-->

Cari Blog Ini

You-Zitsu LN 2nd Year Vol 7 Bab 2 Part 1 Indonesia

Bab 2
Sinyal Awal Pemberontakan


1


Festival budaya perlahan-lahan semakin dekat, tapi selain itu, ada masalah lain yang perlu ditangani secara bersamaan. Yaitu mengubah kelas Ichinose.

Hitung mundur menuju keruntuhan telah bergerak lebih cepat dari yang ku perkirakan.

Penanganan yang diperlukan harus diambil untuk menghindari hal ini.

Kali ini, aku tidak menghubungi sang pemimpinnya yaitu Ichinose.

Aku percaya apa yang dibutuhkan sekarang adalah membuat perubahan pada teman-teman sekelas yang terhubung di bawahnya.

Namun demikian, penanganan ini harus dilakukan dengan hati-hati.

Seseorang yang cukup kompeten untuk mengambil peran itu tentu saja tidak akan ada orang lain selain pria itu.

“Maaf memanggilmu ke sini.”

Sepulang sekolah, aku pergi ke tempat yang telah ditunjuk seperti yang telah diberitahukan, dan Kanzaki sudah ada di sana.

Wajahnya muram, dan dia tentu saja tidak berminat untuk melakukan percakapan yang menyenangkan dan menghibur.

“Ada perlu apa denganku?”

Aku telah mengenal Kanzaki dari kelas lain sejak tak lama setelah kami masuk sekolah, tapi kami tidak terlalu dekat. Baru-baru ini, dia menaruh curiga terhadap kehadiranku, dan yang ada, aku pikir dia membenciku. Tidak, itu berarti membenciku tidak selalu berarti ia tidak akan menanggapi panggilanku.

Justru karena dia membenciku, justru karena dia mewaspadaiku, wajar saja jika dia ingin bicara denganku.

Hal ini lebih mungkin terjadi jika tempat pertemuan adalah tempat yang sepi.

“Ini waktunya untuk membicarakan masa depan.”

“Masa depan? Apa maksudmu... yah, itu terserah. Biarkan aku bicara lebih dulu.”

Kanzaki meluruskan postur tubuhnya sebelum aku membicarakan urusanku.

Meskipun aku sedikit terkejut dengan langkah pertama yang tak terduga, mari kita dengarkan dulu apa yang akan dikatakan Kanzaki.

“Belakangan ini, aku sedang gelisah. Aku tidak bicarakan dengan siapa pun, hanya gelisah sendirian.”

Setelah mengungkapkannya dengan kata-kata, dia mengoreksinya sendiri dan menegaskan kembali bahwa itu kurang tepat.

“Tidak, berlebihan untuk menyebutnya gelisah, tapi aku berpikir setiap hari tentang apa yang akan aku lakukan dengan diriku sendiri.”

Kata-katanya dipenuhi dengan emosi yang tidak seperti Kanzaki yang tenang dan berpikir jernih.

Aku putuskan untuk menjadi pendengar sampai dia meminta jawaban dariku.

“Apa yang harus ku temukan dalam sisa kehidupan sekolahku... tanya dalam hatiku.”

Dia pasti tidak sedang dipusingkan dengan masalah persahabatan atau lawan jenis.

Hanya ada satu hal yang paling dicemaskan oleh para siswa di sekolah ini: promosi ke Kelas A.

“Mungkin aku sudah tidak perlu memberitahumu lagi, tapi kelas kami tidak akan bisa menang.”

Tidak akan bisa menang dalam apa?

Apakah festival budaya atau ujian khusus akhir tahun yang masih agak lama lagi?

Tidak, itu tidak akan berakhir dengan hal sekecil itu.

Kenyataan bahwa kelas Ichinose tidak akan bisa naik ke Kelas A.

Itu adalah teriakan dari Kanzaki yang menyadari hal itu.

“Kami tidak jauh tertinggal dari kelas-kelas lain dalam hal akademis, atletik dan kepemimpinan. Malah, aku merasa kalau kami memiliki beberapa aspek yang mana kami unggul. Tapi, aku telah menyadari bahwa hal itu tidak selalu berarti kemenangan.”

Ia mulai berpikir sendiri, memahaminya sendiri dan menjadi gelisah sendiri. Seperti yang kubayangkan, ini akan dimulai dari Kanzaki.

“Aku mengerti maksudmu. Jadi apa yang kamu harapakan dariku? Kanzaki.”

Jika hanya untuk mendengarkan dan menunjukkan pengertian penuh siapa pun itu juga bisa.

“Aku... butuh saran darimu terkait Ichinose.”

Mengapa harus aku.

Nama beberapa orang yang mungkin bisa diajak untuk membicarakan hal itu muncul dengan cepat.

