Bab 4
Pertumbuhan Setiap Orang
5
Hari yang sama. Tepat setelah pukul 14:10.
Waktu ketika banyak siswa bersenang-senang setelah menyelesaikan makan siang.
Aku memandang laut dengan tenang, menunggu seseorang yang ku panggil. Aku mengeluarkan ponselku dan mengklik namaku, Horikita Suzune, untuk membuka OAA. Aku pikir mungkin akan ada perubahan karena hasil ujian di pulau tak berpenghuni, tapi sepertinya tidak ada perubahan di sini. Aku bertanya-tanya apakah ada kemungkinan pencerminannya ditunda karena para guru memiliki kesempatan terbatas untuk melihat para siswa.
Aku melihat OAA-nya, di mana dia akan bertemu denganku nanti, ternyata memang tidak ada perubahan.
Aku segera menutup ponselku dan menatap laut dengan tenang sendirian.
Sudah beberapa hari sejak ujian di pulau tak berpenghuni yang begitu keras dan agak tidak realistis.
Meski tubuhku sudah tidak lelah lagi, kehidupan sehari-hari ku tetap ringan karena aku berada di kapal pesiar mewah.
“Ge, kamu masih di sini?”
Suara itu diarahkan padaku dari jarak yang agak jauh. Sebelum aku bisa berbalik, kata-kata itu berlanjut.
“Bisakah kau tidak memanggilku melalui orang lain? Itu akan membuat orang salah paham dan mengira aku berteman denganmu, bukan?”
Aku berbicara dengan Yamaga-san, yang berada di kamar tamu yang sama dan di kelas tempat dia berada.
“Sayangnya aku tidak punya cara lain untuk menghubungimu. Atau apa kamu ingin aku panggil saat kau sedang makan dengan banyak orang yang hadir?”
“Aku jelas tidak mau. Tapi aku juga benci panggil dengan cara seperti hari ini.”
“Kalau begitu, bisakah kamu beri tahuku terlebih dahulu apa yang sebaiknya aku lakukan jika aku ingin berbicara denganmu?”
“Lebih baik jangan bicara denganku, bukan?”
Ibuki-san dengan ekspresi jijik di wajahnya, datang terlambat sekitar 10 menit dari waktu yang dijanjikan.
Dia tidak mengatakan sepatah kata pun permintaan maaf dan hanya mengeluh dari tadi.
“Kau tidak terlihat seperti orang yang sudah datang terlambat karena suatu alasan. Apa kau mau menjadi Miyamoto Musashi?”
“Ha? Kau ini bicara apa sih.”
Untuk membuatku marah———kurasa tidak juga.
Yah, jika itu yang dia inginkan, dia seharusnya membuat ku menunggu dua jam, bukannya terlambat 10 menit.
“Jika bukan untuk membuatku marah, aku ingin tahu kenapa kau terlambat?”
“Haa? Sejauh yang kuketahui, panggilan darimu-lah yang membuatku marah.”
“Itu benar. Memang kau ada benarnya.”
Ketika aku membalas dengan serius, dia menghela nafas seolah-olah tercengang.
“Apa maksudmu, jika aku tidak menjawab panggilan itu, kau akan menganggapku kabur? Ngeselin banget.”
“Jika aku memanggilmu secara normal, kamu akan mengabaikanku, bukan?”
“Itu sudah jelas, bukan? Memangnya siapa yang ingin bertemu denganmu?”
Aku sudah siap bahkan jika dia mengabaikanku sepenuhnya, tapi dia datang, meskipun terlambat.
Dia lebih tidak suka kalah dariku dari pada apa pun, dan aku benar untuk memanggilnya dengan cara menantangnya.
“Ah mou, oke oke.”
Kalau kau ada perlu cepat katakan, demikian dia terlihat sangat terburu-buru.
Aku ingin mempertimbangkan perasaannya, tapi ada keadaan di mana itu tidak mungkin.
“Bagaimana kalau kita bicara sambil berjalan? Butuh waktu lama untuk bicara sambil berdiri, dan kita terlihat menonjol di sini.”
Tempat ini cocok untuk pertemuan, tapi tidak untuk pembicaraan rahasia.
“Haa?... ampun.”
Mereka kesal, tapi dia mengikutiku dengan patuh.
