-->

Cari Blog Ini

Watashi, ni-banme no kanojo de īkara Vol 1 Episode 7 part 6 Indonesia

Episode 7
Aku Gak Papa Kok Jadi Pacar Kedua



Bahkan dalam hal kembang api, selera orang berbeda-beda.

Hayasaka-san menyukai yang warna-warni, dan Tachibana-san menyukai yang sederhana.

Pada malam hari, kami menyalakan kembang api di halaman penginapan.

Miki-sensei telah menyiapkan sentuhan akhir untuk kenangan musim panas kami.

Setiap orang memiliki kembang api-nya sendiri dan menyaksikan percikan api.

Kombinasi setiap orang tercipta secara alami.

Tachibana-san dan Yanagi-senpai, Sakai dan Yamanaka-kun, Miki-sensei dan Maki, lalu Hayasaka-san dan aku.

“Syukurlah syutingnya selesai, ya.”

Kata Hayasaka-san.

“Misteri Onsen Tendangan Balik Detektif Q.”

“Oh iya, itu judulnya, ya.”

“Meskipun semuanya diambil oleh adegan di mana Tachibana-san memberi tahu Senpai bahwa dia menyukainya.”

Tachibana-san sedang berjongkok sedikit lebih jauh dari sini dengan Senpai dan menyalakan kembang api. Kami bermain dengan bola api dan memperebutkannya, seperti sepasang kekasih.

“Entah bagaimana, seperti tidak ada banyak ruang untuk diganggu.”

Kata Hayasaka-san.

“Awalnya tuh, Tachibana-san, kupikir dia mencoba membuat Kirishima-kun cemburu dengan melakukan itu. Tapi di kamp pelatihan ini, dia bahkan belum melakukan kontak mata denganmu, ‘kan?”

“Ya.”

“Dia seperti sudah kehilangan minat pada Kirishima-kun.”

“Ya.”

Saat itulah terjadi.

Aku bisa mendengar percakapan antara Tachibana-san dan Senpai.

“Kantong sampahnya, ada di sini.”

Tachibana-san mengatakan itu, dan mencubit ujung kemeja Senpai dan menariknya.

Dia tidak menyentuh kulitnya.

Tapi bagi Tachibana-san, itu sudah kemajuan yang sangat besar. Senpai juga tahu itu, jadi dia terkejut, tapi dia juga tampak terkesan.

“Hikari-chan, setelah ini, apa kamu mau jalan-jalan? Sepertinya ada jalan setapak.”

“Oke.”

Keduanya semakin dekat dan dekat.

Aku tidak bisa melihat itu lebih lama lagi dan melihat kembang apiku sendiri.

“Kenapa ya.”

Kata Hayasaka-san, yang ada di sebelahku.

“Tachibana-san, kenapa kamu tidak memilih Kirishima-kun? Kenapa kamu melakukan sesuatu yang akan menyakiti Kirishima-kun di depannya, kenapa... are?”

(Tln: Jancuk)

Air mata menetes dari mata Hayasaka-san. Dia sendiri terkejut akan hal itu.

“Ini aneh, apakah aku sedih, karena Tachibana-san tidak membuat Kirishima-kun bahagia? Apa aku sedih, karena hanya Tachibana-san yang bisa buat Kirishima-kun bahagia? Apakah aku sedih, karena Kirishima-kun masih melihat Tachibana-san, padahal dia sudah ada di samping Senpai... aku tidak tahu lagi.”

(Tln: Kirishima, me o samase!)

Setelah menyeka air matanya, Hayasaka-san terlihat agak kelelahan.

Matanya kosong, dan dia tidak bisa memperbaiki ekspresinya.

“Tapi, aku akan berjuang. Aku pasti akan berjuang. Lihatlah, aku akan berjuang.”

Hayasaka-san mengulangi itu seperti sedang bergumam.

“Aku ingin menjadi pacar yang baik untuk Kirishima-kun. Pacar yang baik kedua. Karena itu aku ingin ada untuk Kirishima-kun, aku ingin berguna untuk Kirishima-kun, Kirishima-kun, Kirishima-kun, Kirishima-kun, Kirishima-kun, Kirishima-kun.”

“Hei, Hayasaka-san.”

Aku memotongnya dan berkata.

“Kembang apimu, sudah habis.”

“...Ah, iya benar.”

Cahaya kembali ke mata Hayasaka-san.

Aku mengambil kembang apinya yang sudah habis, menyalakan yang baru, dan memberikannya padanya.