“Tidak, bukan itu saja. Aku juga ingin mendengar pendapatmu tentang apa yang harus kelas kami lakukan di masa depan.”

“Permintaan yang absurb. Dan kamu menginginkan itu dariku, yang bahkan bukan teman sekelasmu?”

“...Memang.”

Mudah saja bagiku untuk membaca psikologi Kanzaki dengan melihat ekspresi sedihnya.

Pria ini bukanlah tipe orang yang akan meminta bantuan dari orang lain dengan perasaan enteng.

Justru karena telah terpojok sampai titik ini, Kanzaki tidak punya pilihan selain mengambil tindakan itu.

Koreksi, bahkan pada awalnya bantuan itu pun tidak menjadi pertimbangan.

Aku bertanya-tanya apakah mungkin ada masa depan di mana dia akan memendamnya sendirian.

“Dia tak pernah mendengarkan pendapatku dengan serius. Tidak, itu sama saja kalaupun bukan aku.”

“Yang kukenal, Ichinose adalah seorang siswa yang mau mendengarkan siapa pun.”

“Itu hanya berlaku jika kau sejalan dengan Ichinose. Tidak perlu sampai kujelaskan.”

Aku mengetesnya dengan sengaja, tapi sepertinya itu tidak lagi diperlukan.

Sederhananya, jika ada yang meminta bantuan untuk menyelamatkan seseorang, Ichinose akan terus membantunya sampai akhir tanpa memperdulikan risiko apa pun, dan tidak akan mengkhianatinya. Namun sebaliknya, jika ada yang meminta bantuan untuk memojokan seseorang tanpa tujuan, Ichinose tidak akan pernah membantunya.

Membenarkan kesalahan dan menegakkan keadilan juga merupakan kata-kata yang dapat digunakan untuk menggambarkan dirinya.

Bahkan jika mereka memberikan uang atau hadiah lainnya untuk membalikkan pendiriannya, itu tidak akan berubah.

“Aku tidak bilang dia menuju ke jalan yang salah. Tapi idealisme adalah idealisme.”

“Ada juga banyak situasi di mana idealisme itu diperlukan.”

“Itu benar. Kami siap melewati masa-masa sulit saat segala sesuatunya berjalan dengan baik.”

Faktanya, Kanzaki dan teman-teman sekelasnya telah mengikuti jejak Ichinose dan menderita bersama sampai saat ini.

“Bagaimana kalau sekarang. Kami terus mengikuti kebijakan Ichinose dan kehilangan poin kelas. Kami jatuh ke peringkat terbawah dan bahkan tidak bisa menemukan jalan keluar.”

“Kau bicara blak-blakan ya. Yakin ini tidak apa-apa? Membuatku mendengar masalah internal kelas sampai sejauh itu.”

“Rencana yang bodoh”.

Dia meludahkan gumaman, seolah menertawakan dirinya sendiri.

“Tapi, bahkan rencana bodoh pun tetaplah sebuah rencana. Saat ini, mereka tidak ada pilihan lain selain mengandalkanmu.”

Dia mengalihkan pandangannya yang agak pasrah dariku dan menatap lantai koridor yang kosong.

“Dalam ujian khusus suara bulat, aku berpendapat kalau kami harus mendapatkan poin kelas bahkan jika kami harus mengeluarkan teman sekelas. Aku memilih setuju dan mencoba untuk memperjuangkannya, tapi itu pun tidak berhasil.”

Aku tidak tahu apa pun tentang internal kelasnya, tapi jika demikian, itu mudah untuk dibayangkan.

Kanzaki setuju untuk mengeluarkan siswa agar bisa memperbaiki kelas dan membuat mereka memahami realitas. Kemudian, ia terus memilih setuju dan mencoba mengubah mindset mereka yang ada di dalam kelas, tapi tak ada teman sekelasnya, termasuk Ichinose, yang setuju dengan pendapatnya. Meski demikian, mereka bahkan tidak mencoba untuk menyalahkan Kanzaki atas pemberontakan itu, malah menasihatinya untuk berjuang bersama. Bahkan jika dia disingkirkan, hal yang serupa akan terjadi.

“...Cerita yang lucu, bukan?”

Karena aku tidak menjawab, Kanzaki bergumam untuk memecah keheningan.

“Apa gunanya menceritakan hal ini kepadaku, yang bukan kawan atau lawanmu?”

Dia sendiri mengerti bahwa dia tidak mungkin bisa mendapatkan nasihat apa pun.

Ini adalah tindakan yang benar-benar gegabah, dan ia sekarang terlihat seperti ingin mempermalukan dirinya sendiri.

“Ichinose terobsesi padamu. Satu-satunya yang bisa mengubah kebijakan Ichinose adalah keberadaan unik itu. Ia hanya bisa melihat sesuatu dalam garis lurus seperti itu.”

“Begitu.”