Dia sepertinya merasa frustrasi karena kalah skor dariku dalam di ujian pulau tak berpenghuni.
Aku tidak akan terkejut jika dia melakukan kontak denganku untuk kesempatan membalas dendam.
Setelah kami mulai bergerak, kami bisa berbaur dengan kerumunan di sekitar, dan aku mulai berbicara.
“Ini ada hubungannya dengan Amasawa-san, anak yang kita lawan dalam ujian di pulau tak berpenghuni.”
“...Aa, anak sialan kurang ajar tahun pertama itu, ya.”
Karena dia berjalan sedikit di belakangku, aku tidak bisa melihat ekspresi Ibuki-san.
“Agak sulit untuk bicara denganmu, bisakah kamu sedikit mempercepat langkahmu?”
“Menjengkelkan. Terserah padaku mau berjalan secepat apa, bukan?”
“Kalau kamu sedang sendirian, itu benar.”
Aku berhenti dan melihat ke belakang.
“Kamu ingin mempersingkat ini. Makanya aku ingin membuatnya sesingkat mungkin untukmu. Tapi untuk itu, kerja samamu sangat dibutuhkan, kau tahu?”
“Iya, iya, oke, oke. Aku hanya harus berjalan lebih cepat, ‘kan?”
Mengatakan itu, dia mulai berjalan melewatiku. Ini malah seperti lomba jalan kaki.
Apa yang bisa kukatakan, dia adalah seorang anak kecil dalam artian yang buruk. Tentu saja, tidak ada kekanak-kanakan dalam arti yang baik, jadi itu tidak bisa menjadi kelebihan. Saat aku sambil tercengang menatap punggung Ibuki-san, dengan kesan seperti itu di dalam hatiku, dia berbalik dengan wajah menakutkan.
“Jangan ikuti aku!?”
“Terlalu cepat juga masalah. Bisakah kamu berjalan cukup cepat?”
“Ah, dasar!”
Mengacak-acak rambutnya sendiri, dan Ibuki-san kembali mendekat padaku.
“Aku akan mendengarkanmu dengan sungguh-sungguh, tapi kau harus menerima pertandingan balas dendamku! Kau mengerti!?”
“Tentu. Aku juga sudah menduga akan ada festival olahraga di semester kedua———dan aku mungkin bisa mewujudkannya tergantung situasinya.”
“Jadi kau akan menerima pembalas dendamku, ‘kan?”
“Makanya kan sudah kubilang. Aku akan mewujudkannya tergantung situasinya.”
Setelah memilah arti kata-kata itu sebentar, dia menggigit bibirnya sekali karena tidak puas.
“Dengan kata lain, kamu tidak akan menerimanya tergantung situasinya, iya ‘kan?”
“Ara, kamu bisa memahami hal-hal semacam itu untuk seseorang dengan otakmu, aku terkesan.”
Ketika aku bertepuk tangan, dia memukul tanganku itu, mungkin dia pikir aku sudah mempermainkannya.
“Kekerasan, ya.”
“Berisik! Kalau kau tidak berjanji untuk menerimanya, pembicaraan kita berhenti di sini!”
“Begitupun aku tidak masalah, tapi pertandingan balas dendam yang kamu inginkan selamanya tidak akan pernah menjadi kenyataan.”
“Ap———”
“Aku tidak bisa membuat janji di sini, tapi aku bisa membiarkan kemungkinan terbuka untukmu tergantung pada tindakanmu. Tidakkah menurutmu itu sangat penting? Aku tidak pernah berpikir akan kalah darimu. Dengan kata lain, sampai kita lulus... tidak, kamu akan menyesal belum pernah menang dariku bahkan setelah kita lulus.”
“Gu...!”
“Jadi? Kamu ingin mendengarnya atau tidak. Pilihan ada di tanganmu, Ibuki-san.”
“Iya, iya deh! Aku hanya perlu mendengarkannya, bukan!”
“Lebih baik kalau kamu patuh sejak awal, akan lebih mudah untukmu karena pembicaraan denganku yang kamu benci bisa diselesaikan dalam waktu singkat.”
Aku akan mengirimkan beberapa saran untuk lain kali. Ibuki-san berharap untuk pertandingan balas dendam, tapi itu sangat tergantung pada masa depan. Tentu saja, jika tidak sesuai dengan kebijakan kelas, aku tidak bisa menjadi lawannya. Aku tidak akan membicarakannya di sini karena itu hanya akan menjadi dampak negatif.
