-->

Cari Blog Ini

Chitose-kun wa Ramune Vol 7 Bab 1 Part 4 Indonesia

Bab 1
Bulan September kami


Kami pun pergi ke kelas bersama-sama.

Di hari itu, di sore hari, Aku berjalan melewati pintu, mencoba menjauh dari semua orang dan melihatnya dengan perasaan rindu.

“Dadah teman-teman, sampai jumpa di semester 2.”

Aku mengerti bahwa tak bisa kembali lagi ke masa-masa itu dan menarik kata-kata yang telah kuucapkan.

“Daaah~ Saku, sampai jumpa di semester kedua.”

Yuuko mengambil dan mengembalikannya kepadaku sebelum liburan musim panas berakhir.

Jika tidak ditimpa dengan warna-warna hangat seperti itu, langkah menuju ruang kelas ini, pasti akan terasa agak rumit.

“Pagi!”

Mungkin dia sudah tiba, kataku sambil berharap sedikit. 

“Ah, Chitose-kun. Pagiiii!”

Dia meresponnya dengan suara yang berbeda dari yang aku bayangkan.

Nazuna yang berada di tengah-tengah kelas, melambaikan tangannya sambil senyam-senyum.


“Pagi semua~”

Ini adalah pertama kalinya kami bertemu sejak semester 1, tetapi baru-baru ini kami melakukan panggilan video, jadi rasanya tidak selama itu.

Yua dan yang lainnya membalas sapaan ringan beberapa teman, lalu menuju ke tempat duduk masing-masing.

Aku berhenti dan mengucapkan salam sekali lagi.

“…Pagi.”

Nazuna mendekatiku dan memiringkan kepalanya dengan jahil.

“Eh? Chitose-kun, jangan-jangan kamu pikir aku Yuuko?”

“Kenapa memangnya?”

“Uwah, saking cepatnya membalas, kamu jadi tidak tampak sungguh-sungguh mengatakannya.”

“Bukan begitu”

“Heee~ aku sedikit kaget karena biasanya responmu biasa-biasa saja.”

“Ah, ya..ya..ya..setelah sekian lama tidak bertemu dengan Nazuna-chan, aku jadi sangat amat senang.”

“Setelah liburan musim panas berakhir, kamu tidak peduli denganku, bukan?”

Benar, aku tersenyum kecut.

Nazuna membantu latihan bisbol bersama yang lainnya dan bahkan datang untuk menonton pertandingan.

Dibandingkan itu, Yuuko dan Nanase malah tertawa bersama.

Tetapi, aku sudah tidak bisa lagi menganggapnya sebagai teman sekelas.

Setelah puas mengatakan hal yang ingin dikatakannya, Nazuna yang hendak menyelesaikan obrolan, tiba-tiba menyipitkan matanya seolah-olah teringat sesuatu.

“Aku pikir Yuuko akan sedikit terlambat hari ini.”

“Aku tidak menanyakannya.”

Saat aku mengatakannya, dia menggoyangkan bahunya sebentar dan pergi dengan perasaan puas.

Sembari menatap punggungnya yang ramping , tiba-tiba aku memanggil sosok angker yang tampak bosan di tempat Nazuna tuju.

“Pagi, Atomu.”

“Pagi.”

Sial! Setidaknya lihat ke sini, kek.

Aku mengangkat bahuku ringan kepada Atomu yang mengangkat tangannya santai, tanpa menolehku.

Yah, setidaknya masih untung dia membalas sapaanku.

Lalu, saat meletakkan ransel merek Gregory di sisi mejaku, 

“Pagi!”

“Pagi~”

Dua suara yang tak asing melompat ke telingaku.

Sosok berkuncir kuda yang berjalan di depanku, sedikit melompat sehingga rambutnya bergoyang.

“Pagi Sayang”

Aku teringat beberapa hari yang lalu, entah kenapa Mai Todo meneleponku lewat ponsel Haru. 

Namun, terputus di tengah-tengah begitu saja.

“Jadi, kau memenangkan pertandingan melawan OG?”

“Tidak, aku kalah”

Ekspresi Haru yang memberitahukan secara datar tampak menyegarkan seperti roh jahat yang telah menghilang.

Begitu, kataku dengan mengangguk, dia tersenyum biasa saja dan melanjutkan kata-katanya.

“Tapi, aku menjadi kuat.”

Aku khawatir dengan tingkahnya yang tidak biasa ketika aku berbicara dengannya lewat telepon, tetapi sepertinya dia menyadari sesuatu.

Karena akan terus bergerak maju secara perlahan begini, membuatku menjadi sedikit frustasi juga.

"Oh iya, aku mendapat pesan dari Mai Todo setelah kejadian itu."

Saat aku teringat dan mengatakan hal itu, Haru yang sepertinya baru pertama kali mendengar membuka matanya lebar-lebar.

“Hah?! Kenapa?!”

“Padahal aku yang ingin menanyakannya…”

Melihat reaksinya itu, Todo pasti seenaknya menghubungiku karena mengingat nomorku.