Untuk menyelamatkan kelas, si pemimpin, Ichinose, harus mengubah pola pikir dan keyakinannya.

Kelas secara keseluruhan sangat mumpuni, maka itu tentu saja akan membuat mereka melihat cahaya.

“Sepertinya kau benar-benar ingin membalikkan keadaan dan keluar dari situasi stagnan ini, ya.”

Karena sudah terlambat untuk memperbaiki keadaan, Kanzaki mengangguk dalam-dalam.

Akan tetapi, aku harus memikirkan dengan cermat, apakah hal itu benar-benar demi kelasnya.

Apa yang tidak dilihat Kanzaki yang sedang merasa frustrasi.

Bahwa visi masa depan dimana mengubah Ichinose akan menyelamatkan mereka itu hanya tipuan.

Misalnya Ichinose berubah dengan satu kata dariku, bisakah itu benar-benar disebut pertumbuhan?

Seandainya Ichinose jadi terkadang kejam dalam pengambilan keputusannya, dapatkah mereka mengejar ketertinggalan dengan kelas-kelas lain?

Untuk menghapus kekurangannya, maka kelebihannya yang bisa disebut unik harus dihapus.

Setelah diarahkan ke sana, tidak ada jaminan kalau dia bisa kembali lagi.

“Aku setuju kalau kau perlu membalikkan keadaan. Tapi, aku tidak setuju dengan metodenya.”

“Tak ada pilihan lain. Kaulah satu-satunya yang bisa menggerakkan Ichinose, Ayanokƍji.”

“Aku tidak yakin. Menurutku ada orang yang lebih tepat untuk tugas itu, sih.”

“Tak terpikir olehku.”

Bagi Kanzaki yang tidak bisa memikirkan siapa pun yang terlintas dalam benaknya, ini akan menjadi sesuatu yang akan membuat alisnya terangkat.

“Sebenarnya, ada seorang siswa yang kupanggil ke sini hari ini setelah aku menghubungimu, Kanzaki.”

“Siapa?”

“Dia adalah satu teman sekelasmu yang kau kenal dengan baik, Kanzaki.”

“Jangan bilang kau memanggil Ichinose?”

Dalam arti tertentu, dia pasti orang yang paling tidak ingin dia lihat di tempat ini.

“Sayangnya bukan Ichinose. Dia adalah siswa yang berpotensi untuk membalikkan keadaan.”

“Mungkin ini seperti menapak air, tapi sayangnya di kelas kami tak ada siswa selain aku yang bisa berdebat dengan Ichinose. Itu adalah sesuatu yang aku rasakan dan pahami secara langsung.”

(Tln: menapak air = menyela ketika segala sesuatunya berjalan lancar)

“Bukankah itulah yang disebut dengan berpikiran sempit, Kanzaki?”

“Apa?”

“Kelas Ichinose tampak monolitik, tetapi sebenarnya tidak benar-benar bersatu. Di tengah-tengah jahitan, ada beberapa siswa yang dipaksa untuk tetap bersama karena mereka terbawa oleh lingkungan mereka.”

(Tln: monolitik = kesatuan terorganisasi yang membentuk kekuatan tunggal dan berpengaruh)

Kujawab begitu, tapi sepertinya Kanzaki masih tidak mendapatkan gambaran.

Kukira itu bisa dimengerti.

Ia tidak terlihat mudah menaruh curiga pada teman-teman sekelasnya sendiri.

“Kenapa kelas Ichinose turun peringkat dan saat ini menghadapi krisis besar?”

Ke mana arah rantai kesalahan pada akhirnya?

Aku harus memastikan bahwa Kanzaki dan teman-temannya memahami hal itu.

“Loh? Kenapa ada Kanzaki-kun juga?”

Himeno terlihat agak bingung, mungkin dia mengira hanya akan ada aku di sini.

Sedikit lebih cepat dari waktu yang dijanjikan, tetapi sebaliknya waktu yang tepat.

“Himeno? Jadi kau pernah melakukan kontak dengan Ayanokƍji?”

“Sedikit.”

Itu karena aku bisa dikatakan tidak pernah terlihat bersamanya di sekolah.

Bukan hanya Kanzaki, sebagian besar siswa pasti memiliki kesan yang sama.

“Aku sulit untuk percaya kalau Himeno adalah orang yang tepat untuk tugas yang kau sebutkan itu.”

Kurang lebih aku bisa membayangkan gambaran yang dimiliki Kanzaki tentang Himeno dalam kehidupan sekolahnya selama ini. Dia pasti tidak ada bedanya dengan teman sekelasnya yang lain, hanya salah satu dari para gadis.

“Sekarang aku akan membuktikannya.”

“Tunggu sebentar. Rasanya seperti kalian sedang membicarakanku, soal apa ini?”

