-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 8 Bab 3 Part 4 Indonesia

Bab 3
Perjalanan Sekolah Hari Ke-2


4


Pada siang hari, semua anggota grup 6 berkumpul di restoran yang terhubung ke area ski. Restorannya bergaya food court, jadi kami memesan apa yang kami inginkan sendiri-sendiri dan kembali ke tempat duduk.

Aku diberikan one touch call dengan nomor 32 dan diberitahu untuk datang mengambil makanan yang aku pesan segera setelah berdering ketika makananku sudah siap.

(Tln: one touch call seperti nomor tunggu/antrean)

“Bagaimana dengan kalian, Watanabe-kun? Apa kemampuan ski kalian sudah ada peningkatan?”

Kushida bertanya tentang hasil dari keempat orang yang ada di jalur pemula karena dia tidak beranjak dari jalur mahir.

“Aku sudah cukup bisa bermain ski. Tapi aku masih belum sebaik Nishino atau Amikura.”

Meskipun merendah, Watanabe terlihat sedikit yakin dengan peningkatannya.

Di sisi lain, ekspresi Yamamura yang namanya tidak disebutkan tampak suram (sudah dari sananya sih) dan kurang berambisi.

“Kalau Yamamura... yah, masih belum apa-apa.”

Dia berbisik hanya padaku dan melaporkan bahwa tidak ada tanda-tanda peningkatan.

Karena orang yang bersangkutan juga seperti tidak ingin diajak bicara, jadi aku tidak mengatakan apa pun.

Setelah itu, one touch call-ku berdering, jadi aku pergi untuk mengambil makananku.

Aku bawa kari sup panas di atas nampan ke meja.

Kemudian, ketika kami berdelapan sudah kumpul, kami pun mulai makan siang.

Ryƫen memilih hamburger ringan jadi yang pertama menghabiskan makanannya dan mendorong bungkusan dan nampan ke depan Watanabe. Dengan senyum getir di wajahnya, Watanabe meletakkan nampan kosong itu di atas nampannya sendiri.

“Aku pinjam mukamu sebentar, Ayanokƍji.”

“Eh... tapi aku belum selesai makan tuh?”

Sup karinya masih tersisa sekitar sepertiganya. Jika tidak segera dimakan, sayang nanti supnya dingin.

“Cepat habiskan.”

Watanabe kasihan padaku, tapi dia hanya diam saja saat aku akan pergi. Kitƍ... tidak melihatku sejak awal.

“Aku pergi sebentar.”

“Ya. Kami akan menunggu sambil makan.”

Kuserahkan yang di sini pada Kushida, aku berjalan melewati food court bersama Ryƫen.

Kemudian dia akhirnya berhenti di sekitar pinggiran food court dan mengeluarkan ponselnya.

Lalu dia membuka kuncinya dengan ujung jarinya dan menatap layar untuk beberapa saat.

“Sudah kuduga. Benar saja, aku dapat kabar kalau si Sakayanagi itu menggunakan bawahannya untuk mengumpulkan informasi.”

Rupanya dia baru menerima laporan dari teman sekelasnya dan membenarkan hal itu.

“Sama saja dengan kalian, ‘kan?”

Aku belum mendengarnya langsung, tapi aku yakin Ryƫen sudah memberikan perintah serupa.

“Ya begitulah. Perjalanan sekolah ini bukan tentang persahabatan. Untuk menghancurkan pemimpin, penting untuk terlebih dahulu mematahkan kaki dan tangannya. Sakayanagi tampaknya sangat menyadari hal itu.”

Baik Sakayanagi dan Ryƫen tidak bisa melakukan pertarungan antar kelas sendirian.

Cara mengalahkan lawanmu dalam kompetisi tim berbasis kelas.

Meningkatkan kemampuan rekan sendiri itu penting, tapi begitu juga dengan mengurangi kekuatan lawan.

Terutama Sakayanagi yang kakinya lumpuh, rentang aktivitasnya yang biasa sangat terbatas.

Yang menutupi sebagian besar kekuarangannya itu  adalah Kamuro atau Hashimoto.

Jika Ryƫen memegang kelemahan mereka berdua, Sakayanagi akan kehilangan kakinya yang berharga. Kemampuan pengumpulan informasinya akan turun drastis.

