-->

Cari Blog Ini

Seirei Gensouki Volume 17 Bab 3 Part 8 Indonesia

Bab 3
Ke Desa, Reuni


◇◇◇


Dan setelah satu jam, tempat itu bahkan lebih baik. Mereka yang minum sake dengan kecepatan tetap, dan bahkan beberapa yang tidak terlalu banyak minum sake, telah saling mengenal dan bersenang-senang.

Pesta anak laki-laki dan anak perempuan masih menunggu setelah perjamuan, tapi bukan berarti bahwa tidak perlu memperdalam pertukaran selama perjamuan. Oleh karena itu, di sudut ruang makan, anggota Rumah Batu, yang akan tinggal bersama mulai sekarang, dan anggota klan Yagumo, termasuk pengikut, berkumpul untuk minum dalam satu kelompok. Para tetua juga ada di sana.

Shin mungkin sudah benar-benar mabuk, wajahnya merah dan senang ngobrol dengan Rio, dan Sayo juga sudah tidak canggung seperti di awal. Sayo tidak canggung seperti pada awalnya. Dia tampaknya sedikit santai dan menyesap minumannya dengan cara yang jauh lebih alami.

Namun, ketika cangkir di tangannya kosong, Sayo dengan lembut berdiri dan mencoba bangkit dari tempat duduknya. Itu bukan tindakan yang mencolok, karena seseorang selalu berdiri untuk mengambil lagi makanan dan minuman. Tapi——,

“Oi, Sayo. Kamu mau kemana? Bukankah masih ada yang ingin kamu katakan pada orang ini?”

Shin melihat Sayo mencoba bangkit dari tempat duduknya dan menghentikannya, saat dia melingkarkan lengannya di bahu Rio.

“O-OnÄ«-chan...! Aku mau ambil minum dan mencari udara segar.”

Permisi, Rio-sama——seolah mengatakan itu, Sayo menundukkan kepalanya dan berjalan pergi. Lalu——,

“...Aku juga mau ambil minum sebentar.”

Setelah Miharu melihat punggung Sayo, dia berkata begitu kepada Aishia, yang duduk di sebelahnya, dan berdiri dengan cepat. Dan kemudian menyusul Sayo yang pergi lebih dulu.

“Sayo-san.”

Miharu menarik napas sambil berpikir sebentar sebelum memanggilnya.

“Mi-Miharu-sama? Y-Ya. Apa ada yang bisa saya bantu?”

Sayo menjawab agak gugup, mungkin karena dia didekati dalam situasi yang tidak terduga oleh orang yang tidak terduga.

“Etto, kamu gak usah manggil aku pakai [sama].”

Kata Miharu dengan wajah bermasalah.

“Sa-Saya tidak bisa melakukan itu.”

Sayo hanya menemani rombongan Gƍki sebagai pengikut magang. Teman Rio, yang telah ditunjuk oleh rombongan Gƍki itu sebagai tuan mereka, adalah orang yang patut dihormati. Dia pasti berpikir begitu.

“Kalau gitu, kuharap kamu setidaknya memanggilku dengan [san].”

“A... aku akan mencobanya.”

“Maaf kalau aku mengagetkanmu. Sebenarnya, aku ingin bicara berdua denganmu sebentar, Sayo-san.”

“Denganku?”

Ketika Miharu memberitahukan alasan kenapa dia memanggilnya, Sayo mengedipkan matanya.

“Gimana bilangnya ya, tentang Haruto-san, um...”

“Ma-maaf. Aku memang tidak tahu kalau Rio-sama adalah keluarga kerajaan, tapi aku adalah orang yang bahkan tidak tahu posisiku sendiri.”

Sayo meminta maaf kepada Miharu, bertanya-tanya tentang apa yang dia pikirkan.

“E-Etto, kupikir kamu tidak perlu meminta maaf, loh? Malah aku tidak ingin kamu meminta maaf...”

Miharu tampak bingung karena merasa tidak perlu dihormati dan dikagumi.

“E-Etto, maaf...”

Sayo meminta maaf lagi. Lalu——,

“Fu-fufu.”

Miharu tersenyum lucu.

“Apa ada yang bisa kubantu?”

“Etto, bisa dikatakan kurasa aku dan Sayo-san itu agak mirip...”

“Aku dan Miharu-sama...?”

Sayo memiringkan kepalanya bingung. Miharu terlihat sangat anggun, tidak seperti dirinya yang lahir di desa, dia tampaknya dibesarkan dengan baik, dan yang terpenting, dia sangat cantik. Dia tampak seolah-olah dia merasa dirinya tidak mungkin mirip dengannya.