Karena dia dipanggil tanpa informasi apa pun, wajar saja jika Himeno menjadi bingung.

“Ini... tidak, tunggu.”

Saat hendak menjelaskan, Kanzaki menyadari adanya keganjilan.

“Apa maksudnya ini, Ayanokƍji?

“Apanya?”

“Kau memanggilku, tapi sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan? Sepertinya Himeno sudah kau panggil lebih dulu, ini seperti seolah-olah, sejak awal———”

Menutup mulut yang tadinya akan terbuka, Kanzaki menatap Himeno dan aku secara bergantian.

“Apa apa, apa artinya?”

“Kau sudah menduga kalau aku hari ini akan meminta saran padamu tentang kelasku.... Apakah kau sendiri berpikir kalau kami harus membawa perubahan pada kelas kami? Tidak, aku tidak mengerti maksud dari memikirkan atau melakukan hal seperti itu...”

Aku memanggil Kanzaki kesini, kemudian Kanzaki memberi tahuku masalah internal kelasnya sebelum aku bisa mulai berbicara.

Fakta bahwa Himeno muncul saat ini dan kemudian mengarah ke topik pembahasan itu sendiri menjadi tidak wajar.

“Kau, seberapa jauh kau melihatnya...”

Melalui percakapan yang dimulai darinya, Kanzaki menyadari perhitunganku dengan cara yang tak terduga.

Alhasil, hal itu tampaknya memiliki efek yang cukup untuk mengejutkan Kanzaki.

“Mari kita masuk ke topik utama. Akan kuberitahu kenapa hari ini aku memanggilmu, Kanzaki. Ichinose tak perlu berubah lewat tanganku. Yang perlu diubah adalah mindset kelas. Dengan mengubah mindset kelas, itu bisa membawa perubahan pada diri Ichinose.”

“...Itu percuma. Aku sendiri sudah membuktikannya selama ini.”

“Jika hanya seorang diri, mungkin iya. Tapi jika dua orang? Tiga orang? Jika semua orang kecuali Ichinose telah mengubah mindset mereka, hasil dari ujian khusus suara bulat akan berbeda.”

“Mengubah mindset semua orang itu adalah mimpi yang mustahil. Selain itu, seandainya mereka berubah, apakah itu akan mengubah hasil ujian khusus? Ichinose tak akan membiarkan adanya pengusiran sampai akhir.”

“Tentu saja aku tidak berpikir Ichinose yang peduli dengan kelasnya akan setuju untuk mengeluarkan siswa, tapi apakah itu akan mengakibatkan ujian khusus gagal dan kalian mendapat hukuman adalah masalah lain.”

“Tunggu sebentar. Ichinose-san akan melindungi teman-teman sekelasnya bahkan jika itu berarti menerima hukuman yang berat.”

Di sini, Himeno yang dari tadi menjadi pengamat menyela.

“Dengan 39 orang lain yang menentangnya, apakah Ichinose benar-benar bisa bertahan sampai akhir?”

“Dia akan bertahan, jika itu Ichinose-san. Iya kan, Kanzaki-kun?”

“Kupikir juga begitu, tapi.... Kontradiksi juga pasti akan muncul.”

Ichinose memimpin perjuangan untuk melindungi teman-teman sekelasnya.

Tetapi, bagaimana jika dia menghadapi serangan balik dari semua teman-teman sekelasnya itu?

(Tln: Premisnya salah. Jika ada pengusiran, pasti ada lagi 1 atau 2 orang yang tidak setuju. Kalau itu Ichinose, itu sudah cukup untuk membuatnya bertahan)

Mengenai apakah dia masih akan terus menentang pengusiran sampai akhir meskipun sudah dibuat sadar bahwa dirinya itu salah, itu masalah lain.

Biarpun dia bertahan, apa yang menantinya setelah itu adalah kebencian Ichinose pada dirinya sendiri.

Dia hanya akan menyalahkan dirinya sendiri atas kehilangan banyak poin kelas.

“Didorong oleh rasa bersalah, apakah Ichinose akan mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin adalah masalah lain.”

“Bukankah itu akhir yang lebih buruk dari sekarang?”

“Ya. Tidak diinginkan Ichinose untuk menjadi seperti itu. Lalu menurutmu, apa yang sebenarnya akan terjadi? Kanzaki.”

“Bagaimana jika semua teman sekelas sependapat denganku, untuk menerima pengusiran, ya?”

Meskipun memahami bahwa hal itu tidak realistis, dia mensimulasikannya seolah-olah seperti itu.

“Jika 39 orang telah siap untuk kehabisan waktu dan terus memilih setuju, pada akhirnya Ichinose akan menyerah dan memilih setuju. Dan dia akan membujuk kami agar dirinya dikeluarkan... kurasa.”

Jawaban tanpa keraguan.