“Sekarang beritahu aku kenapa kamu memanggilku jauh-jauh ke sini. Bukan untuk melaporkan pertempuran saling mengintai, ‘kan?”

“Mulai sekarang, aku akan menyuruh anak-anak di kelasku untuk memulai persiapan perang habis-habisan dengan Sakayanagi. Aku tidak peduli apakah itu ujian akhir tahun tertulis atau bukan, aku akan melakukan apa pun untuk menghancurkannya.”

“Aku sudah dengar hal yang serupa di bus. Kau bilang pertarungan kalian sudah dimulai.”

“Ya. Tapi sebelum kami bergerak, ada yang perlu aku tegaskan kembali sesuatu padamu.”

Tepat ketika Ryƫen mengatakan itu, ponselku bergetar sekali.

Setelah aku memintanya untuk menunggu sebentar dan memeriksa layar, aku melihat pesan singkat dari Kushida.

[Yamamura-san sedang menuju ke tempat kalian]

Apakah dia bergerak untuk memeriksa kami karena dia ingin tahu kenapa aku dipanggil oleh Ryƫen?

Kemungkinan besar Yamamura bergerak atas perintah dari Sakayanagi.

Sekarang mungkin Yamamura sedang menguping di dekat kami, tapi aku tidak akan memberi tahu Ryƫen.

Ini juga merupakan adegan dari pertempuran antara Sakayanagi dan Ryƫen. Bantuanku akan merugikan Sakayanagi.

Sementara itu, Ryƫen juga sedang dihubungi oleh orang lain, dan dia menatap layar lagi.

Tanpa mengubah ekspresinya, Ryƫen memasukkan ponselnya ke dalam sakunya dan mulai melanjutkan pembicaraan.

“Kau ingat apa yang kukatakan satu tahun yang lalu tentang 800 juta poin, ‘kan?”

“Aku masih tidak berpikir itu bisa direalisasikan.”

“Pastinya. Jika anak-anak di kelas mengetahuinya nanti, mereka akan memiliki reaksi yang sama.”

“Kau ingin memberitahu mereka?”

Seharusnya hanya Ibuki di kelas Ryƫen yang tahu tentang rencana mengumpulkan 800 juta poin. Bahkan Ibuki mungkin hanya mengetahuinya secara kebetulan dan tidak mengetahui secara spesifik.

“Ini soal jumlah uang yang sangat besar. Jumlah ini tidak akan mampu ku bayarkan jika aku melanjutkannya dengan sangat rahasia. Aku masih punya waktu sedikit lebih dari satu tahun lagi, sudah sedikit terlambat untuk mulai bergerak.”

Memang, kerja sama teman sekelas sangat penting jika dia serius ingin meningkatkan akurasi rencana itu.

Sama seperti Ichinose mengumpulkan poin pribadi semua orang sedikit demi sedikit atasdasar kepercayaan, Ryƫen juga harus bekerja sama dengan teman-teman sekelasnya untuk mencapai jumlah yang ditargetkan.

“Jadi yang ingin kau tegaskan adalah tentang kerja samaku untuk mendapatkan 800 juta poin?

“Selama ini aku sudah berbaik hati pada kelasmu, lo? Seperti di festival olahraga, dan festival budaya. Dan untuk ujian akhir tahun juga aku membuatnya agar kami melawan Sakayanagi. Kau tidak punya keluhan, bukan?”

Memang, sejak saat itu tahun lalu ketika aku bicara dengan Ryƫen, kelas Horikita bisa bergerak begitu bebas hingga mereka setengah lupa akan keberadaan Ryƫen. Jika Ryƫen tetap agresif seperti tahun pertama, segalanya tidak akan berjalan semulus ini.

“Kau juga tampaknya cukup rukun dengan Kushida. Padahal dia mengancam akan mengeluarkanmu.”

“Maaf ya. Terkadang orang juga bisa berubah pikiran.”

Ryƫen tertawa dan bertepuk tangan beberapa kali, mungkin karena dia sangat menyukai kata-kata itu atau ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya.

“Jika aku mau, menghancurkan Kushida bukanlah masalah. Kau tahu itu, bukan?”

Ryƫen adalah salah satu dari sedikit siswa di luar kelas yang mengetahui sifat asli Kushida.