Haru mengernyitkkan wajahnya seolah-olah merasa kesal.

“Lalu?”

Karena tidak ada yang perlu disembunyikan aku pun membacakan pesan teks yang dikirimkan Todo.

"Dekaplah pria yang kau inginkan, jika dia menoleh, langsung tembak saja ♡"

Sebelum sempat aku selesai bicara, alis Haru berkedut.

"Nah, Haru-chan mulai sekarang akan masuk ke SMA Ashiya.”

“Aku nggak ngerti, tapi tenanglah.”

“Hmm? Apakah Chitose-kun akan melindungi sosok Mai yang cantik dan modis itu?

“Hentikan, jangan ngasal!”

Ketika saling bertukar interaksi seperti itu, 

“Kamu bicara terlalu lama!”

Nanase yang ada di belakangku menarik dengan lembut sosok berambut kuncir kuda itu.

Sambil menoleh, Haru berkata tidak puas.

“Biasanya Mai melakukan apapun yang dia mau di rumahku karena Nana jalan-jalan ke Kanazawa dengan riang.”

“Walau kamu menyalahkanku karena mengecewakan pemain unggulan kita, ya,’kan?”

“Cerewet! Bagaimanapun juga itu adalah pertandingan yang cukup baik.”

"Karena sering lengah, lebih baik fokus main basket saja, oke?”

"Begitu, hmm. Ini pertandingan untuk menyingkirkanmu sebelum Mai!”

"Nah, sekarang kau sudah menepati janjimu.”

Nanase menatapku dengan tawa mengejek.”

"Hei!"

"Apa?"

Nazuna teringat sesuatu mengenai hal yang dia kacaukan sedikit, sewaktu melakukan panggilan video selama berwisata bersama Yuuko.

Ketika Nanase bertanya tentang kesanku terhadap kimono, aku membuat lelucon terhadap hal itu, dan dia menjadi marah.

Rasanya aku masih sulit dalam memberikan pertimbangan.

Aku tidak lupa, bagaimana aku dimarahi oleh Yua dan Yuuko di malam festival musim panas.

"Aku yakin itu yang dipkirkan oleh Saku-kun. Jika semudah itu memuji seorang gadis, mungkin gadis itu akan jatuh cinta karena kesalahpahamanan.”

“Kamu terlalu memandang rendah perempuan, hanya dipuji sedikit langsung merasa salah paham.”

“Aku harap kamu bisa akrab dengan yang lainnya dan secepatnya bisa membulatkan hatimu!”

Aku paham maksudnya secara teori.

Jika aku tidak membuka diri sepenuhnya dan menghadapinya, aku tidak akan bisa menyebut nama dari perasaan ini meskipun waktu telah berlalu begitu saja.

Saat aku tersenyum kecut karena rasa malu yang muncul, Nanase menatapku dengan tatapan menggoda.

“Jangan-jangan, kamu sedang mengingat-ingat aku yang memakai kimono waktu itu?”

“Uh…yaah.”

Aku menjawab dengan jujur karena tidak mau melakukan kesalahan yang sama dua kali.

Nanase membelalakkan matanya karena jawabanku yang diluar dugaan, dia pun menyeringai dan berbicara dengan nada suara yang dilebih-lebihkan.

“Hm, sudah terlambat untuk menyesal sekarang. Jika ingin menebusnya, bukankah ada yang namanya sopan santun?”

“Aku tahu, aku akan bertanggung jawab.”

“Tidak apa-apa. Menurutmu kapan “hal itu” terjadi?”

“Jangan terburu-buru, dong. Bagaimanapun juga ada urutannya. Aku harus memberkati diriku sebelum menarik pelatuknya.”

“Kamu harus menarik pelatuknya dan mencintainya.”

Lalu, kami saling memandangi satu sama lain dengan menahan tawa.

Terus terang, aku sama sekali tidak paham apa yang sedang aku katakan di paruh kedua obrolan ini.

Aku merasa sudah lama sekali sejak kami berdua melakukan interaksi seperti ini.

Ketika aku membuatnya kesal tentang masalah kimono, aku berjanji padanya bahwa aku akan membuatkannya makanan yang tidak pernah aku buat sebelumnya, mungkin itu yang dibicarakan oleh Nanase.

Haru yang diam-diam mendengarkan di sebelah kami, mengerutkan kening dan menatap kami berdua.

“Interaksi yang kalian berdua lakukan membuatku bergidik ngeri.”

“Jangan kasar begitu, dong.”

Nanase memang suka menggoda.

“Karena ini adalah cerita rahasia, jangan sampai ada yang tahu, oke?”

Dengan cepat, Haru memahami suasananya, lalu memegang kerah bajuku dengan senyuman yang menahan amarah. 

“Hei Chitose? Bicaralah hal rahasia sama Haru-chan juga, dooong~♡"

“Jangan memaksa!”

Ketika datang ke pertandingan, aku berpartisipasi dalam keseruan mereka yang sangat keren hingga aku dibuat kagum, tetapi saking menggelikannya aku jadi jengkel juga.

Related Posts

Related Posts

Post a Comment