Kurasa memberinya ruang untuk mendapatkan pertandingan balas dendam telah sedikit membuatnya lega.
Ibuki-san berhenti dan mulai berjalan menyesuaikan langkahku.
“Jadi? Ada apa dengan anak tahun pertama yang kurang ajar itu?”
“Bagaimana perasaanmu ketika kita bersatu untuk melawannya?”
“Bagaimana perasaanku...”
“Dia lebih kuat dari siapa pun yang pernah kamu lawan, itu yang kamu rasakan, bukan?”
“Yah... karena yang seperti itu saja bukan kondisi terbaiknya, aku harus mengakuinya.”
Entah itu aku atau Ibuki-san, tidak peduli seberapa keras kami mencoba ada perbedaan dalam kemampuan di mana Amasawa-san tidak akan pernah bisa kami kalahkan.
“Memang benar, tidak salah lagi bahwa anak tahun pertama bernama Amasawa itu memiliki kekuatan yang konyol. Aa, aku tidak ingin memikirkannya karena itu membuatku mual?”
“Jangan bilang begitu. Hanya kamu yang bisa dan perlu ku ajak untuk membicarakan hal ini.”
Ibuki-san bisa mengerti itu karena dia berhadapan langsung dengannya. Bahkan jika aku menjelaskan kekuatan Amasawa-san kepada seseorang yang tidak tahu apa-apa tentang itu, mereka tidak akan bisa memahaminya sedikit pun.
“Aku tahu ini kronologi yang aneh, tapi kau mungkin akan terlibat dengan semacam bahaya juga. Kupikir aku akan meminta maaf untuk itu terlebih dahulu.”
“Bahaya?”
Ibuki-san mengangkat alisnya, seolah dia tidak mengerti maksudnya.
“Aku berencana untuk menyelidiki identitas Amasawa-san di masa depan.”
“Jadi kau mau melibatkan diri dengannya? Kupikir sebaiknya kau urungkan niatmu. Dia sepertinya punya pikiran yang kacau, dan kau tidak pernah tahu apa yang akan dia lakukan.”
Kesan Amasawa-san begitu kuat sehingga membuat Ibuki-san berkata demikian.
“Kau benar, dia berbahaya. Tapi aku punya firasat jika aku membiarkannya begitu saja, hal-hal buruk akan terjadi di masa depan.”
“Tapi sepertinya dia tidak tertarik padamu, ‘kan?”
“Bukan untukku. Tapi untuk Ayanokouji-kun.”
Mendengar nama itu, Ibuki-san juga mengerti dan mengalihkan pandangannya ke arah laut.
“Ayanokouji, ya. Aku tidak begitu mengerti, tapi sepertinya dia memang tahu banyak tentang Ayanokouji.”
Benar, Amasawa-san tahu tentang Ayanokouji-kun.
Dia sepertinya tidak mengenalnya sejak tahun ini sebagai kohai belaka.
“Dia adalah teman sekelasku. Jika ada yang bisa ku bantu, dengan senang hati aku akan membantunya.”
Aku sendiri berpikir bahwa itu adalah kata-kata yang kosong.
Jika aku mendengarnya ketika aku pertama kali masuk sekolah ini, aku pasti akan merinding dan menyangkalnya dengan sekuat tenaga.
“Tapi jika dia tahu kamu sedang menyelidikinya, dia mungkin akan menyerangmu. Di saat itu, kau tidak akan punya kesempatan menang, bukan?”
“Kekuatannya, bagaimana mengatakannya... terasa seperti dimensi yang berbeda dari dunia yang kita tinggali.”
“Jangan seenaknya memasukkan kata kita di sana, tapi yang seperti itu mungkin memang berbeda.”
“Itu artinya bahkan di dalam ingatanmu, tidak ada yang sekuat dia, ya.”
“Aku adalah yang terkuat di antara siswa tahun kedua. Itu sama ketika aku masih di SMP. Tidak banyak gadis yang berlatih seni bela diri, dan aku tidak pernah kalah dari seseorang yang hanya memiliki minat sesaat saja. Dengan kata lain, aku selalu menjadi yang terbaik sejauh yang ku ketahui.”
“Benar. Kupikir kekuatanmu adalah yang kedua setelah aku di tahun kedua, itu tidak bisa disangkal.”