Dia bisa saja membongkarnya kapan saja tapi tidak melakukannya, persis seperti hasil dari sebuah janji.

“Jadi kau ingin aku menepati janji? Sampai-sampai mengancamku, kau pemaksa juga ya.”

“Aku tidak peduli apakah itu memaksa atau tidak. Kau mau atau tidak?”

Itu adalah janji lisan pada saat itu, tapi Ryƫen bilang bahwa dia tidak akan memaafkanku jika itu dilanggar.

“Sebelum kujawab, aku mau tanya dulu, jika kamu berhasil mengalahkan Sakayanagi, apa selanjutnya?”

“Setelah mengalahkan kelas A di akhir tahun ajaran, selanjutnya adalah pertarungan satu lawan satu antara kelasku dan kelasmu, sudah pasti, ‘kan? Dalam benakku, sampai aku mengalahkanmu, semua adalah bagian dari cerita.”

Ternyata dia memang berpikir begitu. Meskipun aku tidak meragukan hal itu setelah melihatnya sejauh ini.

“Itu agak terlalu mudah. Pada saat itu, kau sempat turun dari panggung. Dan kau harusnya hanya berperan untuk meletakkan dasar untuk Kaneda dan Hiyori. Tapi sekarang kau kembali ke atas panggung. Jika kau ingin aku memenuhi janjiku, masuk akal jika ku cabut janjiku. Jika kami adalah Kelas A dan RyĆ«en adalah Kelas B, itu sama saja dengan kami menyerahkan kemenangan, bukan?”

Hanya dengan begitu, kita bisa membuat skenario untuk menjalin kerja sama mengumpulkan 800 juta poin.

“Kau tidak menyukainya?”

“Jelaslah. Kalau Horikita dan RyĆ«en, kedua kelas benar-benar bentrok, kalian menang dan naik ke kelas A, hanya kami yang akan terlihat seperti orang bodoh. Atau jika rencana 800 juta itu berhasil, kau akan berjanji untuk menaikkan siswa kelas Horikita ke kelas A?”

Senyum menghilang dari wajah Ryƫen dan tatapan tajam menyamping diarahkan padaku.

“Itu permintaan yang mustahil. Poin pribadi ekstra tentu saja adalah milik kami.”

Ini adalah uang yang bisa dipakai setelah lulus, jadi ia tidak berniat menggunakannya untuk menyelamatkan siswa yang tidak ada hubungannya dengannya.

“Jika kalian kalah, kami menalangi kalian, jika kalian menang, kalian meninggalkan kami...ya. Itu bahkan tidak perlu dipertimbangkan lagi. Aku tidak bisa lagi bekerja sama dengan rencanamu untuk mengumpulkan 800 juta poin. Namun, kamu bebas menyerang kelas mana pun mulai sekarang, dan aku tidak berhak menghentikanmu.”

“Sudah kuduga kau tidak senaif itu, Ayanokƍji.”

“Karena ini bukan hanya masalahku seorang.”

“Kalau begitu, apa boleh buat. Jadi kita batalkan di sini pembicaraan kita waktu itu.”

Dia menyerah lebih cepat daripada yang kukira. Dia sepertinya sudah tahu kalau dia akan ditolak.

“Meski negosiasinya gagal, apa kamu masih berniat untuk mengumpulkan 800 juta poin?”

“Aku tidak akan mengubah rencanaku. Tujuan utamaku adalah mengumpulkan 800 juta. Selain itu, aku akan mengalahkan Sakayanagi dan kamu. Jika aku tidak perlu uang untuk naik ke Kelas A, aku akan lulus dengan banyak uang. Iya, ‘kan?”

Rencana yang bahkan hanya sekedar mimpi belaka, telah berubah menjadi angan-angan yang lainnya.

Tapi dari sini, Ryƫen mulai membual bahwa ia akan mengumpulkan 800 juta.

“Sejauh ini aku sudah menghabiskan banyak uang untuk menarik Katsuragi dan menggunakan anak-anak tahun pertama, tapi kini adalah awal dari pengumpulan. Aku akan beralih ke sistem poin pribadi sepenuhnya.”

Jika ia ingin sekali mengumpulkan poin pribadi, ada juga risiko yang membayanginya.

