-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 9.5 Bab 1 Part 3 Indonesia

Bab 1

Lagu Kesepian


3


Setelah itu, aku mulai berjalan bersama Shiranami sambil memikirkan beberapa tempat. Di halaman sekolah selama liburan musim dingin, cuaca buruk hujan jadi sulit untuk berada di luar ruangan.

Namun di dalam ruangan juga ada masalah, karena banyak siswa yang tersebar di sana sini.

Yang melegakan adalah Shiranami tampak memiliki keinginan untuk menjaga jarak dariku.

Biasanya dalam situasi seperti ini, meskipun bukan teman dekat, orang akan berjalan bersebelahan seperti ada dalam kelompok yang sama atau berjalan beberapa langkah di depan atau di belakang, tapi jarak antara aku yang berjalan di depan dan Shiranami yang mengikutiku dari belakang cukup jauh. Mungkin, jika dilihat orang lain, mereka tidak mungkin mengira kami berjalan bersama.

Jadi, sekalipun ini adalah malam Natal, tidak perlu khawatir akan muncul desas-desus kalau kami mungkin adalah pasangan.

“...Apa?”

“Bukan apa-apa.”

Jika aku terlalu sering melihat ke belakang, tampak Shiranami akan semakin menjauh.

Walaupun bukan aku yang minta ingin berbicara, ini tetap terasa tidak mudah.

Namun, karena aku yang mendekati dan memulai pembicaraan, tidak ada pilihan lain.

Setelah kami berkelana tanpa tujuan, kami akhirnya tiba di tempat istirahat.

Di tempat ini ada beberapa mesin penjual otomatis dan dua bangku kayu tanpa sandaran.

Aku tahu bahwa ternyata tidak banyak siswa yang menggunakan tempat ini, tapi sepertinya hari ini juga tidak terkecuali karena tidak ada yang terlihat.

“Kamu mau minuman sesuatu———”

“Nggak.”

“Duduk saja di bangku———”

“Nggak, nggak usah.”

Setelah mendapatkan penolakan berturut-turut, aku menyerah pada banyak hal.

“Sekarang, bicaralah.”

Shiranami berdiri di depan dengan jarak yang cukup jauh, menggosok-gosokkan kedua tangannya.

Ada sesuatu yang sulit untuk ditanyakan, tapi harus ditanyakan, kurang lebih seperti itu kurasa.

“Ayanokƍji-kun... eng, a-apa hubunganmu dengan Hanami-chan?”

“Hubungan, apa maksudmu?”

“Hanya teman seangakatan? Atau teman? Atau... hubungan yang lebih dari itu?”

Meskipun setiap perkataannya lemah, dia dengan jelas mengungkapkan apa yang ingin dia ketahui.

Dari cara bicaranya, jawaban dariku tampaknya sangat penting bagi Shiranami.

Tentu saja aku tahu alasan kenapa.

Karena ada satu kejadian yang menjadi awal aku menjalin hubungan dengan Ichinose.

Tahun lalu, ketika masih baru masuk sekolah, Ichinose menerima pengakuan dari Shiranami.

Bukan sekedar teman biasa, melainkan perasaan cinta yang seharusnya diarahkan pada lawan jenis.

Tidak, ungkapan itu tidak tepat.

Mempermasalahkan apakah jenis kelaminnya sama atau berbeda di zaman kini mungkin adalah kesalahan.

(Tln: waduh, youzitsu udah tercemar paham menyimpang ini)

Seseorang bernama Shiranami memiliki perasaan suka pada seseorang bernama Ichinose.

Itu saja.

Dan dia tidak senang karena Ichinose menyukaiku.

Tidak perlu ditanyakan lagi, itu adalah skema yang sederhana dan jelas.

“Bagaimana biar jawabanku benar, ya. Aku agak bimbang———”

“Jangan pikirkan aku, jawab saja.”

