Episode 4
Surat Tanpa Nama
◇
Hayasaka-san sedang bermain tenis.
Meskipun kesulitan mengayunkan raket, dia dengan kikuk mengembalikan bola ke lawannya.
Dia menyeka keringat di dahinya dengan tangannya, tapi ekspresinya ceria. Seragam olahraga yang dia kenakan adalah miliknya. Ternyata itu beneran sudah dikembalikan.
Pelakunya adalah Yamanaka-kun dari klub manga.
Dia memiliki sifat ceroboh dan lupa untuk menulis namanya pada ujian dan surat cinta.
Tapi lebih tepatnya, surat itu bukan surat cinta——.
Pada hari aku pergi ke ruang klub klub manga, ada sebuah tablet di meja Yamanaka-kun. Ada karakter yang sangat mirip dengan Hayasaka-san terpajang di sana. Itu adalah adegan di mana dia mengenakan seragam olahraga, dan itu baru akan digambar.
“Jadi kau ingin mengamatinya?
Tanyaku, dan Yamanaka-kun mengangguk.
“Aku sungguh tidak bisa menggambarnya dengan benar, dan aku ingin dia menjadi modelku.”
“Jadi kamu menulis surat dan memasukkannya ke dalam kotak sepatu. Tapi dia tidak menjawab, jadi kamu meminjam pakaian olahraganya.”
“Egois,’kan. Aku telah melakukan hal yang buruk.”
Tampaknya batas waktu untuk kontes manga sudah dekat.
“Aku ingin kualitasnya setinggi mungkin. Tapi sudah kuduga pakaian olahraga saja tidak cukup, aku ingin melihatnya memakainya dari dekat, jadi aku menulis surat lagi.”
Tapi dia lupa menuliskan namanya, jadi tidak ada balasan.
“Aku tahu aku harus mengembalikan pakaian olahraganya. Tapi, ketika sepulang sekolah, aku melihat Kirishima-kun di belakangku.”
Katanya dia tak punya kesempatan untuk berduaan saja dengannya. Aku merasa kasihan untuk itu.
“Tetap saja, kau harusnya sedikit lebih lugas dalam menulis suratnya bahwa kau ingin menjadikannya model, Yamanaka-kun. Tidak heran itu disalahartikan sebagai surat cinta yang menyeramkan.”
Kemudian Yamanaka-kun terdiam.
“Mungkinkah, kamu menyukai Hayasaka-san?”
“Jika tidak, aku tidak akan menjadikannya karakter utama dalam mangaku.”
Ya itu benar.
“Ini tidak seperti aku ingin menjadi pacarnya atau apa. Tidak, mungkin jauh di lubuk hatiku aku berpikir bahwa jika dia menerima untuk menjadi modelku, aku akan mengungkapkan perasaanku saat itu.”
Tapi aku tidak bermaksud seperti itu lagi, kata Yamanaka-kun.
“Karena sudah ada kamu, Kirishima-kun.”
“Aku bukan siapa-siapanya Hayasaka-san.”
“Aku tidak yakin.”
Yamanaka-kun bilang dia selalu mengamati orang untuk menggambar manga yang bagus.
“Hayasaka-san selalu memperhatikanmu setiap ada kesempatan loh, Kirishima-kun. Dan kamu melakukan ini untuknya. Inilah saling mencintai. Benar-benar tak terbantahkan.”
“Hayasaka-san menyukai orang lain.”
“Aku tahu.”
Yamanaka-kun satu SMP dengan Hayasaka, dan pada saat itu dia mendengarnya berbicara dengan tamannya tentang seseorang yang dia sukai.
“Di SMP lain, satu tahun di atasku, ada seorang pria yang sangat keren. Kamu bersekolah di sekolah itu, jadi aku yakin kamu mengenalnya, Kirishima-kun.”
“Itu Yanagi-senpai. Dia masih mencintainya.”
“Tapi apakah perasaannya pada orang itu adalah cinta?”
Karena Yamanaka-kun mengatakan sesuatu yang tidak terduga, aku tanpa sadar bertanya balik, “Eh?”
Dia mengoperasikan tabletnya dan menunjukkan manga yang sedang dia kerjakan.
“Aku biasanya sering melihat mata seseorang. Alasannya karena mata seseorang mengandung emosi. Bahkan jika aku menggambar karakter yang sama, aku mengubah caraku menggambar mata tergantung pada adegan dan dengan siapa dia berbicara.”