Gagasan dan sikap ganjil Ryƫen di sini membuatku mempertanyakan sesuatu.

“Kau kelihatannya bertanya-tanya kenapa aku tidak mendesakmu untuk memenuhi janjimu tanpa kompromi.”

“Itu wajar saja. Aku tidak paham inti dari pembicaraan ini.”

“Sederhana kok. Itu artinya membatalkan perjanjian adalah keharusan. Aku tak bisa menghancurkanmu jika aku masih setengah terhubung denganmu. Tapi jika aku membatalkannya seperti ini, itu lain lagi. Kita bisa saling berhadapan.”

Dengan kata lain, dia memilih obsesi untuk menang yang bangkit kembali di atas konflik kepentingan.

Hal serupa juga dia katakan di dalam bus, tapi dia mendeklarasikan perang sekali lagi.

Meski begitu, aku tidak sepenuhnya percaya. Ada semacam motif dalam pembicaraan kami.

Sekalipun aku menyelidiki hal itu di sini, aku tidak akan mendapatkan jawabannya.

“Menantikan itu sih boleh-boleh saja, tapi kau harus mengalahkan Sakayanagi sebelum kau bisa memikirkan pertarungan ulang denganku.”

“Hah. Aku tahu kalau cewek itu pintar. Tapi hanya itu saja.”

Katanya, dia menunjukan kepercayaan dirinya yang mutlak dalam pertarungan di ujian akhir tahun.

Ryƫen, kau pernah dikalahkan dan bangkit kembali.

Aku juga akui bahwa bakatmu lebih besar daripada yang aku bayangkan.

Kisah sukses Ryƫen Kakeru berada di jalur yang tepat mungkin juga benar.


Tapi———


Apakah dia bisa melintasi rintangan akhir atau tidak, itu masalah lain. Penyimpangan karena tidak mengenali rintangan sebagai rintangan ini, pada akhirnya mungkin akan berdampak di arena pertempuran.

Tentu saja, pertanda dan indikasi itu akan berubah lagi, tergantung pada bagaimana Sakayanagi juga memandang Ryƫen.

“Kembalilah duluan, Ayanokƍji.”

Katanya, Ryƫen berjalan menuju toilet.

Hiyori yang melihat ke sini dari tempat duduk agak jauh, menyadariku dan melambaikan tangan.

Rupanya grup Hiyori juga datang untuk bermain ski.

Kubalas Hiyori dengan mengangkat ringan tanganku dan kembali ke meja grup.

Yamamura sudah kembali, ia menyentuh ponselnya dalam diam seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“Di mana RyĆ«en?”

“Dia akan kembali setelah mampir ke toilet.”

“...Kau baik-baik saja? Kau tidak dipukul, ‘kan?”

Watanabe terlihat khawatir dan memeriksa setiap detail tubuhku.

“Jangan khawatir. Kami hanya ngobrol sebentar.”

“Aku harap begitu...”

Di sini, Yamamura yang makan dengan pelan-pelan telah menyelesaikan makanannya dan Nishino juga memegang nampannya bersamaan dengan Yamamura.

“Aku... akan mengembalikan nampannya.”

Mereka berdua memilih makanan dari restoran yang sama, jadi mereka akan mengembalikannya bersama.

“Ayanokƍji, jika kau diancam olehnya, jangan ragu untuk memberitahuku.”

Gumam Kitƍ dengan tatapan mata yang mendalam, mungkin dia berpikir bahwa Watanabe terlalu naif.

Jika bisa, aku ingin kata-kata itu diucapkan sebelum aku dipanggil.

Tak lama kemudian RyĆ«en kembali, Kitƍ pun mengalihkan pandangannya dariku.

“Apa kau lari dariku dan berganti mengintimidasi anak dari kelas lain?”

“A? Kuku, jangan khawatir, Kitƍ. Karena aku akan serius menghabisi Kelas A. Akan kutunjukan padamu kalau Sakayanagi hanyalah sebuah checkpoint bagiku.”

“Kau tidak bisa mengalahkan Kelas A.”

“Apa iya?”

Menganggap enteng, atau harus kukatakan bahwa itu adalah sandiwara Ryƫen untuk membuatnya terlihat seperti itu.

Dia mungkin mengatakan bahwa dia bisa menang dari lubuk hatinya, tapi tidak ada yang benar-benar mendukung hal itu.