“Kau benar-benar menyangkalnya. Jadi kau tidak mengakui kekuatanku, ya?”
“Tidak ada yang mengatakan itu. Hanya saja aku tidak berpikir aku lebih lemah darimu.”
“Tidak, tidak, aku jelas lebih kuat darimu.”
“Aku penasaran dari mana kamu mendapatkan kepercayaan dirimu itu. Apa dasarnya?”
“Intuisi?”
“Itu benar-benar tidak bisa diandalkan. Kamu hanya menganalisisnya untuk memuji dirimu sendiri, ‘kan? Kita belum pernah bertarung saat sama-sama dalam kondisi terbaik kita sekalipun. Aku yakin kau tidak memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang jelas tentang siapa yang lebih kuat, bukan?”
“Lalu apa salahnya kalau aku yang pertama untuk sementara? Kenapa aku harus menjadi yang kedua?”
“Ini adalah hasil dari evaluasi yang objektif.”
“Aku tidak tahu apa yang kau maksud.”
Kami tiba di café terrace, salah satu tujuan kami.
“Ini akan memakan waktu cukup lama, jadi biarkan aku membelikanmu minuman. Kau mau minum apa?”
“Aku mau apa aja sih, tapi... es teh lemon.”
Aku menyelesaikan memesan untuk Ibuki-san dan diriku sendiri dan membayar dengan ponselku. 1400 poin untuk dua minuman, mahal juga, ya.
Aku menerima dua minuman dari pelayan yang siap melayani kami.
“Silahkan. Aku yang traktir.”
“Rasanya agak aneh ditraktir minuman olehmu.”
“Rasa syukur seharusnya diterima dengan tulus.”
“Yah, baiklah.”
Ibuki-san menerima cangkir dengan tangan kirinya dan menyesapnya sambil melihat ke arah lain.
Kemudian kami bergerak sedikit dan berhenti di area yang kurang populer.
“Karena kau sudah bertarung melawannya, aku tahu bahwa kita berbagi sensasi kekuatan yang sama. Selain itu, apakah kau merasakan kelemahan, atau keanehan dalam gaya bertarungnya?”
“Dia bukan orang yang bisa di analisis semudah itu, bukan?”
“...Ya.”
Lebih baik jika tidak berubah menjadi pertandingan ulang, tapi... aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku masuk lebih dalam.
“Kalau kau sendirian, kau berakhir dengan pukulan balik. Aku tidak berpikir kau bisa membalikkan hasil itu.”
Bukan bermaksud untuk merendahkanku atau apa, tapi Ibuki-san hanya menyatakan fakta.
Jika aku berlatih kembali dari sini, kukira itu hanya akan seperti yang dia katakan.
“Kau bebas memikirkan apapun yang kau inginkan, tapi bukankah yang terbaik adalah membiarkannya sendiri?”
“Kamu tidak dengar yang kukatakan? Ayanokouji-kun———”
“Nah, itu.”
Tangannya yang memegang cangkir menunjuk ke arahku, menyela kata-kataku.
“Entah apa yang Amasawa lakukan, bukankah dia bisa menanganinya sendiri?”
“...Apa maksudmu?”
Memang benar, Ayanokouji-kun adalah orang yang luar biasa.
Itu karena aku sudah mengamatinya dari samping selama setahun dan memiliki kesempatan untuk belajar sedikit tentangnya.
Namun, masih ada banyak misteri, dan tidak semua kemampuan akademis dan fisiknya terungkap. Bahkan aku, yang berada di kelas yang sama dengannya pun sama, dan Ibuki-san yang berada di kelas yang berbeda, seharusnya lebih tidak memahaminya.
Satu-satunya informasi yang bisa dilihat dari luar adalah bahwa dia pandai matematika dan tidak buruk dalam atletik.
“Itu terasa hampir seperti sebuah penegasan, tapi ternyata kamu cukup menilai tinggi Ayanokouji-kun, ya.”
“Aku tidak menilainya tinggi, mengingat seberapa kuat dirinya, siapa pun akan tahu itu, bukan?”
Dia tahu itu dengan mengingat kekuatannya, kata Ibuki dengan jelas.
“Apa kamu kebetulan pernah mendengar sesuatu tentang Housen-kun di suatu tempat?”