Kelas berhasil mendapatkan poin kelas dengan mengeluarkan Ichinose dari sekolah.

Terlebih lagi, pada saat yang sama, mereka mampu memutuskan ikatan baik Ichinose.

“Itu tidak bisa diterima. Anggaplah jika hal itu terjadi, kerugiannya akan terlalu besar.”

Ichinose meninggalkan kelas Ichinose.

Itu mungkin sebuah perkembangan yang tidak pernah dia pertimbangkan, tapi bagi Kanzaki, ini adalah sebuah terobosan.

“Tentu saja, aku tidak menyarankan bahwa Ichinose harus dikeluarkan. Tapi, kelas berubah ketika teman sekelas berubah. Menurutku mindset kelas harus diubah tanpa perlu mengubah Ichinose. Dan semuanya dimulai dengan kalian, Kanzaki, Himeno.”

“A-Aku?”

“Kau tidak sepenuhnya setuju dengan semua yang dilakukan Ichinose. Tidak seperti teman sekelasmu yang berkhayal, kau bisa merasakan keraguan yang sama seperti Kanzaki. Iya, ‘kan?”

“Itu———”

“Ketika Kanzaki menunjukkan perlawanan dalam ujian khusus suara bulat, apa yang kau pikirkan?”

“......”

Himeno diam dan tertunduk.

“Biarkan aku mendengarnya. Aku juga ingin tahu apa yang kau pikirkan.”

“Aku pikir itu mustahil. Kelas tidak mudah berubah. Karena mereka tidak ingin melihat orang lain terluka lebih dari diri mereka sendiri yang terluka, jadi mereka hanya menampilkan ha-hal baik.”

Sedikit demi sedikit, dia mulai membicarakan apa yang dia rasakan.

“Aku merasa kalau perlawanan Kanzaki-kun hanya membuang-buang waktu. Karena itu, aku ingin waktu yang menyakitkan itu cepat berakhir, jadi aku menyuruhmu untuk berhenti... itulah yang kukatakan.”

Kanzaki memejamkan matanya dan mengangguk kecil, mungkin ia mengingat apa yang telah terjadi pada waktu itu.

“Kau mendengar Himeno mengatakan itu, jadi kau mengartikannya bahwa dia sama seperti teman-teman sekelasmu yang lain, bukan? Jangan melawan Ichinose, tak ada yang namanya pilihan untuk membuang teman, itulah yang pasti kau terima dari perkataan Himeno.”

Tanpa menyangkalnya, Kanzaki mengangguk sekali dalam-dalam.

“Tapi kenyataannya salah. Himeno sendiri memiliki keraguan tentang kondisi kelas.”

“Lalu kenapa, kau tidak mengatakannya? Kau bisa saja mengutarakannya berulang kali dan sebanyak yang kau inginkan, bahkan di luar ujian khusus suara bulat.”

Percakapan di mana aku tidak bisa menyela karena aku tidak tahu kondisi kelas mereka yang sebenarnya, di mulai.

Normalnya, ini tidak sepantasnya dibicarakan di sini.

Karena biasanya tidak ada yang bisa diperoleh dengan membiarkanku, orang luar, untuk mendengarkan.

Namun, peristiwa itu kini justru terbalik.

Hanya karena ada aku, hanya karena di sini, maka dia bisa mendapatkan pernyataan dari Himeno.

Dengan kata lain, jika dia melewatkan kesempatan ini, dia akan kembali lagi ke rutinitas kelas Ichinose di mana tidak ada perubahan.

“Haa...”

Mata Himeno tidak menunjukkan beragam warna emosi seperti mata Kanzaki.

“Jangan membuatnya terdengar mudah.”

Seperti hembusan napas, dia mengalihkan matanya untuk melarikan diri.

“Kau juga tahu tanpa harus kujawab, bukan? Hanya ada tekanan untuk menyesuaikan diri yang kuat di kelas kita. Biarpun kupikir itu putih, jika mayoritas mengatakan itu hitam, ya hitam. Tidak penting apakah itu benar atau salah. Dalam kelas seperti itu, tidak ada gunanya bagi minoritas untuk berbicara. Yang ada hanya menyakitkan untuk repot-repot bilang kalau itu hitam, kalau ujungnya akan dibujuk terus sampai aku bilang kalau itu putih. Itulah sebabnya aku tidak mengatakan apa pun selama ini dan aku tidak akan pernah mengatakannya.”

“Tapi jika kau tidak mengatakannya, putih akan selamanya tetap hitam.”

“Bodo amat. Aku menerima argumen hitam yang sudah disimpulkan sendiri oleh orang lain. Namun warna yang kupikirkan dalam hatiku tetaplah putih.”

Sikap Himeno yang tidak didominasi, mengungkapkan bahwa inilah wujud kelas saat ini.