“Kau seorang seniman, ya.”
“Aku ini mangaka, loh.”
Yamanaka-kun menggambar sebuah cerita di mana karakter utama, seorang gadis, memiliki cinta segitiga dengan dua anak laki-laki.
Model gadis itu adalah Hayasaka-san.
“Salah satu anak laki-lakinya adalah senior yang dikagumi karakter utama. Yang satunya adalah teman sekelas yang kasar.”
“Ini manga shoujo, ya.”
“Aku menyukainya sejak kecil, karena Ane-ku.”
(Tln: Ane = Mbak)
Aku sering membacanya juga karena imotou-ku.
“Si gadis karakter utama itu pada akhirnya memilih teman sekelasnya daripada seniornya. Menurutmu kenapa begitu?”
“Dalam manga shoujo, teman sekelas yang kasar lebih kuat sebagai karakter dari senior yang lembut.”
“Kau punya cita rasa yang baik, ya.”
(Tln: Atau Man of Culture)
Tapi alasan Yamanaka-kun untuk mengakhiri cerita seperti yang kukatakan berbeda.
“Itu karena kekaguman benar-benar berbeda dari menyukai. Karena keduanya sangat mirip, itu cenderung membingungkan kita, sih. Tapi, kau harus lihat baik-baik hatimu. Ada banyak perasaan positif seperti kekaguman, ingin disayang, dan imut. Tapi, perasaan cinta yang murni lebih istimewa dan berbeda dari yang lain.”
“Kau memiliki pemahaman perasaan yang sangat halus, ya.”
“Mungkin begitu. Jadi kupikir. Perasaan Hayasaka-san pada senior itu hanyalah kekaguman. Suatu saat dia akan menyadarinya. Itu berbeda dengan perasaan cinta. Pikirku begitu, jadi di suatu tempat di hatiku, aku tidak bisa menyerah pada Hayasaka-san. Tapi baru-baru ini, aku menemukan [cinta] sejati di matanya. Saat itulah aku mengikuti orang tertentu dengan mataku.”
“Aku ingin tahu siapa orang itu.”
“Pura-pura tidak tahu.”
Yah terserah, aku sudah menyerah sepenuhnya, kata Yamanaka-kun, tertekan.
“Mau aku yang kembalikan pakaian olahraganya?”
“Tidak, aku akanminta maaf secara langsung dan mengembalikannya. Ini agak memalukan, tapi aku akan melakukannya sendiri.”
“Jangan katakan apa pun tentangku, ya.”
Oke, kata Yamanaka-kun mengangguk.
“Ngomong-ngomong, apakah kamu juga mengamati mataku?”
“Kau ingin tahu siapa yang benar-benar kau sukai, ya?”
“Karena dari ceritamu, sepertinya ada kalanya kita bahkan tidak tahu apa yang kita rasakan.”
Tidak akan kuberitahu, kata Yamanaka-kun sambil tersenyum ramah.
“Ini adalah perlawanan kecil dari seorang pria yang patah hati tanpa diketahui oleh orang lain. Kirishima-kun, aku lebih suka kau dipusingkan oleh itu.”
“Begitu, ya.”
“Hei Kirishima-kun, cinta itu kejam, ya. Aku sangat menyukai Hayasaka-san sejak SMP. Tidak ada yang ku capai dengan memikirkan Hayasaka-san. Ada malam-malam ketika aku tidak punya pilihan lain selain terus menggambar Hayasaka-san di belakang kelopak mataku.Tapi perasaan ini tidak punya tempat untuk pergi, dan akan berakhir tanpa balasan apapun.”
“Aku juga sering memikirkan tentang berapa banyak cinta tak berbalas itu.”
“Hayasaka-san menerima perasaan suka istimewa dari begitu banyak orang. Namun, jika hanya satu orang yang dia cintai tidak mencintainya, itu juga sangat kejam. Aku ingin perasaan Hayasaka-san terbalas. Kuberitahu itu padamu.”
(Tln: Anjir, dalam banget ini)
Kata Yamanaka-kun, dan kembali ke mejanya untuk mengerjakan manga-nya.
Dia tampak seperti ingin menangis, jadi aku memutuskan untuk keluar dari ruangan.
“Aku harap kamu bisa memenangkan penghargaan untuk manga-mu.”
“Terima kasih.”
Ahhh sakitt bet
ReplyDelete