“Bukan karena itu. Sulit untuk menentukan apakah aku pantas untuk dipanggil sebagai teman.”

“…Apa maksudnya, itu?”

Dengan ekspresi heran, Shiranami mengerutkan kening karena tidak mengerti.

“Aku tidak punya banyak teman. Lagipula aku juga tidak begitu memahami batasan untuk menjadi teman. Apakah hanya pernah mengobro bisa disebut teman? Di mana batas antara kenalan dan teman?”

(Tln: dari sini ke bawah adalah pertanyaan umum dari Kiyo. Seperti bayi yang penasaran dan bisa ngomong)

“Itu... mm, kalau ditanya di mana batasnya aku juga tidak tahu...”

“Seperti kamu yang tidak tahu, Shiranami, aku juga tidak tahu. Setidaknya dari sudut pandangku sendiri, aku menganggap kami adalah teman.”

“Entah kenapa, ungkapanmu agak sulit dipahami.... Apa kamu sengaja menghindar?”

Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu, aku menjawab dengan serius apa adanya.

“Jadi hanya teman biasa, ‘kan? Kalian tidak memiliki perasaan seperti, eng, saling suka, atau semacamnya, ‘kan?”

Aku belum bertanya langsung pada Shiranami, tapi aku rasa dia tahu perasaan Ichinose. Shiranami bilang saling suka, jadi yang dia ingin tahu adalah perasaanku.

“Jelas begitu, ‘kan? Karena Ayanokƍji-kun pacaran dengan Karuizawa-san.”

Mungkin dia tidak sabar menunggu jawaban dariku, Shiranami menambahkan itu.

“Apakah ada atau tidaknya pacar itu berpengaruh? Terkait jawaban atas perasaanku pada Ichinose?”

“Tentu saja berpengaruh. Karena orang hanya jatuh cinta pada satu orang.”

Jawaban seorang gadis yang romantis, atau lebih tepatnya gadis yang murni.

Itulah yang dia percayai tanpa keraguan sedikit pun.

“Mungkin saja kan seseorang melihat beberapa orang sebagai target cintanya secara bersamaan?”

Ini adalah kasus yang sangat mungkin terjadi, tanpa memandang gender.

“Ma-Mana mungkin!”

Tapi Shiranami dengan tegas menyangkalnya.

Tangan kecilnya mengepal kuat, terlihat dia tampak marah.

“Maaf. Sepertinya yang kubicarakan ini tidak ada hubungannya. Antara aku dan Ichinose, saat ini tidak ada hubungan yang membuat Shiranami khawatir.”

“...Saat ini, ya?”

Tidak mengejutkan sih, tapi Shiranami yang sangat peka terhadap setiap perkataanku, berhasil menangkap kata-kata jaminan yang aku sisipkan untuk jaga-jaga.

“Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.”

“Meski begitu, jika hanya hubungan normal, kupikir tidak perlu menambahkan kata saat ini...?”

Mungkin benar seperti yang dikatakan Shiranami.

Jika ini bukan tentang Ichinose, misalnya, anggap saja itu gadis seperti Amikura yang dekat denganku, aku mungkin tidak akan menambahkan jaminan seperti kata, saat ini.

Aku bisa dengan jelas mengatakan bahwa kami hanya berteman, tidak lebih dan tidak kurang.

“Seandainya... jika Honami-chan memiliki perasaan padamu, tapi Ayanokƍji-kun tidak punya perasaan yang serupa, seharusnya kamu tidak akan mengatakan, saat ini. Tapi kamu mengatakannya.... Kata itu harusnya tidak diucapkan kecuali kamu punya niat untuk putus dengan Karuizawa-san dan pacaran dengan Honami-chan.”

Shiranami berusaha merangkai kata-kata yang mungkin terlihat seperti dia tidak ingin mengatakannya.

Meskipun tatapannya mungkin terfokus pada ujung hidungku, perkataannya itu membutuhkan keberanian.

