-->

Cari Blog Ini

Love Comedy in The Dark Vol 1 Episode 3 (3)

Episode 3 (3)



Keesokan harinya.

Yumiri tidak datang ke sekolah.

Sungguh murid pindahan yang tidak serius.

Bukankah murid pindahan biasanya akan sedikit lebih mencoba untuk berbaur dengan sekolah, atau menyesuaikan diri dengan kelas, atau semacamnya?

Yah, jika aku ditanya apakah dia perlu sekolah, aku cukup meragukannya sih. Dia adalah gadis yang bekerja di seluruh dunia sesuka hati yang membuat ku berpikir bahwa dia bahkan bukan manusia. Dia tidak punya waktu untuk pergi ke sekolah. Jika dipikir secara normal.

Lagian, Amagami Yumiri penuh dengan misteri.

Aku tidak tahu siapa wanita itu atau dari mana asalnya.

Di mana dia lahir dan di mana dia tinggal?

Apakah dia punya musuh? Apakah dia punya sekutu?

Bagaimana dengan orang tuanya? Saudaranya? Temannya?

Apa musik favoritnya? Apa makanan favoritnya?

Aku tidak tahu apa-apa tentang semua itu.

Sama sekali tidak tahu.

Yang ku tahu hanyalah namanya, dia memiliki gaya dan wajah yang sangat menarik, dia sangat dekat, suka melakukan kontak fisik, mudah mengolok-olok orang lain, dan dia bebas——karena dia memiliki kemampuan yang tidak biasa yang biasanya tidak terpikirkan. Itu saja.

Sejak awal aku dan dia memang berselisih.

Orang gak jelas yang secara sepihak mengganggu mimpiku. Musuh bebuyutan.

Hubunganku dengannya melompati semua asumsi yang biasanya dibuat.

Aku terlibat dalam sesuatu yang benar-benar aneh. Namun kami adalah sepasang kekasih, yang membuatku ingin tertawa.


Baiklah.

Sekolah tanpa Amagami Yumiri terasa tidak nyaman.

Itu wajar saja. Satō Jirō saat ini berada dalam posisi [pria yang karena alasan tertentu sangat disukai oleh seorang murid pindahan cantik yang misterius], dan tanpa embel-embel Yumiri, ia hanyalah pria suram yang tidak mencolok.

Tidak. Sebaliknya, posisiku tidak lebih baik daripada sebelumnya.

Sampai baru-baru ini, aku hanya perlu berdiam diri di ruang kelas. Sekarang aku tidak bisa. Pada saat ini sebelum homeroom, aku bisa merasakan mata seluruh kelas tertuju padaku.

Mungkin mereka memiliki banyak pertanyaan yang ingin mereka tanyakan kepadaku.

[Siapa itu Amagami Yumiri?]

[Benarkah kalian berpacaran?]

Atau sesuatu seperti itu.

Lagipula, si Yumiri ini tampaknya hanya tertarik padaku saat ini. Bahkan jika ada orang lain yang bicara kepadanya, biasanya dia hanya menepisnya. Namun mereka tidak ingin bertanya padaku, jadi pada dasarnya aku menyambut baik situasi ini. Kalau pun ditanya, toh aku tidak akan bisa memberi mereka jawaban yang memuaskan.

Dan di waktu ini, ketua kelas, gadis gal dan anggota klub sastra tidak berada di ruang kelas.

Suasana yang tidak nyaman.

Kecanggungan yang tak disembunyikan dari teman sekelas yang mencoba berperilaku seperti biasa.

Gemuruh ruang kelas lain yang datang dari koridor.

Aku memasang headphone tanpa suara di telingaku, merebahkan diri di meja, dan berpura-pura tertidur untuk melewati waktu yang menyiksa ini.

Garari.

Aku mendengar pintu kelas terbuka dan seseorang masuk.

Aku juga sudah terbiasa dengan hal itu. Tsuka tsuka tsuka (suara orang berjalan). Aku bisa mendengar langkah kaki datang langsung ke arahku.

Aku juga tahu siapa pemilik langkah kaki itu, tentu saja.

“Oi Jirō.”

Aku dipanggil.

Jika aku terus berpura-pura tertidur, kakiku akan ditendang. Aku tidak punya pilihan selain membalas.

“...Apa?”

Aku mengangkat wajahku.

Sambil mengedipkan mataku seperti terlihat sangat mengantuk.

“Belikan aku cokelat kornet dan strawberry au lait untuk makan siang hari ini.”

Yanki, Kitamura Tōru memberi perintah.

Tanpa memperhatikan akting burukku, dia langsung memelototiku,

“Jangan sampai lupa ya, sialan. Belakangan ini kau suka malas-malasan.”