“Ya, kudengar Sayo-san mengungkapkan perasaanmu pada Haruto-san saat dia pergi dari desa...”

“Ya, ada apa?”

Sayo masih mempertanyakan apakah itu saja sudah cukup untuk menjelaskan kenapa mereka mirip.

“Um, sebenarnya..., aku juga sudah menyampaikan perasaanku pada Haruto-san...”

Miharu memberitahu Sayo tentang apa yang terjadi di pesta malam.

“Be-Benarkah?”

“Ya. Itu sebabnya aku juga hampir menjauhkan diri dari Haruto-san... Kurasa kita mirip.”

“Ta-Tapi, Miharu-sama diberitahu Rio-sama kalau dia tidak keberatan kamu tinggal bersamanya, ‘kan?”

“Soal itu, um, dalam kasusku, aku tidak menyerah.... Sisanya, Ai-chan melakukan banyak hal...”

Pada saat itu, ketika dia tahu bahwa Rio adalah reinkarnasi dari Amakawa Haruto, dia tidak bisa diam saja. Jadi dia tidak bisa mengendalikan perasaannya dan dia terus mendorongnya. Melihat ke belakang sekarang, dia merasa sangat malu, dan wajah Miharu semakin merah. Tentu saja, dia tidak menyesalinya sedikit pun....

“Tapi, kalau Ai-chan tidak melakukan sesuatu, aku yakin aku juga akan diusir seperti Sayo-san. Seteguh itulah tekad Haruto-san.... Karena aku tahu bahwa ada hal-hal yang Haruto-san pikul di dunia ini...”

Dia tidak bisa membuang dirinya sebagai Rio dan hidup sebagai Amakawa Haruto. Karena itu Rio pernah memberi tahu Miharu bahwa dia tidak bisa menyerah untuk membalas dendam.

Rio memiliki hubungan dan kehidupan yang telah dia bangun sebagai Rio. Dia tidak bisa menyangkal itu. Dan setelah Miharu tahu seberapa besar beban yang diperoleh Rio dengan tumbuh sebagai Rio, dia tidak bisa menuntut Rio menjadi Haruto Amakawa. Dia juga tidak bermaksud untuk menuntutnya.

Tapi, meski begitu dia mencintai Rio. Dia mencintai Haruto. Itulah kenapa Miharu mampu mengungkapkan keinginannya untuk bersama Rio karena dia menemukan itu sebagai jawabannya. Sekarang dia berbicara dengan Sayo, Miharu teringat akan hal itu lagi. Dan mungkin perjalanan ini akan seperti menelusuri akar Rio. Setelah bertemu Sayo dan yang lainnya dengan siapa Rio membangun hubungan sebagai Rio, Miharu juga memiliki firasat seperti itu.

“Jadi, itu yang terjadi...”

Sayo menatap Miharu dengan semacam tatapan empati. Miharu pun sama. Ketika dia mendengar cerita Sayo, Miharu merasakan simpati yang tak terlukiskan untuk Sayo. Sebagai seseorang yang pernah mengungkapkan perasaannya dengan cara yang sama dan hampir diusir, mau tak mau dia memanggil Sayo. Kemudian, suasana yang hanya dimiliki oleh mereka berdua terbentuk untuk sementara waktu, dan jatuh dalam keheningan.

“Etto, jadi kenapa aku tiba-tiba mulai mengatakan ini, itu karena aku ingin berbicara dengan Sayo-san tentang banyak hal...”

Miharu berbicara sedikit lambat, mungkin karena dia merasa dia harus terus melanjutkan kata-katanya——,

“Aku akan senang jika kamu bisa memperlakukanku sebagai teman.”

Terakhir, dia mengatakan itu kepada Sayo dengan seringai malu.

“Jika tidak apa-apa denganku, um...”

Sayo menganggukan kepalanya beberapa kali.

“Kalau gitu, kurasa aneh untuk mengatakan senang berkenalan denganmu. Salam kenal, ya, Sayo-chan.”

“Y-Ya. Miharu-sa..., Miharu-san.”

Sayo hendak memanggil Miharu-sama, tapi dia memanggilnya [san] dengan berani.

Lalu——,

“Aa, berduaan saja gak adil nih! Tiba-tiba udah bikin suasana yang intim aja!”

Latifa datang berlari ke arah Miharu dan Sayo, mungkin untuk mengambil minum juga.

“Aku bilang padanya kalau aku akan senang jika dia berhenti memanggilku dengan [sama] dan memperlakukanku seperti seorang teman, dan sedikit tentang Haruto-san. Nanti kuceritain deh, Latifa-chan.” kata Miharu dengan tawa senang.

Related Posts

Related Posts

Post a Comment