“Bahkan Kanzaki-kun juga patah semangat karena memaksakan argumenmu, ‘kan? Itu karena kau percaya kalau itu putih, tapi kau ditimpa paksa dengan hitam. Itu sangat menyiksa, bukan?”

Usaha yang sia-sia. Untuk menghindari itu, Himeno memilih untuk membiarkan dirinya terbawa arus.

Tidak, ini tidak hanya berlaku untuk Himeno.

Ini adalah fakta yang tampaknya juga akan diterima oleh siswa lainnya di kelas Ichinose.

“Kuharap kau tidak menganggapku sama sepertimu. Maaf, tapi aku tidak bisa seantusias dirimu, Kanzaki-kun.”

Himeno mundur selangkah untuk menjauhkan diri dari Kanzaki yang mendekatinya seolah mendesaknya.

“Kau suka, jika kelas tetap seperti ini?”

Pada awalnya, Kanzaki menganggap kalau Himeno adalah teman sekelas yang tidak ada bedanya dari yang lain.

Tapi aku perhatikan dia berusaha mati-matian untuk memancing dialog tanpa aku.

“Sebelum suka atau tidak suka, lebih penting bagiku untuk melindungi diriku sendiri. Aku tidak bisa berteman baik dengan siapa pun, tapi aku juga tidak bisa bersikap jahat pada siapa pun. Kadang-kadang aku diajak main, kadang-kadang tidak. Aku tak ingin merusak kedekatan dan suasana yang biasa itu.”

Argumen Himeno bahwa yang terbaik adalah jika segala sesuatunya bisa berjalan tanpa insiden, bukanlah argumen yang buruk.

Akan tetapi, jika seperti itu, kelas mereka tidak akan bisa bergerak maju selamanya.

“Jika argumenmu mendapatkan momentum dengan mayoritas kelas, aku juga akan memihakmu, Kanzaki-kun. Jadi tidak masalah, ‘kan?”

Himeno menegaskan bahwa dia tidak ingin menjadi minoritas apa pun yang terjadi.

“Ku...!”

Keinginan dan keengganannya yang sebenarnya tersampaikan oleh kata-kata tersebut.

Kalau dia memberontak dengan Kanzaki, apa yang menanti Himeno adalah serangan persuasi yang lembut dari mayoritas.

Itu akan diulang tanpa henti sampai dia membuang gagasannya sendiri.

“Boleh aku pergi sekarang? Aku tak akan memberi tahu siapa pun tentang hal ini. Jika kuberitahukan, itu hanya akan membuatku dalam masalah soalnya.”

Kira-kira apa yang akan dilakukan Kanzaki terhadap Himeno yang akan pergi?

Jika dia membiarkannya pergi, pada akhirnya tidak akan membawa perubahan pada kelas mereka.

“...Tunggu.”

“Aku tidak mau menunggu.”

“Aku tidak berniat memberi tahu siapa pun, tapi aku akan membuat keputusan besar untuk diriku sendiri.”

“Apa itu?”

“Aku tidak ingin terus tenggelam dengan kelas kita saat ini bersama Ichinose.”

Kanzaki mengungkapkan pemikiran yang mungkin belum pernah dia ucapkan sebelumnya dan membiarkan Himeno mendengarnya.

“Bukankah itu artinya... kamu mengkhianati kelas?”

“Aku tidak menyangkalnya. Karena tak ada gunanya bertahan di kelas yang tidak akan bisa menang.”

Seandainya Kanzaki tidak ada, jelas tidak akan ada serangan balik.

Karena Kanzaki mungkin satu-satunya siswa yang bisa memimpin kelas Ichinose di kondisi saat ini.

“Aku tak ingin mengancammu. Tapi hanya itu yang akan aku sampaikan padamu.”

Sekalipun Kanzaki meninggalkan kelas dengan cara tertentu, itu tidak akan mempengaruhi Himeno secara pribadi.

Akan tetapi, setidaknya dia bisa tahu bahwa kelas mereka akan kehilangan kesempatan untuk bangkit.

Kegelisahan Himeno. Jelas sekali, reaksinya terlihat berbeda dari sikap tidak pedulinya selama ini.

“Kau tidak keberatan kan dengan itu? Himeno.”

“Dasar curang. Itu mah ancaman...”

“Kau bisa menganggapnya seperti itu, kukira.”

Tanda-tanda pengkhianatan yang bisa didengar oleh Ichinose dan yang lainnya dari Himeno.

Selain Ichinose, teman-teman sekelasnya bisa saja menghalangi Kanzaki agar tidak memberinya hak untuk pindah kelas, ini adalah pengungkapan yang berisiko.

Ini adalah taruhan Kanzaki. Entah dia serius atau menggertak, itu tidak penting.

“———Apa kau serius ingin mengubah kelas?”