“Kupikir Honami-chan, eng, bebas untuk menyukai siapa pun yang dia mau.... Tapi, aku tidak bisa diam saja jika dia berpacaran dengan seseorang yang tidak jujur...”

“Apakah seseorang disebut tidak jujur hanya karena pernah berpacaran dan putus dengan seseorang?”

“Itu... nggak sih, tapi...”

Shiranami yang merupakan teman sekelas Ichinose, tidak bisa mengungkapkan keadaan Ichinose.

Kupikir ia mungkin sudah merasakan perubahannya, tapi tidak ada tanda-tanda seperti itu.

Wajah baru yang ditunjukkan Ichinose. Hingga aku dapat menilai bagaimana efeknya, sejujurnya aku tidak ingin memberikan pengaruh yang tidak disengaja pada siapapun.

Itulah sebabnya, meskipun akan membuat Shiranami bertanya-tanya, aku tidak punya pilihan selain menambahkan kata, saat ini.

“Aku tak bermaksud membingungkanmu, Shiranami. Tapi dalam situasi ini, karena ada kemungkinan apa pun yang kukatakan tidak akan kamu terima dengan tenang, tidak ada pilihan lain selain aku tambahkan jaminan.”

Mungkin aku harus mengatakannya dengan tegas, meskipun itu terdengar sedikit keras.

Dia terlihat seperti ingin menyangkal, tapi sepertinya dia menyadari bahwa dirinya terlalu berapi-api.

“...Aku minta maaf. Sepertinya perkataanku terlalu berlebihan...”

Dia sangat putus asa sehingga pada satu titik dia tidak tahu perkataannya sudah sejauh mana. Itu saja.

“Kamu mengkhawatirkan Ichinose, ya?”

Sebagai sahabatnya. Dan sebagai seseorang yang memiliki perasaan lebih dari itu tentu itu wajar saja.

“A-Anu... a-aku sungguh minta maaf!”

Semakin dia tenang, semakin ia mulai menganggap serius kesalahannya sendiri.

“Belakangan ini, aku mendengar banyak gosip soal Ayanokƍji-kun dan Honami-chan...”

“Gosih hanyalah gosip.”

“Iya kan.... Misalnya gosip kalian tidak belajar untuk ujian biar kalian bisa berduaan pergi ke gym, atau gosip Ayanokƍji-kun mengundang dan mengajaknya masuk ke kamarmu padahal kamu sudah punya pacar, mereka seenaknya mempercayai gosip palsu semacam itu...”

Hm... hmm?

“A-Ada apa? Kamu selalu terlihat tenang, tapi tiba-tiba ekspresimu berubah aneh dan kaku?”

“Aku heran dari mana gosip yang tidak benar, atau lebih tepatnya, fakta yang tidak terlalu penting itu, bisa menyebar.”

(Tln: Kiyotaka itu pura-pura bodoh atau beneran bodoh. Harusnya dari fakta Ichinose nungguin didepan kamarnya aja sudah jelas. Dan masukin gadis lain ke kamar dianggep sepele. Dia juga nganggep fakta itu dibawah gosip, buset)

“Kok ucapanmu terkesan aneh, ya. Gosip dan fakta itu tidak ada hubungannya, bukan?”

“Tentu saja ada banyak kasus yang tidak ada hubungannya.”

“...Eh?”

“Hm?”

“Kalian tidak pergi ke gym berduaan... ‘kan?”

“Tidak. Aku hanya mulai pergi ke gym. Bisa jadi aku bertemu Ichinose secara kebetulan di sana, ‘kan?”

Seperti halnya hari ini.

Aku juga mendapat pesan, tapi itu bukan janji untuk bertemu di gym.

“Itu, mungkin benar. Mako-chan juga pergi ke gym. Aah tapi, soal dia diundang ke kamar Ayanokƍji-kun, itu juga pasti gosip yang jahat, ‘kan?”