“Ha? Housen? Siapa itu. ...Aa, pria mirip gorila itu, ya?”
Percakapan kami tidak selaras, dan aku merasa sedikit bingung.
“Dari mana kamu mendapatkan informasi bahwa Ayanokouji-kun kuat?”
“Dari mana...”
Di tengah memilih kata-katanya, dia terlihat seperti rasanya dia sudah membuat kesalahan.
“Apa aku disuruh untuk tutup mulut soal itu, ya? Atau tidak, ya? Aku lupa...”
Ibuki-san menutup matanya dan menyilangkan tangannya, seolah sedang mencoba mengingat sesuatu.
“Sesuatu telah terjadi tanpa sepengetahuanku, ya?”
Aku akan menekannya sedikit di sini.
“Sebaliknya, memangnya kau tidak tahu apa-apa?”
“Se... itu bukan sesuatu yang tidak ku ketahui, tapi itu juga bukan sesuatu yang ku ketahui.”
Karena situasinya menjadi saling memeriksa, aku memutuskan untuk mengambil risiko dan melanjutkan.
“Sepertinya kita perlu saling mencocokan.”
“Aku tidak mau, sih.”
“Tidak bisa begitu. Karena sudah kamu sebutkan, ceritakan semua yang kamu ketahui. Apa yang kamu ketahui tentang Ayanokouji-kun yang tidak ku ketahui.”
Ini adalah semacam kesempatan sekali seumur hidup untuk mengumpulkan informasi.
Sesuatu, apa pun itu tak masalah, asalkan Ibuki-san tahu sedikit saja tentang itu....
“Yah, aku tak keberatan. Eh, memangnya apa yang kamu tidak ketahui?”
Mungkin tidak tahu harus mulai dari mana, Ibuki-san bertanya padaku dengan nada merepotkan.
“Aku tahu akan begini, tapi... aku penasaran dengan apa yang kamu bicarakan tadi.”
“Apa yang barusan kukatakan adalah tentang kasus di atap antara Ryuuen dan Ayanokouji. Itu loh, saat kami memanggil Karuizawa dan menyiraminya.”
“Hm, eh? Sebentar, apa kau bicarakan... aku sama sekali tidak mengerti.”
Ryuuen-kun? Di atap? Selain itu, Karuizawa-san? Menyiraminya?
Tanda tanya terus bermunculan di dalam kepalaku.
“A~, jadi begitu. Itu berarti dia belum memberi tahu siapa pun di kelasnya.”
Ibuki-san mengangguk mengerti, seolah-olah dia mengerti sesuatu yang lebih baik daripada aku.
Kemudian, Ibuki-san mulai membicarakan sesuatu yang tidak aku ketahui tentang Ayanokouji-kun.
Di saat aku mendengarkan ceritanya, aku menatap laut yang bersinar, berusaha untuk tidak membiarkan emosi menguasai diriku, sementara pada saat yang sama aku mencoba menjernihkan pikiranku. Ryuuen-kun telah mengalihkan perhatiannya ke Karuizawa-san untuk mencari tahu tentang Ayanokouji-kun yang bersembunyi di kelas kami. Untuk menyelamatkannya, Ayanokouji-kun pergi ke atap sendirian.
Di sana, dia menunjukkan kekuatan yang luar biasa dan menundukan Ryuuen-kun dan yang lainnya.
Aku seharusnya sudah mengenalnya sampai batas tertentu, tetapi keterkejutanku masih melebihi harapan ku berkali-kali.
“...Jadi itu sebabnya Ryuuen-kun berhenti mengacaukan kelas kami, ya. Aku sama sekali tidak tahu.”
“Yang jelas, sekarang kau sudah mengerti, bukan? Kekuatannya itu tidak normal.”
“Ya, kamu benar. Dia adalah pria dengan hal-hal yang tak terukur.... Dari sudut pandangmu, setelah kamu bertarung dengan keduanya, menurutmu siapa yang akan menang jika keduanya bertarung?”
“Entahlah. Aku belum pernah melihat keduanya bertarung dengan serius. Aku tidak mencoba untuk mengatakan bahwa dia laki-laki atau perempuan, tapi bukankah Ayanokouji lebih baik secara keseluruhan? Makanya, tidak perlu bagimu untuk melibatkan diri.”