“Ini mungkin bukan hal yang menyenangkan untuk dikatakan, tapi Ayanokƍji benar. Aku ingin percaya bahwa mengubah Ichinose dengan tangan kita sendiri adalah cara untuk menyelamatkan kelas.”

“Tapi aku...”

Menggigit bibir bawahnya, Himeno menutup matanya rapat-rapat.

Jika dia berpihak pada Kanzaki yang terisolasi, tidak dapat dihindari bahwa Himeno akan dipandang dengan dingin.

Kanzaki juga tahu betul bahwa ini bukanlah yang diinginkannya.

Kendati demikian, seseorang harus melakukannya.

“...Aku juga... kalau bisa ingin menang.”

Indikasi bahwa ada kemungkinan Kanzaki akan menghilang dari garis depan membuat Himeno melepas kunci bagian dalam.

Tidak sedikit, dia belum membuang kemungkinan menang dengan mengubah kelas.

Tapi, kuncinya baru saja dilepas.

“Maka kita harus bertindak sekarang. Bukan begitu?”

Jika Himeno tidak bertindak juga di sini, tidak akan ada lagi gerakan yang bisa dilakukan Kanzaki.

Sekalipun dia tidak ingin memilihnya, dia tak punya pilihan lain selain mengubah kebijakan dan mengincar kemenangan dengan pindah ke kelas lain.

Di sisi lain, Himeno yang tidak bisa menyebut hitam hitam kecuali itu mayoritas, kekalahannya sudah pasti.

“Aku mengerti maksudmu.... Tapi masih———”

“Masih ada peluang menang di bawah kebijakan Ichinose, kau pasti ingin menjawab begitu, ‘kan?”

Kata-kata dari Kanzaki yang mendahuluinya, sangat menusuk bagi Himeno.

Kata-kata yang tadinya akan dia ucapkan tidak dilanjutkan dan bibirnya tertutup rapat.

“Bukankah Himeno ingin lulus sebagai Kelas A?”

Kata-kata itu menusuk hati Himeno seperti tombak. Sakit dan berdarah.

“Aku juga mau lulus sebagai kelas A kalau aku bisa!”

Suara yang keras dan kencang bergema di koridor.

Volume suara Himeno yang pasti beberapa kali lebih keras dari yang diperkirakan, membuat Kanzaki terkejut dan tidak bisa berkata-kata.

“Tapi kalau terus seperti ini, bagaimana pun itu tidak akan bisa! Tidak akan pernah bisa!”

Dalam ledakan emosi, Himeno berteriak.

“Kanzaki-kun juga tahu itu, bukan!”

“Aku tahu!! Karena aku tahu itu, makanya kita harus melakukannya sekarang!! Aku tidak ingin kalah dari kelas lain!!”

Volume suaranya tidak jauh di bawah volume suara Himeno, tapi kali ini Himeno terkejut dengan suara keras yang tidak seperti Kanzaki. Melihat reaksi Himeno yang terlihat lucu saat tersentak, aku menjadi lebih yakin.

Untuk pertama kalinya, Himeno menunjukkan warna aslinya. Dan sisi Kanzaki yang kekanak-kanakan. Fakta bahwa mungkin tidak sedikit siswa di kelas Ichinose yang hanya memiliki hubungan yang dangkal.

Satu setengah tahun berlalu, banyak orang di kelas Horikita telah mengungkap kelemahan mereka sendiri.

Ada siswa teladan yang memprioritaskan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan orang lain dikeluarkan.

Ada yang tidak pandai belajar atau berdiskusi dan langsung menggunakan kekerasan.

Ada yang menjadi parasit pada manusia yang kuat untuk mencapai puncak kasta.

Ada yang merencanakan pengusiran temannya untuk menghapus masa lalunya sendiri.

Para siswa dengan kelemahan emosional seperti itu telah jatuh hingga terjatuh dan kemudian merangkak naik kembali. Beberapa bahkan ada yang sekarang telah menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa.

“...Kanzaki-kun, ternyata kamu bisa seperti itu. Kamu selalu tenang, jadi aku terkejut.”

“...Aku pun sama. Aku tidak tahu Himeno memiliki perasaan seperti itu.”

Kelas Ichinose tidak akan mengalami kesulitan yang sama jelasnya dengan kelas Horikita.

Bila mereka menemukan luka lecet akibat terjatuh, mereka merawat orang tersebut dengan sangat hati-hati, dan selanjutnya mereka menopang dan melindunginya dari kedua sisi untuk mencegahnya terjatuh. Berulang kali membantu siswa yang tangannya terluka.

Akhirnya, para siswa memahami. Bahwa, aku harus berhati-hati karena mereka akan mengkhawatirkanku.

Kenapa mereka jatuh? Kenapa tangannya terluka?

Padahal aslinya ada yang lebih sakit, tapi mereka menahannya diam-diam agar tidak ada yang khawatir.