Di dalam kegelapan malam, percikan warna-warni bersinar. Intens, namun agak menyedihkan, cahaya itu tampak seperti perasaan kami yang rapuh.

Aku menyukai Tachibana-san.

Aku menyukai Hayasaka-san.

Aku juga menyukai Yanagi-senpai.

Aku tidak ingin jatuh cinta dengan seseorang yang terjebak dalam akal sehat dunia.

Aku tidak ingin jatuh cinta dengan seseorang yang akan dikutuk oleh dunia.

Perasaan yang muncul satu demi satu adalah nyata, namun sangat kontradiktif.

Tidak semua akan menjadi kenyataan. Namun, aku tidak bisa menjelaskan perasaanku ini.

Tapi itulah cinta, dan itulah yang membuat kita menjadi manusia, menurutku.

Banyak perasaan berkobar di tempat itu, berubah warna, berubah bentuk, sambil membuat suara percikan. Itulah sebabnya tindakan dan pikiran orang yang sedang jatuh cinta menjadi tidak konsisten dan tidak nyambung, namun masih terjalin dalam kontradiksi, sehingga sulit untuk dipahami.

Mungkin tidak ada cinta yang logis secara konsisten di dunia ini.

Kami terhanyut oleh perasaan yang nyata saat itu, dibingungkan oleh ini dan itu, khawatir, dan terkadang bahkan melupakan perasaan kami yang sebenarnya, atau kami tidak menyadari bahwa perasaan kami telah berubah sejak lama, dan kami tertinggal.

Hayasaka-san juga begitu. Karena itu dia kacau.

“Hayasaka-san, maaf. Aku ingin meminta maaf.”

“Kenapa?”

“Gadis baik sepertimu tidak pantas menjadi pacar kedua.”

Kamu adalah seorang gadis yang seharusnya jatuh cinta dengan benar dan tulus.

Namun, aku malah membuatmu melalui ini, aku membuatmu menjadi tidak stabil.

“Itu tidak benar.”

Hayasaka-san menggelengkan kepalanya.

“Aku bukan gadis yang baik. Aku tidak mau menjadi seperti itu, karena aku senang waktu kamu memintaku untuk berpacaran sebagai yang kedua. Aku gadis yang nakal, tahu.”

“Meski begitu, Hayasaka-san yang sekarang sangat kacau. Kupikir kau sendiri tahu itu.”

Kau benar, kata Hayasaka-san terlihat lesu dan tertekan.

“Apa yang harus aku lakukan?”

“Lebih baik kamu memantapkan perasaanmu.”

“Apa kamu sudah, Kirishima-kun?”

“...Aku sudah menyerah pada Tachibana-san.”

Begitu aku mengatakan itu, Hayasaka-san terlihat terkejut, lalu sedikit senang, dan langsung bingung.

“Are? Apa aku boleh senang? Harusnya tidak, tapi aku senang...”

Matanya menjadi kosong lagi.

“Maaf. Ada yang salah. Aku kembali ke kamarku dulu, ya.”

Dengan itu, dia kembali ke dalam penginapan.

Aku bermain dengan kembang api sendirian untuk sementara waktu.

Akhirnya, kembang apinya habis dan semua orang mulai membersihkannya.

“Kirishima, biar kubantu.”

Senpai yang datang dengan ember sedang tersenyum.

“Apa ada hal baik terjadi?”

Ketika kutanya, Senpai mengendus karena malu.

“Aku merasa sudah lebih dekat Hikari-chan, meski hanya sedikit.”

“Bagus dong.”

“Kamu sendiri bagaimana dengan Hayasaka-chan, Kirishima? Kalian kelihatannya cukup dekat, padahal.”

Smarphoneku bergetar pada saat Senpai bertanya kepadaku.

Aku melirik ke layar.

[Datanglah ke kamarku]

Ini pesan dari Hayasaka-san.

Kataku menghadap Senpai, tapi, dengan kesadaran Tachibana-san yang berada sedikit lebih jauh.

“Segalanya berjalan baik dengan Hayasaka-san. Kurasa kami akan membicarakan sesuatu yang penting malam ini.”

Dengan suara yang lebih keras. Namun, Tachibana-san sedang berkonsentrasi pada pembersihan dengan wajah tidak peduli.

Meskipun aku mengatakan sudah menyerah pada Tachibana-san, aku mengharapkan semacam reaksi darinya. Pada saat itu, masih ada perasaan kontradiktif dalam diriku. Kekuatan cintalah yang membuatnya demikian.

Tapi, kupikir aku sudah harus mengakhirinya.

Related Posts

Related Posts

1 comment