Jika dia cukup kuat untuk menghadapi apa pun yang mungkin dilakukan Amasawa-san padanya, mungkin itu benar.
“Namun kekuatan fisik tidak selalu menjadi jaminan keselamatan. Bukan berarti dia bisa menghindari dikeluarkan dari sekolah, terutama dalam kehidupan sekolah. Malah, kekuatan itu bisa menjadi kejatuhannya.”
Di pulau tak berpenghuni, Amasawa-san bisa berbuat sesuka hatinya, tapi tidak demikian halnya di sekolah.
“Terima kasih, Ibuki-san. Informasimu ternyata lebih berguna daripada yang kukira.”
“Kenapa kamu tidak bicarakan dengan Ayanokouji saja masalah ini?”
“Sekarang belum waktunya. Lagipula ini tentang dirinya, aku tidak akan terkejut jika dia sudah menebak sampai batas tertentu.”
Dia sudah melakukan kontak dengan Amasawa-san beberapa kali, terutama sebelum ujian di pulau tak berpenghuni.
“Sisanya adalah masalah kertas, ya...”
“Kertas?”
“Selain Amasawa-san, ada hal lain yang membuat ku penasaran dalam ujian di pulau tak berpenghuni.”
Aku menjelaskan bahwa selembar kertas telah dimasukan ke dalam di tendaku.
Di hari terakhir, Ibuki-san juga sepertinya sudah mengerti kenapa aku berada di timur laut pulau.
“Begitu, ya. Seseorang yang bukan Amasawa telah mengirimimu pemberitahuan awal yang merujuk tentang Ayanokouji.”
“Ternyata kamu tahu kata-kata seperti merujuk, ya.”
“Bisakah kau tidak mengejekku?”
Meskipun Ibuki-san memiliki tingkat akademik yang rendah di OAA, tak kusangka dia sangat mudah diajak bicara.
Tak ada ketidaknyamanan seperti berbicara dengan seseorang yang jelas-jelas tidak setingkat denganku.
“Saat itu, Amasawa-san melihat kertas yang dia terima dariku dan merobeknya menjadi potongan-potongan kecil. Tindakannya itu selalu menggangguku, tapi kupikir itu mungkin karena dia tidak ingin meninggalkan bukti tulisan tangan. Bagaimanapun, aku ingat dengan jelas bahwa tulisan tangannya indah.”
“Tulisan tangannya indah?”
“Ya. Aku tidak berpikir ada banyak orang di luar sana yang bisa menulis di level itu.”
“Begitu, ya. Jadi ada kemungkinan orang yang bisa menulis dengan bagus itu mempermainkan kita, ya. Tapi bukankah akan sulit untuk menemukannya hanya dengan tahu itu? Buktinya juga sudah dimusnahkan.”
“Ini tentu tidak akan mudah. Aku tidak bisa begitu saja meminta setiap orang untuk menulis tangan. Hal lain adalah bahwa orang yang menulis surat ini mungkin memiliki kemampuan fisik yang tinggi, meskipun teori ini masih sangat spekulatif. Entah itu Ayanokouji-kun atau Amasawa-san, jika mereka memiliki kekuatan yang luar biasa, dia mungkin sama. Selain itu, ada kemungkinan besar bahwa dia adalah siswa tahun pertama.”
“Kalau menyangkut Ayanokouji dan Amasawa, dia pasti orang yang kuat. Tapi apa dasar untuk tahun pertama?”
“Seseorang yang dikenal dan tulisan tangannya diketahui oleh Amasawa-san. Tidak mungkin dia siswa tahun kedua atau tahun ketiga.”
“Begitu, ya.”
Ayanokouji-kun, Amasawa-san, dan keberadaan pihak ketiga.
Jenis koneksi apa yang dimiliki masing-masing dari mereka, saat ini aku masih belum memiliki gambaran lengkapnya sama sekali.
Tapi aku tidak bisa membiarkannya begitu saja.
“Aku akan berusaha menjauhkanmu dari bahaya, tapi aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi jika aku jatuh. Kalau Amasawa-san menunjukkan gerakan aneh, jangan ragu untuk menghubungi sekol———”
Kan, Suara kecil bergema di seluruh deck.
Itu karena Ibuki-san mendorong cangkir tehnya dengan keras ke pagar.