Dan hasilnya adalah hubungan yang hanya terdiri dari hubungan yang dangkal, itulah kelas Ichinose.

“Kini kalian telah menjadi teman dalam arti yang sebenarnya.”

Setelah keheningan sejenak, aku mengatakan itu kepada mereka berdua.

“Tapi, apa yang harus kami lakukan. Bagaimana kami bisa melangkah maju? Bahkan jika Himeno adalah orang yang bisa mengubah mindsetnya, jika itu tidak berlanjut ke langkah berikutnya, itu tidak ada artinya.”

“Tak perlu terburu-buru untuk mencari jawabannya. Sekarang kalian berdua harus menemukannya.”

“Menemukan... apa itu?” (Himeno)

“Siswa yang seperti kalian, menyimpan perasaan mereka yang sebenarnya di dalam hati mereka.”

Meski sulit menemukannya sendirian, jika mereka berdua mendiskusikannya bersama, wawasan mereka akan meluas berkali-kali lipat.

Dengan penambahan dari salah satu perspektif itu, akan menghasilkan sejumlah penemuan baru.

“Seandainya... kami menemukan satu orang...?”

“Sederhana saja. Setelah itu kalian cari bertiga. Lalu, berempat. Terus ulangi saja itu.”

Pada akhirnya, percikan kecil mulai berubah menjadi nyala api yang besar.

Dan Ichinose pun akan tahu.

Bahwa kelasnya akan berubah.

“Belum terlambat. Jadilah kuat. Dan kalahkan kelas yang dipimpin oleh Horikita dalam ujian akhir tahun.”

Jika mereka berhasil, ketika mereka naik ke tahun ketiga, mereka pasti memiliki secercah harapan untuk menjadi Kelas A.

“...Bagaimana, Kanzaki-kun?”

“Kita harus siap untuk bekerja lebih keras dari yang kita bayangkan. Tetapi... itu bukan hal yang mustahil.”

Setelah melihat preseden Himeno, dia tidak akan pernah bisa lagi mengatakan bahwa hal itu tidak ada di kelasnya.

Di sisi lain, Himeno juga seharusnya sudah menegaskan keinginan kuat Kanzaki dari dekat.

“Aku juga punya keinginan yang sama untuk lulus sebagai Kelas A. Meskipun sampai sekarang, aku tidak pernah mengatakannya pada siapa pun...”

Untuk alasan apa pun yang memotivasinya, keinginan Himeno tersampaikan ke Kanzaki.

“I-Itu benar. Tujuan kita sama sekali tidak berubah sejak awal.”

Dari sini, mereka berdua mengambil satu langkah ke depan seperti anak kecil.

“Kau tahu... mendengar ucapan Ayanokƍji-kun, ada seorang gadis yang sedikit menarik perhatianku. Abis ini, kenapa kita tidak coba menemuinya?”

Kanzaki mengangguk tegas menanggapi saran dari Himeno.

Dari sini dan seterusnya, itu bukan area yang aku, sebagai pihak ketiga, bisa masuki.

“Ayanokƍji, aku akan membayar hutangku ini dalam ujian akhir.”

Jadi, menang, dan mendapat hak untuk menantang Kelas A, adalah apa yang akan dia berikan kembali padaku untuk hari ini.

(Tln: ‘berikan kembali’ di sana = membalas kebaikan/membayar hutang)

“Kelas Horikita sangat kuat loh, Kanzaki.”

“Kau benar. ...Maaf, aku akan pergi. Karena aku tak lagi ingin menyia-nyiakan waktuku setiap menitnya.”

Himeno mengangguk, lalu mengeluarkan ponselnya dan membelakangi Kanzaki dan mulai berjalan pergi.

Ada sebagian dari diriku yang khawatir tentang seberapa banyak keduanya akan berubah, tapi sepertinya mereka mungkin memberikan lebih dari yang seharusnya.

Ujian akhir tahun, atau sungguh-sungguh mereka bahkan bisa mengalahkan kelas Horikita.

Apa pun yang terjadi, itu tidak akan mengganggu rencanaku, tapi ini adalah satu hal lagi yang dinantikan.

Related Posts

Related Posts

3 comments

  1. Cok kiyotaka ini bener" Selalu memanfaatkan semua kesempatan yang ada, dari secara kebetulan ketemu himeno waktu di undang ke acara cewek" Kelasnya ichinose, dia bisa menggerakkan kelas nya ichinose untuk bangkit

    ReplyDelete
  2. setelah chapter ini dari ke empat kelas tahun kedua tidak ada lagi yg keluar dari jangkauan kiyo,kayak semuanya sudah menari di telapak tangannya,jadi kemungkinan tinggal bersih2nya mana yg berguna dan yg gak berguna fibuan.

    ReplyDelete