“Ah, ya.”

“Hun? [Ah, ya] apa?”

“Ah, baik. Maaf.”

“Ayolah. Jangan menjadi pengecut.”

Dia menatap wajahku.

Jaraknya, 10 cm. Jika ini Amagami Yumiri, aku akan terpedaya oleh pesonanya dan menari di telapak tangannya. Tapi tidak kali ini. Karena pihak lain adalah yanki yang sangat memelototiku.

“Cih. Dasar pengecut, begitu saja takut.”

Yanki meludahkannya.

Tidak, habis menakutkan.

Aku tidak ingin menyombongkan diri, tapi aku ketakutan.

“Fun (Hmp).”

Yanki berputar dan berbalik arah.

Perilaku ini menunjukan bahwa urusannya sudah selesai. Hubungan antara aku dan Yanki pada dasarnya hanya ini saja.


[Ngomong-ngomong, aku tidak akan membantumu]

Aku ingat Yumiri mengingatkan ku tentang hal itu.

“Jirō-kun, kamu harus lakukan sendiri. Tugasmu adalah merayu keempat gadis itu.”


...Tidak.

Ini mustahil, bukan?

Lihat saja sikap Yanki itu. Matanya yang dingin dan aku diperlakukan seperti serangga.

Kau ingin aku merayu wanita ini?

Mustahil mustahil. Aku bahkan tidak bisa menatap matanya dan berbicara dengannya. Lagian, aku bahkan tidak melihat Yanki itu sebagai seorang wanita. Habis Yanki itu menakutkan.

Faktanya dalam mimpiku, Yanki itu menjadi pesuruh ku, bukan? Anggota harem adalah tiga orang lainnya, bukan?


[Hei Jirō-kun. Bagaimana jika kejadian-kejadian di dunia mimpi——khayalan yang hanya bisa diwujudkan di dunia mimpi menjadi kenyataan? Bukankah itu akan sangat menyenangkan?]


...Itu tentu saja akan menyenangkan.

Itu adalah tawaran impian, seandainya saja khayalan bisa menjadi kenyataan.

Tapi kan... meskipun begitu... tidak tidak, sudah ku duga tidak mungkin... daripada disuruh merayunya, lebih baik menjadikannya pesuruhku.

Tapi aku ingat.

Yumiri juga mengatakan ini.


[Target pertamamu adalah Yanki-chan]

[Asal tahu saja, ini adalah tutorial, oke? Mungkin ini akan menjadi tugas yang mudah, jadi kuharap kau bisa lebih rileks]

[Di saat yang sama, ini juga merupakan misi yang paling mendesak. Karena dia adalah orang yang paling terpengaruh oleh mimpimu, Jirō-kun]


“Oi.”

Aku dipanggil lagi.

Si Yanki, Kitamura Tōru, yang seharusnya berbalik arah, melihat ke arahku dan memelototiku.

“A-Apa?”

“Di mana dia?”

“Eh?”

“Wanita itu loh. Dia gak datang?”

Wanita itu?

Setelah berpikir sejenak, terlintas seseorang dalam benakku. Ah, maksudnya Yumiri.

Dokter gadungan dan yanki.

Entah kenapa, aku merasa aku sudah menetapkan peringkat untuk keduanya. Tapi Kitamura Tōru tampak tidak berdaya dalam insiden di kafetaria itu. Tetapi kabar buruknya adalah bahwa jenis orang semacam ini lebih peduli tentang reputasinya daripada yang lain.

“Begitu ya. Jadi dia tidak berangkat.”

Kata si yanki seolah bicara sendiri.

“Apa dia bolos sekolah?”

“Eh. Tidak, aku tidak tahu sejauh itu.”

“Lah kok tidak tahu? Dia cewekmu, bukan?”

“Yah...”

Meskipun begitu.

Kami belum lama berpacaran.

“Fuun.”

Yanki menyipitkan mata.

Dia menyipitkan mata tapi tidak tersenyum sedikit pun.

Yang ada, suasananya ini seperti predator kejam yang mencoba memasang jebakan.

“Oi Jirō.”

Atau haruskah kukatakan, seperti yang diharapkan?

Firasat burukku ternyata benar. Dengan suara yang mengerikan Yanki berkata.

“Kau temenin aku sebentar, sialan.”

(Tln: Si Yanki ini suka mengakhiri ucapannya dengan ‘kora’ = sialan atau apa pun itu)

Related Posts

Related Posts

2 comments

  1. seharusnya yanki itu yankee gak sih yang artinya kek anak anak nakal/berandalan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya memang itu. Tapi karena disini lebih sering disebut sebagai sebutan salah satu karakter, jadi aku tidak menerjemahkannya ke bahasa lain

      Delete