Masih ada lebih dari setengah isi yang tersisa, tapi itu meluap dari lubang untuk minumnya dan membasahi tangannya.
“Ada apa?”
“Jika kau jatuh? Sudah kubilang kalau akulah yang akan mengalahkanmu, bukan?”
“Aku juga tidak berencana untuk dikalahkan tanpa perlawanan. Tapi, aku tidak pernah tahu apa yang akan dilakukan oleh musuh yang tidak terlihat, termasuk Amasawa-san, karena itu———”
“Mereka ada dua, kalau begitu bukankah kita juga seharusnya melakukannya berdua?”
“Maksudmu...”
“Kalau aku yang terkuat di tahun kedua ikut bergabung, cerita akan berbeda, bukan? Kalau kau ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ bersikeras, aku tidak punya pilihan selain membantumu, kok.”
Setelah mengatakan itu, dia mengambil cangkir itu kembali dengan tangannya yang lain dan menjilati teh lemon di punggung tangannya.
“Apa yang kamu rencanakan? Aku tidak percaya kamu membantuku dua kali.”
“Aku tidak suka berakhir dengan diremehkan oleh tahun pertama, dan aku tidak suka gagasan bahwa kau kalah dari siapa pun kecuali aku. Selain itu———kau juga sebenarnya bicara padaku dengan maksud untuk mengandalkanku, bukan?”
Terus terang, Ibuki-san menatap mataku.
“Tidak sama sekali, kok?”
“Ha? Mending jujur aja deh soal itu. Katakan, aku butuh bantuanmu, Ibuki-san.”
“Padahal aku tidak pernah sekalipun memikirkan hal seperti itu.”
“...Kalau begitu terserah! Aku tidak akan pernah membantuanmu lagi! Sampai jumpa!”
Ketika Ibuki-san yang marah hendak pergi, aku meraih pergelangan tangan kirinya.
“Kenapa!”
“Aku akan memintamu untuk bekerja secara gratis untuk membayar minuman yang baru saja ku belikan untukmu.”
“Hah? Padahal kau sendiri bilang kalau kau yang traktir dan sekarang kau mau memerasku?”
“Tidak ada yang lebih mahal daripada gratis.”
“Kalau begitu, akan ku kembalikan sekarang juga.”
Ibuki-san mengeluarkan ponselnya dan aku melanjutkan.
“Kalau begitu aku akan mengambil 3 juta poin.”
Ibuki-san mengangkat alisnya dan memiringkan kepala, tidak mengerti apa yang ku katakan.
“Itu traktiran dariku. Kira-kira sebanyak itulah nilai tambah yang bisa kamu dapatkan, bukan begitu?”
“Aku tidak berpikir begitu sama sekali! Itu kan 700 poin!”
“Kalau kamu tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya, kamu harus menebusnya dengan membantuku.”
“Dengar ya... aku akan bertanya sekali lagi, kenapa kau tidak jujur saja sih?”
“Kalau aku perlu jujur, aku akan melakukannya.”
Entah kenapa, aku malu untuk mengandalkan Ibuki-san dengan jujur, dan berakhirlah seperti ini.
Tapi aku mempertahankan penampilan yang sama seperti biasanya dan melanjutkan dengan sikap angkuh.
“Kau benar-benar memiliki kepribadian yang buruk.”
“Kamu juga sama, ‘kan, Ibuki-san.”
Tatapan kami saling bersilangan, dan Ibuki-san meminum sisa teh di cangkir dengan tercengang.
“Teh lemon yang maahal.”
Keluhan seperti itu terdengar agak lucu dan aku pun sedikit tertawa.
Nambah satu orang lg yg tau kemampuan kiyotaka, tinggal ichinose aja lg yg belum dari pemimpin kelas di tahun kedua
ReplyDeleteSankyuu Min
ReplyDeleteMantap nih Horikita x Ibuki
horikita x kushida lah
Deletekok kesel sama horikita anjirr jujur aja susahnya minta ampun
ReplyDeleteSoalnya dia sok jago, udah tau kemampuan ichika jauh di atas nya masih ngeyel pengen ngehadang ichika, udah itu dia ajak ibuki lagi,walaupun mereka cewek terkuat di angakatan ke 2 ngalahin ichika yg keadaan nya sehat,20% bakal kalah
DeleteAkhirnya horikita punya temen yang sefrekuensi wkwk
ReplyDelete