“Iya, benar. Aku tidak mengundang dan membawa masuk Ichinose ke kamarku.”

Memang ada sekitar tiga kali yang mirip dengan itu, tapi yang pertama adalah saat pemungutan suara kelas saat kami masih tahun pertama. Yang kedua adalah di akhir tahun ajaran saat hujan. Yang ketiga adalah baru-baru ini, tapi itu Ichinose saja yang menunggu di depan kamarku atas inisiatifnya sendiri.

Mungkin selama Ichinose menungguku saat yang ketiga kalinya itu, ada orang yang melihatnya.

“...Aku percaya.”

(Tln: Lari dari kenyataan)

Kata Shiranami meski ragu-ragu dan menunjukkan ekspresi paling positif hari ini.

Tapi masalahnya, tergantung pada cara Shiranami menerima ini, dia mungkin akan merasa dikhianati.

Mungkin aku harus menambahkan penjelasan untuk berjaga-jaga.

Tapi, jika aku mengatakan sesuatu yang seperti membuat alasan, itu akan menciptakan keraguan di hati Shiranami yang hampir pulih.

“Boleh aku katakan satu hal?”

“Y-Ya. Apa itu?”

“Tidak peduli siapa yang disukai oleh Ichinose, atau siapa suka sama siapa, itu tidak akan mengurangi nilai Shiranami saat ini. Tapi, jika kamu melakukan tindakan yang tidak diinginkan Ichinose, mungkin itu beda cerita. Kamu mengerti apa yang aku maksud, ‘kan?”

“....Ya.”

Tidak bisa bersama dengan orang yang kamu sukai. Itu sebabnya kamu tidak senang dan ikut campur.

Jika orang yang dia sukai menyadari pemikiran itu, wajar jika orang itu tidak senang.

“Aku memang anak yang jahat, ya.”

Mungkin setelah dia sekarang menjadi lebih tenang, Shiranami mulai mengingat apa yang dia katakan hari ini.

“Aku hanya mengeluh, seperti melampiaskannya pada Ayanokƍji-kun...”

Dari sejak dia minta pindah tempat untuk berbicara, aku sudah merasakannya.

Tapi itu bukan berarti aku menyalahkan Shiranami bahkan tanpa mempertimbangkan fakta bahwa aku juga telah mengejutkannya.

“Bahkan saat ujian di pulau tak berpenghuni musim panas, kamu juga sudah menolongku waktu aku sedang tersesat...”

Sejak masuk ke sekolah ini, dia selalu memiliki perasaan istimewa terhadap Ichinose.

Dan kini dia menahan emosinya untuk mendukung Ichinose sebagai sahabatnya yang berharga.

Bisa dimengerti jika dia jijik terhadap keberadaanku dan secara tidak sadar bersikap memusuhiku.

“Aku tidak mempermasalahkannya. Sebaliknya, aku sudah mengganggumu dan mengatakan hal-hal seperti ceramah, aku minta ma———”

“Aku benar-benar minta maaf.”

Sebelum aku selesai mengucapkan permintaan maafku, aku malah menerima permintaan maaf dari Shiranami.

“Anu, anu, itu bukan berarti aku membencimu, Ayanokƍji-kun... sungguh, bukan seperti itu...”

Aku sudah tahu semua itu, tapi Shiranami tidak tahu, jadi dia mulai memberikan penjelasan.

Meskipun aku hentikan, mungkin dia tidak akan bisa menerimanya, jadi mungkin sebaiknya aku menjadi pendengar sebentar.

Selama beberapa waktu setelah itu, Shiranami terus menuturkan 80% permintaan maaf dan 20%  penjelasan sambil nyeloteh kesana kemari, tapi dia terus meminta pengampunan dariku.

(Tln: Jika kalian bingung dengan percakapan mereka, intinya adalah Kiyotaka hanya ingin menjaga segalanya tidak ada yang berubah setelah percakapan ini)

Related Posts

Related Posts

Post a Comment