Tentu saja, ia mungkin memiliki informasi yang tidak aku ketahui, tapi dalam perbandingan kemampuan yang sederhana, Sakayanagi masih lebih unggul.

“Tak usah menunggu ujian akhir tahun, lakukan saja kapan pun kau mau.”

“Oioi kau tidak punya wewenang untuk mengatakan itu, Kitƍ. Kau hanyalah anjing yang setia, dan tuanmulah yang akan kena masalah karena ucapan cerobohmu itu, loh?”

Kitƍ dipanggil anjing, meletakkan telapak tangannya yang besar di atas meja dan berdiri.

“Aslinya, cukup aku saja untuk mengalahkanmu.”

“Hoh? Kalau begitu, mau adu keberuntungan untuk ketiga kalinya?”

Lempar bantal, bantalnya rusak. Balapan ski tidak tuntas karena aku menyela mereka.

“Kalian berdua yang akur sih. Sudah ada rumor yang bilang kalau grup kita cukup berbahaya, tahu?”

Beberapa pengunjung umum sekitar mulai melihat tatapan tajam antara RyĆ«en dan Kitƍ dengan heran.

Jika mereka terus melakukan hal-hal yang terlalu mencolok, hanya masalah waktu sebelum para guru mendengarnya.

“Tapi ngomong-ngomong, kok Nishino-san dan Yamamura-san lama sekali ya?”

“Iya juga ya.”

Seharusnya tidak perlu lebih dari satu menit hanya untuk mengembalikan nampan, tapi mereka juga belum kembali.

Menyadari bahwa Nishino dan Yamamura belum kembali, Kushida mencari mereka.

“Ah, itu mereka. Tapi kelihatannya mereka dikelilingi oleh sekelompok anak laki-laki yang tidak kukenal.”

Di food court yang ramai, Kushida menunjuk kearah Nishino dan Yamamura yang sedang dikelilingi oleh 5 orang pria yang sepertinya susia pelajar. Kedua pihak terlihat bersitegang.

“O-Oi oi, si Nishino dalam banyak masalah tuh. Ayo kita tolong dia.”

“Lebih baik jangan bergerak dalam kelompok besar. Bisa repot kalau kita terlibat pertikaian.”

Aku baru saja mengeluarkan nasihat seperti itu, tapi beberapa sudah meninggalkan tempat duduk mereka.

Keduanya yang tidak mendengarkan nasihatku, pergi menghampiri Nishino dan Yamamura tanpa saling berkomunikasi.

“Kalian tunggulah di sini.”

Aku menyuruh Kushida, Amikura dan Watanabe agar tidak bergerak.

Ketika aku menyusul RyĆ«en dan Kitƍ, yang sedang menuju ke tempat kejadian dengan langkah kaki yang kuat, aku mendengar percakapan mereka.

“Sudah nabrak bahuku dan kau tidak mau meminta maaf? Pakaianku ketumpahan sup ramen lihat?”

Rupanya masalah dimulai bukan dari Nishino, tapi Yamamura yang dituduh sudah menabrak pria itu.

“Salah kalian sendiri karena tidak memperhatikan Yamamura-san berjalan, bukan?”

Para pria itu tertawa menggoda dan menyentuh bahunya sendiri.

“Tidak, tidak, aku tidak bisa melihatnya karena wanita ini terlihat seperti hantu. Iya, ‘kan?”

“...Aku sungguh... minta maaf.”

Dengan suara kecil, Yamamura meminta maaf. Mungkin dia sudah meminta maaf lebih dari sekali atau dua kali.

Tapi para pria itu terus bersikap seolah-olah mereka tidak mendengarnya.

“Kami dari Gifu dalam perjalanan sekolah, ayo kita main. Dengan begitu aku akan memaafkanmu.”

Seorang pria dengan paksa meraih lengan Nishino saat ia berdiri untuk melindungi Yamamura.

“Hah? Jangan bercanda. Siapa juga yang mau main dengan kalian?”

Ketika Nishino secara paksa dan kuat melepaskan lengannya, telapak tangannya mengenai sedikit pipi pria itu.

“Sakit njing.”

Ekspresi wajah para pria itu, yang sejak tadi tertawa terbahak-bahak, seketika berubah.

