ishizaki juga bubar pada saat itu.

Hashimoto sangat sedih ketika tidak ada orang lain lagi di sekitarnya.

“Dia benar-benar melakukan hal seperti itu di depan orang sebanyak ini, astaga... dia bukan orang yang ingin aku jadikan musuh.”

Hashimoto ketakutan, tapi bahkan ketika dia mengatakan ini, dia tertawa senang sendirian.

Related Posts

Related Posts

1 comment

  1. Aku suka sama metode licik Ishizaki dan Ryuuen kyk gini, lucu juga lihatnya.

    ReplyDelete