Tak lama kemudian, salah satu dari 5 pria itu terhempas dengan kuat.

“Ka-Kau ini siapa?”

“Itu pertanyaanku tolol. Ada urusan apa kau dengan temanku?”

(Tln: teman di sana pakai dialek kansai, yang secara harfiah berarti seseorang yang datang bersamanya, bukan langsung merujuk ke teman)

Ryƫen-lah yang melayangkan tendangan kuat ke penggungnya.

Dia kemudian langsung meraih dada pria lainnya.

“Jangan menangis di depan wanita seperti burung kecil.”

“Apa... kau mau kubunuh!”

“Coba saja. Jika kau mau, aku akan membiarkanmu memukulku sekali. Kau ingin oleh-oleh dari perjalanan sekolah, ‘kan?”

Mengatakan itu, dia mengangkat jari telunjuknya untuk menawarkan pipi kirinya sendiri.

“Ou, kalau begitu, dengan senang hati aku akan memukulmu sekali!”

Seperti yang diminta, dia mengayunkan lengannya secara paksa.

“Ah, itu———”

Jangan pikir kau akan benar-benar kubiarkan untuk memukulku. Ia bahkan tidak sempat mendengar nasihat seperti itu.

Melihat gerakan besar lawannya yang tidak berguna, Ryƫen meraih kedua bahu pria itu dan menghantamnya dengan tendangan lutut yang kuat ke perutnya. Siswa dari sekolah lain itu jatuh dan berguling-guling kesakitan.

“Bahkan di perjalanan sekolah yang membosankan ini pun bisa ada kejadian yang menarik.”

Ryƫen mulai menemukan kesenangan dalam situasi yang memang sudah pasti akan terjadi.

Aku tidak menyangka pertemuan pertama dengan sekolah lain dalam hidupku akan jadi insiden kekerasan yang meresahkan.

Salah satu pria itu mengepalkan tinju kiri dan kanannya sekuat tenaga.

Mereka tidak berniat bertarung satu lawan satu, dan pihak sana tampaknya ingin menang keroyokan.

Lalu Kitƍ pun muncul.

Para pria lawannya itu panik melihat wajah dan tatapan mengintimidasinya yang jelas-jelas tidak terlihat seperti seorang siswa SMA.

“Sepertinya... dia ingin membantunya.”

Gumam Nishino saat dia berjalan ke arahku sambil memegang pundak Yamamura untuk melindunginya.

“Yamamura adalah teman sekelas Kitƍ. Wajar saja jika dia tidak akan tinggal diam jika Yamamura dalam bahaya.”

Untungnya kedua belah pihak tampaknya mengerti bahwa meneruskan perkelahian di food court bukanlah ide yang baik, jadi Ryƫen dan yang lainnya berjalan ke luar ruangan satu per satu.

“Apa gak sebaiknya kita panggil orang dewasa?”

“Karena sudah begini, tidak ada yang bisa menghentikannya. Maka lebih baik ladeni mereka tanpa diketahui oleh mata publik.”

Dari apa yang aku lihat, jumlah lawan lebih banyak dari mereka, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang terlihat kuat.

Jika RyĆ«en dan Kitƍ bertarung bersama, pasti tidak perlu waktu lama untuk mereka membereskannya.

Sekitar 10 menit kemudian, RyĆ«en dan Kitƍ kembali. Mereka juga membawa orang-orang yang telah mereka kalahkan.

Mereka kemudian disuruh untuk berlutut di depan Yamamura dan Nishino dan meminta maaf.

Sepertinya mereka benar-benar telah menghajar para pria itu sampai mereka tidak lagi berani melawan....

Ini bisa jadi masalah jika ada yang melihatnya, tapi mungkin perlu demi Yamamura dan Nishino.

Mereka diminta untuk bersumpah agar mereka tidak akan pernah terlihat lagi dan mereka pun dibebaskan.

“Ini grup yang tidak pernah membuatmu bosan ya.”

Kalimat yang diucapkan Kushida dengan berbisik sangat meninggalkan kesan, jadi aku hanya bisa setuju.

Related Posts

Related Posts

1 comment

  1. Musuh dari musuh adalah temanku.
    Musuh kemarin adalah teman hari ini.
    Lalala~

    ReplyDelete